Mohon tunggu...
Ardy Milik
Ardy Milik Mohon Tunggu... Relawan - akrabi ruang dan waktu

KampungNTT (Komunitas Penulis Kompasiana Kupang-NTT)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemerintah Kota Kupang, Tolong Perhatikan Hak Warga Lokasi

17 Desember 2018   19:06 Diperbarui: 17 Desember 2018   19:17 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi Pers, Kupang, 17/12/2018. Credit Foto: Etji Doek

Kronologi

  • Bulan Agustus 2018 Komisi Penanggulangan AIDS Kota Kupang datang ke lokalisasi Karang Dempel dan mengambil data penghuni lokasi Karang Dempel.
  • Bulan September 2018 Dinas Sosial Kota Kupang melakukan sosialisasi penutupan Karang Dempel. Para Pekerja Seks yang menolak penutupan itu membentuk Aliansi Tolak Penggusuran Karang Dempel, dan mendapatkan dukungan dari lebih dari 20 organisasi dan komunitas di Kota Kupang.
  • Bulan Oktober 2018, Dinas Sosial Kota Kupang, lurah Kelurahan Alak, Kepolisian Sektor Alak, dan Camat Kecamatan Alak datang ke lokalisasi dan membagikan formulir instrument verifikasi data setiap pekerja seks. Formulir tersebut tidak memiliki kop surat. Para pekerja seks bersepakat untuk tidak mengisi dan tidak mengembalikannya.

Instrumen Verifikasi Penghuni KD. Credit Foto: Ragil Sukriwul
Instrumen Verifikasi Penghuni KD. Credit Foto: Ragil Sukriwul
  • Tangal 14 November 2018 Aliansi Tolak Penggusuran Karang Dempel mengadakan Forum Pencegahan HIV AIDS, sebuah diskusi terbuka di Karang Dempel, dengan mengundang pembicara Jeffri Riwu Kore (Walikota Kupang), Pendeta Emy Sahertian (Aktivis Peduli HIV/AIDS), Gusti Brewon (Forum Akademia NTT), Balqis Soraya Tanouf (Sosiolog). Walikota Kupang tidak hadir, dan diwakili oleh Kepala Dinas Sosial Kota Kupang, Felisberto Amaral.

  • Tanggal 2 Desember 2018, anggota Kapolda NTT datang ke lokalisasi Karang Dempel. Mereka melakukan pemeriksaan KTP, tetapi membawa tiga buah dalmas dan satu minibus, juga melengkapi dirinya dengan senjata laras panjang.

  • Tanggal 13 Desember 2018 Pemerintah Kota Kupang mengeluarkan surat undangan kepada para pekerja seks di Karang Dempel, dengan nomer XXX/Dinsos.005/XII/2018. Perihal surat tersebut adalah Tatap Muka dengan Penghuni Karang Dempel.

  • Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 2018, para pekerja seks membuat surat kuasa kepada Aliansi Tolak Penggusuran Karang Dempel. Isi dari surat kuasa tersebut adalah memberikan kuasa kepada Aliansi Tolak Penggusuran Karang Dempel untuk bertindak mewakili mereka dalam pertemuan tersebut.

  • Pada tanggal 17 Desember 2018, pukul 08.00, sebanyak enam orang anggota Aliansi Tolak Penggusuran Karang Dempel mendatangani acara di Hotel Maya tersebut. Namun ketika ingin memasuki tempat acara, mereka dihadang dan dilarang masuk oleh Wakil Walikota Kupang, Herman Man, Kepala Dinas Kota Kupang, Felisberto Amaral, bersama dengan Satuan Polisi Pamong Praja dan beberapa pegawai dari Dinas Sosial.

  • Mereka tidak mengizinkan aliansi untuk masuk ke dalam ruangan dengan alasan tidak mempunyai surat undangan. Aliansi menunjukkan surat kuasa dengan tanda tangan dari para pekerja seks, namun tetap tidak diizinkan untuk masuk. Hingga acara berakhir, pintu ditutup dan dikunci dari dalam ruangan.

 Pernyataan Sikap

Apakah landasan hukum yang dipakai Pemerintah Kota Kupang telah bersifat mengikat hingga getol mewacanakan penutupan Lokasi di Kota Kupang? Apakah instruksi dari Kemensos untuk menutup 43 Lokasi di Indonesia sebagai pra wacana 'Indonesia Bebas Prostitusi 2019' sudah berdasar dan mengikat? 

Ataukah dasar penutupan yang mau merujuk PERDA 39 tahun 1999 tentang Penertiban Tempat Pelacuran dalam lokus Lokasi di Kota Kupang telah melanggaran ketentuan PERDA ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 angka 1, 2 dan 3? Ataukah Pemerintah Kota hendak mengurusi dan menjamin moral warga Kota Kupang?

Faktanya, pertama, belum ada basis legal formal yang cukup memadai tetapi pewacanaan penutupan ini sudah sampai pada pembentukan Gugus Tugas Penertiban Lokasi yang malah sudah setahun yang lalu-SK Walikota No. 163B/KEP/HK/2017 Tentang Pembentukan Tim Gabungan Penertiban Anak Jalanan, Orang dengan Gangguan Jiwa dan Pekerja Seks Komersial Lingkup Kota Kupang. Bahkan, wacana penutupan sudah ditetapkan pada tanggal 01/01/2018 yang getol dikampanyekan melalui koran cetak, portal daring hingga radio;

Kedua, dampaknya stigma kolektif atas ekses 'negatif' lokasi dan penghuninya makin menguat, padahal perilaku nista struktural yang melembaga dengan konsekuensi ikutan yang berdampak luas bagi warga Kota tidak pernah diseriusi seperti korupsi dan bagi-bagi jabatan, salah urus tata kota hingga banyak kali baru di jalanan kota setiap musim hujan hingga program yang salah kaprah seperti pembangunan taman di bundaran PU yang mencabut tanaman endemik Timor sampai menghina adagium dan praksis 'tanam sekali lagi tanam' milik El Tari yang patungnya terpampang di situ;

Ketiga, para Pekerja Seksual di Lokasi Karang Dempel Tenau menjadi terintimidasi dengan masiffnya pemberitaan yang tidak berpihak pada mereka. Buktinya, sejak awal pewacanaan penutupan lokasi yang dikampanyekan bulan Agustus 2018 lalu, para PS di lokasi menjadi takut dan trauma hingga ada yang melarikan diri dari lokasi, meminta untuk berhenti dengan harapan yang tak pasti. Dari jumlah yang awal 2018 sebanyak 182, hingga kini Desember 2018 jumlahnya berkurang menjadi 154 orang. Merasa terancam dengan instrumen kuisioner yang secara judul sudah tidak netral dan mengintimidasi;

Keempat, kekhawatiran akan identitas mereka yang akan terus dibuka berimbas pada stigma buruk yang terus mendalam dan penolakan dari pihak keluarga. Ke mana lagi mereka akan mengadu hidupnya? Sementara negara sebagai penjamin asasi warganya bahkan hendak menggusur mereka;

Kelima, Jaminan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan ekonomi tidak pernah berkelanjutan dan membuat para eks PS dapat berdaya di masyarakat. Apakah pemerintah mampu menafkahi dan menjamin anak dan keluarganya saat mereka dalam proses rehabilitasi dan pemberdayaan? Dengan memberi dana usaha apakah pemerintah dapat menjamin bahwa usahanya berkembang di tengah stigma yang masih kental?;

Keenam, wacana penutupan lokasi yang dipaksakan tanpa tinjauan kritis evaluatif, menuai tanggapan kontra dari berbagai pihak. Karena itu, upaya represif dan penyebaran ketakutan yang diprakarsai oleh Walikota dan Wakil Walikota dengan menggunakan aparat POLDA NTT bersenjata lengkap, 3 truk Dalmas dan 1 mini bus adalah bentuk show of power  yang menegaskan bahwa Walikota tidak punya tinjauan yang berkelanjutan terkait penanganan para pekerja seks, karena itu wacana penutupan Lokasi Karang Dempel-Tenau dipaksakan dengan menggunakan alat polisi;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun