Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pejabat, Jadilah Backpacker

13 April 2016   08:19 Diperbarui: 13 April 2016   15:34 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: travel-thebest.info"][/caption]Di tengah hiruk pikuk politik dan pemberantasan korupsi, masyarakat dikejutkan oleh surat dari dua wakil rakyat kepada Kedutaan Besar Indonesia di Australia dan Perancis yang berisi meminta fasilitas atau pelayanan selama mereka melakukan liburan di kedua negara itu. Satu wakil rakyat dari DPRD Jakarta menggunakan kop salah satu kementerian agar kedutaan besar Indonesia di Negeri Kangguru membantu dirinya selama di sana dan satu wakil rakyat lainnya menggunakan kop DPR agar juga membantu dirinya selama di negeri mode itu.

Jalan-jalan keluar negeri tentu berbeda dengan jalan-jalan ke Bali, Jogjakarta, Lombok, Bandung, dan tempat wisata di Indonesia lainnya. Kendala biaya, bahasa, budaya, makanan, dan waktu menjadi tantangan tersendiri bagi orang yang hendak jalan-jalan keluar negeri. Ada orang yang merasa tidak kaya sehingga mereka tidak tidak berpikir bagaimana bisa jalan-jalan ke mancanegara. Ada pula yang merasa mempunyai uang namun karena minder tidak bisa berbahasa Inggris membuat ia maju mundur saat hendak jalan-jalan keluar negeri hingga akhirnya ia membatalkan rencana itu.

Ada pula karena merasa makanan dan budaya di luar negeri beda dengan kebiasaan di Indonesia membuat orang enggan berpergian. Hanya alasan soal makanan halal, ada orang tidak mau jalan-jalan ke negeri di mana mayoritas penduduknya di sana bukan muslim.

Untuk mengatasi yang demikian, mereka yang tetap ingin berpergian ke luar negeri secara mudah dan nyaman maka mereka menggunakan travel agent. Dengan menggunakan agen travel maka ia tinggal duduk manis dan oleh pengelola wisata jalan-jalan itu, apa yang diinginkan dituruti, seperti dicarikan makanan Indonesia. Kalau tidak ada, minimal makanan Asia, yang menu disediakan pasti ada nasinya.

Tak hanya itu. Selama mereka menyusuri daerah-daerah wisata yang dikunjungi, para pelancong itu oleh agen travel akan disediakan pemandu yang bisa menggunakan Bahasa Indonesia. Sehingga kelompok jalan-jalan itu tak terkendala dengan masalah komunikasi. Mereka seolah-olah tetap berada di Indonesia sebab mereka berada dalam kelompok yang sama dalam soal bahasa.

Menjadi masalah bila menggunakan agen travel, biaya yang dikeluarkan tinggi, meski saat ini di koran banyaknya agen travel yang mengobral biaya perjalanan keluar negeri yang murah. Tingginya biaya yang dipatok oleh agen travel tersebut membuat orang yang berduit pun juga berpikir beberapa kali untuk sudi ikut perjalanan wisata yang ditawarkan oleh agen travel itu.


Agar bisa bepergian keluar negeri secara murah, tidak mengeluarkan biaya yang besar, bahkan gratis, siasat yang dilakukan oleh para pejabat biasanya menggunakan fasilitas negara dengan dalih studi banding atau dengan menggunakan ‘surat kuasa’ seperti dua wakil rakyat di atas.

Dengan dalih studi banding maka semua masalah perjalanan seperti visa, hotel, tiket pesawat ada yang menguruskan dan secara biaya ada anggaran dari APBN dan APBD untuk membiayai itu. Dengan cara seperti inilah maka para pejabat suka melakukan studi banding ke luar negeri. Memang mereka di sana melakukan studi banding namun waktu yang dijadwalkan, prosentase jalan-jalan dan belanjanya lebih banyak daripada studi bandingnya itu sendiri. Kebiasaan yang demikianlah yang membuat studi banding keluar negeri selalu dicurigai sebagai pemborosan dan sekadar rekreasi, apalagi dalam studi banding tersebut, ada orang-orang yang tidak berhak ikut, seperti anak dan istri, masuk dalam rombongan.

Belajar dari apa yang dilakukan oleh dua wakil rakyat tersebut, menggunakan penyalahgunaan institusi untuk kepentingan pribadi, sebaiknya para pejabat belajar pada kaum backpacker bila hendak melakukan jalan-jalan keluar negeri. Selama ini kaum backpacker tidak pernah meminta fasilitas negara ketika hendak melakukan perjalanan. Kaum ini bukan seperti wakil rakyat yang banyak duitnya. Backpacker hanya bermodal nekat, uang secukupnya, dan tidak takut dalam masalah bahasa, budaya, dan makanan. Bila susah berbahasa asing, kaum backpacker biasanya menggunakan bahasa tubuh.

Sebagai backpacker, mereka tidak tidur di hotel mewah atau menyewa mobil sendiri. Mereka tidur di bandar udara, stasiun kereta, stasiun bus, dan tempat yang dirasa aman dan kondusif lainnya. Bila beruntung kaum backpacker bisa menumpang tidur pada kenalan, entah itu mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di luar negeri atau orang Indonesia yang menetap di negara tujuan. Ke mana-mana mereka menggunakan angkutan umum bahkan bila perlu hitchhiking alias menumpang kendaraan orang, nebeng.

[caption caption="Sumber: traveltalkmag.com.au"]

traveltalkmag-dot-com-dot-au-570e044bf492738f07c16f32.jpg
traveltalkmag-dot-com-dot-au-570e044bf492738f07c16f32.jpg
[/caption]Sebagai seorang backpacker, saya pernah tidur di Stasiun Kereta Api Hualampong, Bangkok, Thailand, bersama dengan tuna wisma dan gelandangan. Di mana menjelang subuh oleh petugas stasiun, mereka dibangunkan dan harus meninggalkan tempat itu. Dan di saat di Paris, Perancis, Amsterdam, Belanda, Bremen, Jerman, syukur saya bisa menumpang tidur pada mahasiswa Indonesia yang melakukan studi di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun