Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

UEFA Euro Lebih Memilih Bisnis daripada Mutu

1 Juli 2021   07:43 Diperbarui: 1 Juli 2021   07:46 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari sekadar permainan untuk mengusir kejenuhan, sekarang sepakbola menjelma menjadi industri raksasa bisnis yang menggiurkan. Baik perorangan, negara, maupun lembaga-lembaga yang dibentuk oleh swasta maupun negara, mengeksplorasi dan mengeksploitasi sepakbola demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Sepakbola menjadi industri yang tak kalah dengan bisnis makanan dan minuman yang mengglobal, otomotif, piranti elektronik, land, pakaian bermerk, tas bermerk, minyak, dan tambang. Banyak contoh dari dunia sepakbola yang bisa dieksploitasi dan dieksploirasi yang bisa mendatangkan pundi-pundi keuangan bagi pengelolanya.

Bila kita datang ke kota-kota besar di Eropa seperti Munchen, Amsterdam, Milan, Barcelona, Madrid, Liverpool, dan Manchester, wisatawan dari luar kota atau luar negara tidak hanya sekadar menikmati dingin dan indahnya kota-kota di Eropa namun di sana mereka mengunjungi stadion atau markas-markas klub elit di Eropa.

Di markas atau stadion yang biasa dijadikan kandang oleh klub-klub Eropa itu, wisatawan bisa melihat kemegahan dan keangkeran stadion serta aura klub yang mendunia. Pastinya mereka berkunjung ke stadion tidak gratis. Wisatawan yang datang ke stadion membayar uang untuk ikut tur di dalam stadion untuk melihat isi dalamnya, dari melihat tribun, lapangan, tempat konferensi press, ruang ganti pemain, hingga lorong bus untuk menurunkan pemain tiba di stadion.

Semakin besar dan elit klub itu pastinya akan semakin banyak wisatawan datang ke sana. Kita lihat misalnya bagaimana ramainya Allianz Arena, markas klub Bayern Munchen yang berada di Munchen, Jerman. Bila jam-jam tur di stadion buka, pengunjung yang datang tidak hanya fans dan wisatawan dari Jerman namun fans dan wisatawan dari seluruh dunia. Pun demikian stadion-stadion yang menjadi kandang klub elit Eropa lainnya. Dari sinilah jutaan euro dan poundsterling mengalir ke pengelola klub.

Klub-klub yang ada tahu bahwa penggemar dan masyarakat ingin memiliki jersey dan pernak-pernik klub. Untuk itu mereka mengelola store atau toko yang menjual berbagai macam pernak-pernik mulai dari jersey, selendang, topi, celana, cangkir, stiker, dan yang lainnya. Store yang ada tidak hanya di stadion namun juga di pusat-pusat perbelanjaan yang popular dan banyak dikunjungi wisatawan.

Taksim adalah tempat perbelanjaan yang terkenal di seluruh dunia. Wisatawan dari berbagai penjuru dunia bila berkunjung ke Istanbul, Turki, pasti akan mengunjungi Taksim. Nah oleh Galatasary FC, klub sepakbola paling jago di negerinya Presiden Erdogan itu, dimanfaatkan dengan membuka store yang menjual segala macam pernak-pernik Galatasary.

Tak hanya di pusat-pusat perbelanjaan, pengelola klub juga membuka store di bandar-bandar udara.  Di Bandar Udara Franz Josef Strauss, Munchen, di sana ada store Bayern Munchen. Pastinya calon penumpang maskapai penerbangan yang hendak meninggalkan bandara akan melihar store yang ada sehingga mempunyai peluang untuk membeli pernak-pernik yang ada sebagai oleh-oleh pulang kampung.

Hal-hal itulah yang menjadi masukan bagi klub selain dari tiket pertandingan dan iklan. Semakin elit dan popular klub maka semakin besar pemasukan yang diterima dari berbagai sisi. Dari sinilah klub yang popular dan sering menjuarai liga dan kompetisi, ia akan menjadi klub yang kaya. Pendapatannya diperoleh dari banyak sisi, mulai dari iklan, tiket pertandingan, hak siaran, store, dan tur di stadion.

Mengeksploirasi dan mengeksploitasi sepakbola tidak hanya terjadi pada klub-klub 'swasta'. UEFA sebagai pengelola berbagai macam pertandingan di Eropa juga melihat kompetisi antarnegara Eropa atau yang lebih dikenal UEFA Euro menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Lahan bisnis yang menggiurkan sebab timnas-timnas dari Eropa adalah timnas-timnas dunia, warna, kiblat, dan garamnya sepakbola. Dari Eropa ada timnas Inggris, Jerman, Spanyol, Perancis, dan Italia.

Nah peluang besar dari UEFA Euro ini dieksplorasi dan dieksploitasi UEFA. Kejuaraan yang kali pertama digelar pada tahun 1960 di Perancis itu hanya diikuti 4 tim. Dalam perjalanan waktu, pertandingan antarnegara empat tahunan itu pesertanya membengkak. Mulai dari 4 tim, 8 tim, 16 tim, dan 24 tim.

Enambelas tim terakhir kali bertanding dan berkompetisi saat digelar pada UEFA Euro 2012 di Polandia dan Ukraina. Pada UEFA Euro selanjutnya 2016 di Perancis, jumlah pesertanya membengkak menjadi 24. Dan pada UEFA Euro 2020, jumlah pesertanya juga 24 tim. Semakin popularnya sepakbola, baik dari segi olahraga, bisnis, dan pertunjukan, tentu UEFA Euro 2020 merupakan industri bisnis yang besar mulai dari hak siaran pertandingan hingga pernak-pernik ikutannya.

Bertambahnya peserta UEFA Euro bisa jadi bukan sekadar untuk lebih mengembangkan atau menambah partisipasi peserta namun besarnya peluangnya bisnis yang ada. Bila 16 tim, waktu untuk menyelenggarakan bisa jadi hanya dua minggu namun bila 24 tim, pelaksanaan bisa mencapai satu bulan. Semakin lama karena semakin banyaknya pertandingan.

UEFA Euro disebut piala dunia kedua. Sebutan demikian sah-sah saja sebab separuh kekuatan sepakbola dunia ada di Eropa. Sebagai piala dunia kedua tak heran bila pihak-pihak sponsor berebut untuk menjadi partner resmi kejuaraan. Nah di sinilah daya tawar sepakbola dengan dunia bisnis demikian tingginya. Siapa yang berani membayar tinggi, akan menjadi pemenang partner resmi yang utama.

Tingginya perputaran uang dalam dunia sepakbola di Eropa yang demikian besar, yang dikelola atau 'dimonopoli' oleh UEFA menjadi pemicu pihak lain untuk ikut mengeruk pundi-pundi dari dunia sepakbola di Eropa. Sejumlah klub seperti Real Madrid, Barcelona, Juventus serta 9 klub lainnya yang beasal dari Inggris, Italia, dan Spanyol, membentuk liga sendiri, yakni Liga Super Eropa (European Super League). Liga ini diluar hukum UEFA.

Klub-klub itu tidak berdiri sendiri namun ada investor yang 'memprovokasi' agar membuat kejuaraan di luar UEFA. Investor itu tahu banyak potensi keuntungan dari sepakbola Eropa sehingga mereka mau menginvestasikan uang sebesar 3,5 miliar euro. Bila liga itu benar-benar terealisasi, investor yakin uang yang diinvestasikan akan segera kembali bahkan untung sebab investor yakin potensi besar yang ada di sepakbola Eropa.

Itulah dunia sepakbola Eropa yang demikian besarnya peluang bisnisnya sehingga Liga Champions terus digelar setiap tahun dan UEFA Euro rutin digelar dengan jumlah peserta yang terus bertambah sehingga negara-negara yang prestasi sepakbolanya biasa-biasa saja bisa lolos ke putaran 24 besar. Demi bisnis sepertinya UEFA tidak memikirkan mutu dan pandemic Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun