Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jakarta Tetap Ramai Meski Bukan Ibu Kota

10 September 2019   14:31 Diperbarui: 10 September 2019   14:56 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu faktor dipindahkan ibu kota, menurut keterangan yang ada dikatakan bahwa Jakarta terlalu berat untuk menanggung beban segala aktivitas yang ada. Kota ini tak hanya menjadi pusat pemerintahan Indonesia namun juga berbagai macam aktivitas lainnya seperti ekonomi, perdagangan, olahraga, pendidikan, bahkan hiburan.

Sentralistik pemerintahan di masa Orde Baru membuat segala urusan harus diselesaikan di Jakarta. Akibat yang demikian orang hilir mudik dari berbagai daerah ke Jakarta untuk menyelesaikan urusan dan permasalahan yang ada. Sentralitik segala aktivitas membuat Jakarta memancing ribuan hingga jutaan orang ke kota ini. Urbanisasi ke kota ini sebenarnya terjadi sejak wilayah ini bernama Sunda Kelapa, kemudian Batavia, dan bertambah pesat ketika Indonesia merdeka.

Bermula dari Sunda Kelapa, Batavia, kemudian Jakarta, kota ini dibangun oleh pemerintahan yang ada secara berkesinambungan. Satu persatu pusat pemerintahan dan perumahan berdiri dari masa ke masa. Mulai dari pembangunan Pelabuhan Sunda Kelapa pada masa Pakuan, kemudian pembangunan kota oleh pemerintahan Belanda dengan wujud Istana Merdeka, kawasan Kota Tua, dan banyak lagi gedung-gedung yang dibangun Belanda untuk mendukung kolonialismenya hingga Jakarta saat ini yang sudah memiliki MRT dan LRT kayak di Singapura, Kuala Lumpur, dan Bangkok.

Ratusan tahun dibangun secara berkesinambungan, secara sentralistik, hingga saat ini membuat segala kebutuhan manusia ada di Jakarta. Fasilitas yang memberi layanan kebutuhan masyarakat ini menjadi permanent dan beroperasi hingga saat ini. Bahkan sarana untuk memberi layanan itu menjadi 'rujukan' bagi kota-kota (daerah) yang lain.

Ketika ada keinginan memindahkan ibu kota, ke Kalimantan Timur, di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, ada kekhawatiran dan kegembiraan bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Kekhawatiran sebab di kota ini adalah pusat perkantoran berbagai aktivitas, mulai dari ekonomi, perdagangan, hiburan, dan lain sebagainya. Bila kota dipindah pastinya ribuan bahkan jutaan orang akan bermigrasi ke kota baru. Akibatnya membuat aktivitas, di bidang ekonomi, misalnya, turun. Ketika aktivitas ini turun pastinya akan mempengaruhi kualitas kehidupan warga yang biasanya sudah mapan. 

Sedang di sisi kegembiraan, kepadatan lalu lintas dan perumahan yang selama ini mereka alami setiap hari akan menurun. Kesibukan sebagai pusat pemerintahan telah berpindah sehingga membuat aktivitas pergerakan manusia tidak lagi di Jakarta namun di tempat yang baru. Jalan yang biasa padat dan macet, akan terurai. Jl. Thamrin dan Jl. Sudirman yang tak pernah sepi akan menjadi lancar bahkan lengang.

Terlepas dari masalah pro dan kontra, kegembiraan serta kekhawatiran yang akan ditimbulkan bila Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, penulis mempunyai asumsi Jakarta akan tetap ramai dan tetap mengundang orang untuk berdatangan ke sini. Asumsi itu bisa dilihat, dari pertama, sejak jaman Batavia, kota ini sudah dijadikan pusat pembangunan. 

Dari segi pendidikan, misalnya, pada masa Batavia, kota ini memiliki STOVIA, sekolah kedokteran. Sebagai sekolah yang dibutuhkan dan paling bergensi pada masa itu, membuat orangtua-orangtua yang memiliki derajad tinggi di berbagai daerah mengirim anaknya ke Batavia untuk sekolah di STOVIA. Hadirnya anak-anak muda dari berbagai daerah itu bisa dibuktikan dari nama-nama komunitas mereka, seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Bataks, Jong Sumateranen Bond, dan komunitas asal usul lainnya.

Dari sini menunjukan pada masa lalu Jakarta telah mengundang orang dari berbagai daerah datang ke sini untuk sekolah. Dan sampai sekarang orang-orang tetap banyak ke Jakarta untuk melakukan hal yang sama. Bila pada masa lalu STOVIA yang menjadi incaran maka sekarang orang-orang daerah mengincar untuk bisa sekolah di Jakarta. Ada UI di Salemba dan UNJ. Meski IPB berada di Bogor, UIN Syarif Hidayatullah berada di Tangerang, dan pengembangan UI berada di Depok namun mau tak mau pintu masuknya dari Jakarta dan mereka setiap hari bersinggungan dengan kota Jakarta.

Hadirnya perguruan tinggi dan tempat pendidikan yang berkualitas di Jakarta dan di sekitarnya inilah yang membuat kota ini akan dibanjiri pendatang sehingga kota ini tetap akan berhiruk dengan jutaan civitas akademikanya.

Kedua, ketika Presiden Soekarno menyelenggarakan Asian Games tahun 1962 di Jakarta, otomatis membuat kota ini menjadi pusat pengembangan olahraga pada masanya. Sebagai pusat pengembangan olahraga, diteruskan oleh Presiden Soeharto dengan menjadikan kota ini berkali-kali menjadi tuan rumah PON, SEA Games, dan event olahraga yang terpusat, seperti pertandingan Tim Nas yang selalu digelar di Stadion Utama GBK. Akibatnya pembangunan sarana olahraga terus dilakukan dan berstandar internasional. 

Ketika Jakarta kembali menjadi tuan rumah Asian Games pada tahun 2018, membuat kota ini seolah-olah menjadi pusat event olahraga tingkat bangsa-bangsa yang ada di Indonesia. Standar internasional yang ada membuat perlombaan dan pertandingan yang ada akan digelar di Jakarta. Dari sinilah yang akan membuat Jakarta tetap menjadi magnet pagi jutaan rakyat Indonesia khususnya penggemar olahraga untuk tetap melirik kota ini.

Ketiga, Jakarta sudah lama dibangun oleh penguasa. Sehingga sarana pendukung yang ada, hiburan, mengiringi pembangunan kota ini. Sebagai pusat pemerintahan dari masa ke masa membuat pemerintah memikirkan sarana wisata untuk menyegarkan pikiran orang. Untuk itu di Jakarta dibangun Ancol dengan segala wahananya, Kebun Binatang Ragunan, TMII, Taman Izmail Marzuki, Monas, serta pusat hiburan lainnya. Tak hanya tempat hiburan seperti itu ada di Jakarta. 

Di kota ini, ada puluhan museum sebagai sarana pendidikan anak-anak sekolah. Museum yang ada mempunyai nilai yang sangat tinggi, yakni banyak terkait dengan sejarah perjuangan bangsa. Dari sinilah masyarakat akan secara rutin mengunjungi tempat-tempat wisata itu. Setiap hari libur sekolah, atau Sabtu Minggu, orang-orang luar Jakarta membanjiri Ancol, TMII, Kebun Binatang Ragunan, Monas, dan tempat wisata lainnya. Daya tarik Jakarta, tidak hanya sekadar dari sisi hiburan. Di Gambir ada wisata religius yang setiap hari dikunjungi ratusan orang, yakni Masjid Istiqlal.

Keempat, bila ibu kota dipindah, kota ini tidak akan memindahkan bangunan mall-mall yang sudah berdiri megah dan elit. Kita ketahui di Jakarta ada super mall, seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Senayan City, Pondok Indah Mall, dan lain sebagainya. Tak hanya mall elit bercokol di Jakarta. Kota ini punya pusat perbelanjaan Tanah Abang sebagai pusat grosir. Pedagang dari berbagai daerah, setiap minggu kulakan di Tanah Abang. Bila keberadaan mall elit dan Pasar Tanah Abang tetap terjaga maka Jakarta tetap mampu sebagai daya tarik bagi masyarakat luar untuk ke sini. 

Faktor-faktor di ataslah yang membuat Jakarta tetap mampu mengundang orang-orang datang. Sebagai kota yang strategis, dikelilingi Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, serta tak jauh dari ibu kota Banten, Serang; dan ibu kota Jawa Barat, Bandung; di mana kota-kota itu sudah metropolitan; membuat Jakarta menjadi pintu masuk orang untuk berlalu lalang ketika melintasi antarkota antarprovinsi. Dengan demikian maka jutaan orang akan tetap berhiruk pikuk di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun