Ilustrasi - membaca buku (Shutterstock)
Banyak kutipan orang ternama yang isinya puja-puji untuk buku. Misalnya saja Bapak Proklamator kita, Muhammad Hatta, yang rela dipenjara asal ia diperbolehkan membaca buku. Sastrawan ternama Argentina, Jorge Luis Borges, sampai-sampai berimajinasi jika surga adalah tempat yang serupa dengan perpustakaan. Milan Kundera, seorang penulis asal Ceko, bahkan lebih radikal lagi dengan menyebut cara menghancurkan sebuah bangsa adalah dengan menghancurkan buku-buku yang dihasilkan oleh bangsa tersebut.
Benda bernama buku memang mendapat tempat yang begitu terhormat di tengah masyarakat. Bahkan Tuhan pun lebih memilih "menampakkan diri" lewat tulisan di buku, dibanding berbicara langsung di hadapan manusia. Negara dan dunia internasional juga menyediakan satu slot di kalender agar manusia tetap mengingat buku.
Secara pribadi, saya sudah melalui banyak hal dengan buku. Saya pernah kehabisan uang jajan demi membaca atau mencuri dari perpustakaan hanya untuk memiliki buku (hal yang tentu tak pantas ditiru). Dari "hubungan intim" yang berulang kali saya lakukan dengan banyak buku, saya temukan fakta sederhana yang menarik tentang buku. Ini dia:
Buku dan Prasangka
Apa yang Anda persepsikan ketika melihat kerabat, rekan dekat atau orang asing sedang membaca buku? Saya sendiri sering mendengar kalimat seperti “ciyee, orang pintar lagi baca buku” atau “hebat juga kamu bisa baca buku” dan pujian yang semacam itu. Pembaca buku sering dilabeli sebagai seorang intelektual atau individu berkepribadian cerdas. Apalagi jika buku-buku yang dibaca—terlepas si pembaca memahami isinya atau tidak—bertemakan kajian “berat” seperti risalah filsafat atau ilmu fisika.
[caption caption="(sumber: socsci.tau.ac.il)"]