Mohon tunggu...
Ardi Winata Tobing
Ardi Winata Tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk mengingat.

Prokopton.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

3 Fakta tentang Buku: Prasangka, Investasi, dan Seksi

30 Agustus 2015   13:21 Diperbarui: 30 Agustus 2015   14:43 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Beberapa koleksi buku elektronik saya."]

[/caption]

Memang, membaca buku yang dikonversi dalam bentuk elektronik memiliki banyak kekurangan. Yang paling saya rasakan tentu saja kelelahan pada mata. Dibutuhkan waktu lama di depan layar untuk menghabiskan satu buku, apalagi jika halamannya mencapai ratusan dan ingin diselesaikan dalam waktu satu hari. Baru-baru ini, portal berita CNN Indonesia merilis tiga dampak buruk membaca buku non-fisik. E-book dianggap kurang mampu membuat pembacanya mengingat informasi yang terdapat dalam buku. E-book juga disebut bisa mengganggu jam tidur pembaca. Terakhir, membaca buku di depan layar juga mudah menimbulkan stres dan kelelahan. 

Lantas, mau bagaimana lagi? Buku sudah jadi industri. Lihat saja harga yang dipasang di toko buku ternama di Indonesia. Tak ada alternatif lain kecuali berburu buku bekas atau menikmati karya bajakan yang diunduh di internet. Ironi memang, ketika masyarakat menempatkan buku sebagai benda terhormat dan negara sampai menjadikan satu hari dalam setahun untuk "merayakan" buku, namun akses untuk mendapat buku berkualitas yang diingini hanya dimiliki sebagian orang yang berkantung tebal.

Tapi di sisi lain, akses bebas untuk memperoleh buku yang tersedia di dunia cyber malah berdampak buruk bagi industri buku nasional. Tak bisa dihitung kerugian yang ditanggung penulis dan penerbit ketika buku yang mereka jual ternyata bisa dengan mudah diunduh di internet. Akhirnya, banyak penjual yang mengeluh dan terpaksa menaikkan harga demi menutupi ongkos penerbitan, iklan, distribusi dan lain-lain. Ini menjadi siklus buruk, lingkaran setan yang akhirnya terulang terus-menerus.

Buku yang Terbaik

Tiga fakta sederhana di atas mungkin hanya setitik hal menarik yang bisa kita temukan dari “buku” yang sudah jadi benda yang sama pentingnya dengan peradaban manusia. Namun satu simpulan yang saya bisa tarik dari tulisan singkat itu adalah “buku yang indah, yang seksi, yang paling mahal, buku yang terbaik di dunia adalah buku yang dibaca”. Tanpa mempedulikan citra dan prasangka yang kita dapat dari membaca buku jenis tertentu, bacalah buku dengan tema yang memang menarik minat Anda. Tanpa berorientasi pada investasi materi (bisa dijual lagi dengan harga lebih mahal), belilah buku karena isinya bisa dengan jelas dibaca dan ada manfaat yang bisa ditangkup dari dalamnya. Terakhir, tanpa mempedulikan spesiesnya—apakah itu buku fisik atau yang terdigitalisasi dalam bentuk buku elektronik—bacalah, selama isinya masih merangkum khazanah pemikiran para penulis besar sejagad.


Bacalah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun