Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengintip Perbedaan MBG di Indonesia dengan MBG di Korea Selatan

3 Oktober 2025   08:00 Diperbarui: 1 Oktober 2025   07:20 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://media.bakingworld.id/stories/menu-makan-bergizi-gratis-%28mbg%29:-pelatihan-juru-masak-berstandardisasi-untuk-kualitas-makanan)

Beban Fiskal
Program universal makan sekolah gratis memerlukan dana substansial. Pemerintah daerah dan kota harus menanggung sebagian besar biaya, dan apa yang terjadi jika ekonomi melambat atau anggaran pemerintah lokal terbatas? Misalnya, ada laporan bahwa beberapa daerah mempertimbangkan pengurangan bahan ramah lingkungan dalam menu karena biaya bahan tinggi. 

  • Kesetaraan dan Persepsi Sosial
    Meski program bersifat universal, ada tantangan sosial dalam menghindari stigma bagi siswa yang sebelumnya mendapat bantuan makan gratis karena ekonomi rendah. Korea mengatasi ini dengan memakai sistem voucher atau cara distribusi yang membuat semua siswa merasa mendapat perlakuan sama.

  • Kualitas dan Sumber Bahan
    Menjaga menu bergizi, variasi, dan memastikan bahan yang digunakan aman dan ramah lingkungan menjadi perhatian penting. Korea Selatan sejak awal telah memasukkan komponen “eco-friendly ingredients” dan melakukan standarisasi kualitas makanan sekolah.

  • Pelajaran yang Bisa Diambil / Rekomendasi Bagi Indonesia

    Berdasarkan perbandingan dengan Korea Selatan, berikut beberapa pelajaran atau hal yang bisa diperkuat dalam pelaksanaan MBG agar efektif dan berkelanjutan:

    1. Pendekatan Universal tapi Bertahap
      Walau target MBG sangat besar dan meliputi banyak kelompok, bisa dianggap baik untuk memulai dengan pilot di sejumlah wilayah terlebih dahulu — seperti telah dilakukan — tetapi sangat penting agar infrastruktur pendukungnya kuat sebelum diperluas. Contoh: dapur pengolahan, distribusi, penyimpanan, pelatihan tenaga dapur.

    2. Regulasi Standar Kebersihan dan Keamanan Pangan yang Jelas
      Kesalahan dalam keamanan pangan dapat mengganggu kepercayaan publik dan merusak tujuan program. Perlu standar seperti SOP, sertifikasi dapur & juru masak, pengawasan mikrobiologi, kontrol distribusi suhu.

    3. Transparansi dan Partisipasi Lokal
      Pelibatan UMKM lokal dalam suplai bahan pangan dapat mendorong ekonomi lokal dan mengurangi biaya transportasi. Namun perlu pengaturan supaya kualitas bahan tetap terjamin.

    4. Pengelolaan Anggaran yang Efisien dan Berkelanjutan
      Pastikan alokasi dana nyata dan ada mekanisme audit, evaluasi berkala untuk memastikan dana digunakan tepat sasaran dan tidak ada pemborosan.

    5. Perhatikan Dimensi Sosial: Kesetaraan & Stigma
      Agar anak-anak dari keluarga kurang mampu tidak merasa berbeda, mekanisme distribusi dan layanan harus menjaga agar pelayanan terlihat “sama” dengan yang lainnya, seperti yang dilakukan di Korea lewat pendekatan universal dan sistem voucher.

    6. Kualitas Menu dan Edukasi Gizi
      Tidak cukup makanan diberikan; kualitas, keseimbangan nutrisi, variasi makanan, dan edukasi kepada siswa tentang gizi juga penting agar program tidak hanya menjadi pengisi perut, tetapi juga mendidik pola makan sehat jangka panjang.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun