Ribuan Guru di Kutai Barat Mogok --- Apa Sebenarnya yang Terjadi?
Beberapa hari terakhir, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, menjadi pusat perhatian karena aksi mogok kerja para guru, terutama guru SD dan SMP. Aksi ini dipicu isu pemotongan Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP) serta insentif lain yang dianggap merugikan guru.Â
Kronologi Singkat
Guru dan tenaga pendidik di Kubar sepakat melakukan mogok masa tiga hari, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap mengurangi penghasilan mereka.
Sebagian besar sekolah meliburkan kegiatan belajar mengajar, karena dukungan terhadap aksi cukup tinggi --- disebut-sebut sekitar 90% guru mendukung mogok di sekolah seperti SMPN 1 Barong Tongkok.Â
Isu utama yang tersebar adalah adanya pemotongan TPP sekitar Rp 1 juta per guru sejak Januari 2025, dan wacana pemotongan hingga 35% untuk tahun 2026.Â
Bantahan Pemerintah --- Hoaks atau Realitas?
Pemerintah Kabupaten Kutai Barat merespons isu ini dengan tegas. Mereka menyebut bahwa kabar pemotongan TPP guru "sebesar 35%" adalah hoaks.Â
Robertus Leopold Bandarsyah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kubar, menyatakan tidak ada kebijakan resmi yang memotong TPP guru.Â
Pemkab meminta tenaga pendidik agar tidak langsung percaya rumor tanpa verifikasi.Â
Ketidakjelasan dan Dampak Nyata
Terlepas dari bantahan resmi, terdapat ketidakjelasan dan kecemasan di kalangan guru. Beberapa fakta yang muncul:
Guru-guru menyebut bahwa sejak awal 2025, penghasilan mereka sudah terasa berkurang, entah melalui potongan langsung ataupun pengurangan komponen insentif/TPP.Â
Beberapa sekolah memasang spanduk "mogok kerja sampai tuntutan guru Kubar dipenuhi". Aksi ini bukan hanya unjuk rasa kecil, tetapi sudah meluas ke banyak sekolah.Â
Dampak langsungnya adalah terganggunya proses belajar mengajar. Di SMPN 1 Barong Tongkok misalnya, siswa sekitar 1.090 orang tidak mengikuti pelajaran karena guru mogok.Â
Sudut Pandang dan Alasan Protes
Mengapa guru-guru begitu terdorong untuk melakukan mogok? Berikut beberapa poin penting:
Kebutuhan Hidup yang Semakin Berat
Potongan-pemotongan atau pengurangan insentif berarti ada selisih nyata antara ekspektasi dan penghasilan yang diterima. Jika sebelum potongan mereka menerima misalnya Rp 3 juta, dan kini potongannya bisa Rp 1 juta, maka pengurangan sebesar 33% terasa sangat besar. Katakaltim.comKekhawatiran terhadap Wacana Potongan Tambahan
Informasi yang beredar bahwa potongan bisa menjadi 35% membuat guru khawatir bahwa kondisi bisa makin buruk di tahun mendatang. Katakaltim.comKetidakpastian dan Komunikasi yang Lemah
Guru merasa kurang mendapatkan kejelasan dari pihak pemerintah daerah mengenai dasar kebijakan, besaran potongan, siapa yang kena, dan apakah semua guru akan menerima dampak yang sama. Ketidakjelasan ini membuat rumor tumbuh subur.Keadilan dan Rasionalitas dalam Perhitungan TPP
Guru menuntut agar TPP diatur secara adil, transparan, dan proporsional --- misalnya mempertimbangkan beban tugas, jumlah jam mengajar, lokasi sekolah (terpencil atau tidak), serta kewajiban tambahan. Banyak yang merasa bahwa TPP struktural dan non-struktural tidak setara ditangani. Katakaltim.com
Argumen Pemerintah dan Keterbatasan
Dari sisi pemerintah, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan:
Pemkab menyebut bahwa isu pemotongan "35%" TPP adalah hoaks. Ini menunjukkan bahwa kebijakan resmi seperti itu belum diumumkan secara formal. Kaltim Post - Berita Kalimantan Timur+1
Pemerintah mengimbau guru agar menggunakan jalur resmi dan menyampaikan aspirasi melalui forum yang telah tersedia. Prokal - Portal Kalimantan+1
Belum ada data resmi publik yang menjelaskan berapa banyak guru yang terdampak potongan, berapa nominal pengurangan, dan dasar kebijakan yang digunakan (apakah berdasarkan kebijakan pusat, provinsi, atau daerah).
Analisis: Siapa di Pihak Benar?
Dalam konflik seperti ini, jarang ada satu pihak yang sepenuhnya benar atau sepenuhnya salah. Tapi beberapa hal penting yang bisa diperhatikan:
Kebijakan memang harus transparan. Jika pemerintah akan melakukan potongan/gangguan pada insentif/TPP, maka harus jelas alasannya: misalnya kondisi keuangan daerah, keputusan regulasi, atau efisiensi anggaran.
Guru berhak atas kepastian penghasilan. Bila guru telah mengandalkan komponen TPP dan insentif dalam perencanaan keuangan mereka, perubahan mendadak bisa sangat mengganggu.
Isu validitas data dan rumor. Rumor atau isu yang belum diverifikasi bisa memicu keresahan, protes, dan aksi, bahkan ketika kebijakan itu belum ada. Di sisi lain, jika guru merasa sudah mengalami pemotongan tanpa ada penjelasan, maka pemerintah pun harus memberikan klarifikasi yang memadai.
Stakeholder harus duduk bersama. Dialog antara guru (dan wakil mereka), pemerintah daerah, dan pihak terkait (misalnya legislatif lokal atau pengawas pendidikan) sangat penting untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi.
Kesimpulan: Imbas & Harapan ke Depan
Aksi mogok guru di Kutai Barat adalah manifestasi dari ketidakpuasan yang nyata terhadap isu pemotongan penghasilan---baik yang sudah terjadi maupun yang ditakutkan akan terjadi. Dampak utamanya adalah terganggunya proses belajar mengajar, kerusakan kepercayaan antara guru dan pemerintah daerah, serta kekhawatiran berkelanjutan bagi guru-guru mengenai kesejahteraan mereka dan keluarganya.
Jika tidak ditangani dengan cepat dan transparan, konflik ini bisa memperburuk kualitas pendidikan, terutama di daerah-daerah yang sudah memiliki tantangan geografis dan finansial.
Harapan:
Pemerintah daerah segera memberikan klarifikasi resmi tertulis terkait kebijakan TPP guru---jumlah pemotongan jika ada, dasar hukumnya, dan siapa yang terkena.
Terbuka dialog publik dengan perwakilan guru untuk merumuskan sistem TPP yang adil, transparan, dan proporsional.
Jaminan bahwa tindakan pemotongan atau perubahan lainnya tidak membawa guru ke kondisi finansial yang membahayakan.
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI