Reformasi 1998 menandai periode penting dalam sejarah Indonesia. Namun di balik gelombang keinginan perubahan, tersimpan kisah kelam yang nyaris tak pernah terungkap sepenuhnya ke publik. Berikut beberapa bab suram yang hingga kini masih gelap, meski jejaknya masih membekas.
1. Kekerasan Seksual Terstruktur yang Disembunyikan
Tragedi Mei 1998 bukan hanya soal demonstrasi dan kerusuhan---namun juga kekerasan seksual massif yang direkayasa untuk menakut-nakuti kelompok-kelompok tertentu. Lebih dari 150 perempuan etnis Tionghoa didokumentasikan mengalami pemerkosaan dan pelecehan seksual di berbagai kota seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya. Banyak korban yang tidak berani melapor, sementara yang melapor pun nyaris tidak pernah mendapatkan keadilan. Dari data Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), tercatat 53 perempuan menjadi korban pemerkosaan, 14 mengalami pemerkosaan dengan penganiayaan, 10 penyerangan seksual, dan 9 pelecehan seksual.
Dalam kisah memilukan yang dibagikan Ita Fathia Nadia, seorang anak berusia 11 tahun meninggal di pangkuannya akibat luka dan trauma setelah mengalami pemerkosaan brutal. Nyatanya, tak ada satu pun pelaku yang diadili --- membuktikan bahwa kekerasan seksual pemberangusan masa itu masih terus menganga dalam impunitas.
2. Penculikan dan Hilangnya Aktivis Tanpa Jejak
Bukan hanya mahasiswa Trisakti yang terbunuh, beberapa aktivis dan warga hilang secara misterius. TGPF mencatat sejumlah nama korban penculikan seperti Yadin Muhidin (23 tahun), Abdun Nasir (33 tahun), Hendra Hambali (19 tahun), dan Ucok Siahaan (22 tahun)---yang dilaporkan hilang dan tidak pernah ditemukan jejaknya.
Selain itu, Leonardus Nugroho Iskandar, alias Gilang, seorang pengamen sekaligus aktivis di Solo ditemukan tewas di Magetan dengan luka tusuk di dada, diduga karena aktivitas politiknya. Kasus-kasus seperti ini sering dibiarkan tanpa penyelidikan serius, menambah panjang daftar hilang tanpa kejelasan.
3. "Ninja Scare" di Jawa Timur: Kekerasan Semu Mistis
Tak lama setelah kerusuhan Mei, muncul wabah kekerasan di Jawa Timur, yang disebut "ninja scare" --- vigilante berpakaian serba hitam menyerang warga yang dicurigai sebagai dukun santet (dukun pengaruh hitam). Dari Februari hingga sekitar November 1998, total 307 orang tewas tersebar di Banyuwangi, Jember, dan Malang dalam kekerasan yang berlangsung seperti pemburuan mistis ini.
TGPF menyoroti adanya dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam memberi ruang bagi aksi ini, atau setidaknya menunda respons bersegera, sehingga memicu eskalasi kekerasan massal hingga tewasnya puluhan bahkan ratusan orang.