Djagad Galeri menjadi tujuan terakhir tur Vorstenlanden. Tempat ini memiliki kesan seperti sebuah bunker karena kami harus menuruni tangga bawah tanah. Di dalamnya terdapat berbagai lukisan, peta kekuasaan VOC, Mataram, Kesultanan Surakarta, dan Keraton Yogyakarta.
Di sini kami belajar mengenai sejarah kerajaan Mataram sebelum akhirnya pecah menjadi dua keraton: Yogyakarta dan Surakarta melalui Perjanjian Giyanti (1755). Lalu diikuti dengan masa keemasan Keraton Yogyakarta hingga ramalan redupnya kejayaan Keraton Surakarta sepeninggalan Sultan Pakubuwono X.
Dari semua lukisan, saya tertarik pada satu lukisan tari Bedaya Ketawang. Tarian ini merupakan tarian khusus dan hanya orang keraton yang boleh menonton. Para penarinya pun merupakan abdi dalem dan semuanya wanita. Dalam lukisan tersebut digambarkan penari berjumlah sembilan orang dan sesosok wanita samar.
Dalam kepercayaan yang berkembang, sosok penari wanita samar tersebut adalah Nyai Roro Kidul. Ia datang sebagai penggenap jumlah penari. Bahkan sampai sekarang, kepercayaan ini masih ada.
Tur Vorstenlanden diakhiri dengan sesi minum kopi/teh dan makan kue camilan. Saya menyesap kopi sembari bertanya-tanya apakah tari Bedaya Ketawang lebih bernuansa magis daripada tari Kamajaya Kamaratih yang pernah saya saksikan? Entahlah. Namun, setidaknya kini saya bisa merasa lega karena akhirnya bisa menyingkap tabir misteri Museum Ullen Sentalu yang selama ini menyesaki kepala.
Sudah tayang di blog pribadi