Mohon tunggu...
ardhilarfq
ardhilarfq Mohon Tunggu... Uin Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Acara Peradilan Agama

9 Oktober 2025   07:28 Diperbarui: 9 Oktober 2025   07:31 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Hukum Acara Peradilan Agama

Nama : Ardhila Riqqah Fadhilah Qoidah

Nim : 232121259

Kelas : HKI 5B

Buku Hukum Acara Peradilan Agama karya Saharuddin A. Tappu, Kairuddin Karim, dan Muh. Akbar Fhad Syahril merupakan karya ilmiah yang diterbitkan oleh CV. Eureka Media Aksara pada tahun 2023 dengan ISBN 978-623-487-588-1. Buku ini disusun sebagai bahan ajar dan referensi bagi mahasiswa hukum, dosen, maupun praktisi hukum yang ingin memahami secara mendalam mekanisme peradilan agama di Indonesia. Penulis berupaya menghadirkan penjelasan yang sistematis mengenai proses hukum acara peradilan agama, mulai dari tahap pengajuan perkara hingga pelaksanaan putusan hakim.

Secara garis besar, buku ini terdiri atas delapan bab yang saling berkaitan. Berikut point penting dalam per bab :

Bab pertama membahas Kedudukan Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi masyarakat Islam dalam menyelesaikan perkara-perkara tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Lembaga ini terdiri atas Pengadilan Agama (PA) sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) sebagai pengadilan tingkat banding. Keduanya berada di bawah Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan tertinggi di Indonesia. MA memiliki fungsi pengawasan tertinggi terhadap seluruh lingkungan peradilan di bawahnya. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat kekhususan berupa Mahkamah Syariah yang melaksanakan peradilan berdasarkan hukum Islam secara lebih luas sesuai kekhususan daerah tersebut. 

Bab kedua mengulas asas-asas hukum acara peradilan agama, Peradilan Agama merupakan peradilan khusus bagi umat Islam yang berwenang mengadili perkara-perkara perdata Islam seperti perkawinan, waris, wasiat, hibah, zakat, wakaf, infak, sedekah, dan ekonomi syariah. Dalam pelaksanaannya berlaku sejumlah asas penting, antara lain asas persamaan di depan hukum, asas mendengar kedua belah pihak (audi et alteram partem), asas terbuka untuk umum, asas hakim bersifat aktif, serta asas cepat, sederhana, dan biaya ringan. Selain itu, sistem peradilan diatur dengan asas peradilan dua tingkat dan asas kemandirian kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak lain. Asas-asas ini menjadi dasar penyelenggaraan peradilan agama agar tercapai keadilan yang objektif dan efisien.

Bab ketiga menjelaskan dalam hukum acara peradilan agama, dikenal dua bentuk perkara, yaitu gugatan dan permohonan. Gugatan adalah tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat yang menimbulkan sengketa hukum dan menghasilkan produk hukum berupa putusan. Sementara itu, permohonan merupakan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa, diajukan oleh satu pihak yang berkepentingan dan menghasilkan produk hukum berupa penetapan atau istbat. Kompetensi peradilan agama mencakup perkara antara orang-orang beragama Islam dengan objek yang berkaitan dengan hukum perdata Islam. Prosedur pengajuan gugatan atau permohonan dilakukan sesuai bidang perkara seperti perkawinan, waris, hibah, wasiat, zakat, wakaf, infak, sedekah, dan ekonomi syariah. 

Selanjutnya, bab keempat menguraikan proses perkara di pengadilan, Proses penyelesaian perkara di pengadilan agama dimulai dari tahap pendaftaran gugatan atau permohonan secara tertulis di kepaniteraan pengadilan dengan melampirkan surat kuasa apabila diwakilkan. Setelah pendaftaran, ketua pengadilan menetapkan majelis hakim yang terdiri atas tiga orang dan memerintahkan pemanggilan para pihak untuk bersidang. Persidangan meliputi tahapan jawab-menjawab, pembuktian, kesimpulan, dan pembacaan putusan. Dalam prosesnya dimungkinkan adanya pihak ketiga yang ikut serta (intervensi), perdamaian antara pihak-pihak, serta pencabutan atau perubahan gugatan. Selain itu, dikenal pula mekanisme konvensi dan rekonvensi atau gugatan balik yang dapat diajukan oleh pihak tergugat terhadap penggugat.

Bab kelima menjelaskan mengenai pembuktian dalam hukum acara peradilan agama.  Pembuktian merupakan tahap penting untuk meyakinkan hakim mengenai kebenaran peristiwa hukum yang menjadi dasar sengketa. Asas pembuktian yang berlaku menegaskan bahwa siapa yang mendalilkan suatu hak harus membuktikan dalilnya. Alat bukti yang sah dalam hukum acara perdata antara lain surat atau dokumen, kesaksian saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Hakim memiliki kebebasan menilai kekuatan pembuktian berdasarkan keyakinannya yang didasarkan pada alat bukti yang sah (conviction raisonnée). Tujuan pembuktian adalah untuk memberikan dasar yang kuat bagi hakim dalam menetapkan kebenaran hukum dan menjamin tercapainya keadilan yang objektif.

Bab keenam menjelaskan keputusan pengadilan agama, Keputusan dalam peradilan agama diatur dalam Pasal 57 hingga Pasal 64 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003. Produk hukum peradilan agama terdiri dari dua bentuk, yaitu penetapan dan putusan. Penetapan merupakan keputusan atas perkara permohonan yang bersifat voluntair, sedangkan putusan adalah keputusan atas gugatan yang bersifat contentiosa atau sengketa. Penetapan sering disebut beschikking karena bersifat administratif dan tidak menimbulkan sengketa, sementara putusan bersifat final dan mengikat serta dapat dieksekusi apabila telah berkekuatan hukum tetap. Kedua bentuk keputusan ini menjadi hasil akhir dari proses peradilan agama yang memiliki kekuatan hukum tertentu.

Pada bab ketujuh, penulis membahas upaya hukum. Upaya hukum adalah sarana hukum yang diberikan kepada pihak yang tidak puas terhadap putusan hakim untuk memperbaiki atau mencegah kekeliruan dalam putusan pengadilan. Upaya hukum dibagi menjadi dua, yaitu upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa meliputi perlawanan terhadap putusan verstek, banding, dan kasasi, sedangkan upaya hukum luar biasa meliputi peninjauan kembali (PK) dan perlawanan pihak ketiga. Upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan pelaksanaan eksekusi kecuali jika ditentukan lain oleh pengadilan. Tujuan dari upaya hukum adalah menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi para pihak dalam perkara.

Sementara bab terakhir membahas pelaksanaan putusan hakim (eksekusi), putusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti yang dapat dijalankan. Pengecualiannya ada yaitu apabila suatu putusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dijalankan terlebih dahulu sesuai dengan Pasal 180 HIR. Dan tidak semua putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap harus dijalankan. Hanyalah putusan yang bersifat condemnatoir. Pengadilan dalam mengeksekusi harus memperhatikan asas-asas pelaksanaan putusan, yang pertama putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan provisional, putusan perdamaian eksekusi eksekusi grose akta dan pelaksanaan putusan voerbaar bij vooraad, yang kedua putusan yang telah mempunyai memperoleh kekuatan hukum tetap adalah putusan final, tidak ada lagi Upaya. 

Kelebihan buku ini terletak pada penyajiannya yang sistematis, bahasanya yang mudah dipahami, serta didukung oleh rujukan hukum positif dan pendapat para ahli hukum seperti Sudikno Mertokusumo, Supomo, dan Mardani. Buku ini juga relevan dengan praktik hukum acara peradilan agama di Indonesia masa kini, sehingga sangat bermanfaat sebagai panduan akademik maupun praktis. Meski demikian, terdapat beberapa kelemahan, antara lain minimnya pembahasan studi kasus konkret dan kurangnya analisis terhadap yurisprudensi terbaru. Selain itu, beberapa referensi hukum di dalamnya masih perlu diperbarui agar sesuai dengan perkembangan regulasi dan praktik peradilan terkini.

Secara keseluruhan, buku Hukum Acara Peradilan Agama merupakan referensi yang komprehensif dan bermanfaat bagi siapa saja yang ingin memahami mekanisme penyelesaian sengketa keperdataan Islam di Indonesia. Karya ini berhasil menjembatani antara teori dan praktik hukum acara peradilan agama serta memperkuat pemahaman tentang peran peradilan agama dalam sistem hukum nasional. Buku ini layak dijadikan rujukan utama dalam pembelajaran hukum acara peradilan agama di perguruan tinggi hukum maupun lembaga pendidikan Islam.

Membaca buku Hukum Acara Peradilan Agama memberikan inspirasi bagi saya mendalam bahwa hukum bukan hanya kumpulan aturan dan prosedur, tetapi juga jalan menuju keadilan yang berlandaskan nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Setiap bab dalam buku ini menuntun pembaca untuk memahami betapa pentingnya integritas, ketelitian, dan kejujuran dalam menegakkan hukum di lingkungan peradilan agama. Melalui pemaparan yang sistematis, buku ini menumbuhkan kesadaran bahwa keadilan tidak lahir dari kekuasaan, melainkan dari tanggung jawab dan keikhlasan dalam menjalankan amanah hukum. Semoga setelah membaca buku ini, pembaca semakin termotivasi untuk memperdalam ilmu hukum, menegakkan keadilan dengan hati yang bersih, dan berkontribusi dalam mewujudkan sistem peradilan agama yang bermartabat serta berlandaskan nilai-nilai syariat Islam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun