Mohon tunggu...
Ardalena Romantika
Ardalena Romantika Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Merupakan pribadi yang amat senang bertukar cerita, pengalaman, dan hal baru dengan semua orang dari berbagai latar belakang. Saya percaya bahwa dengan mengaktualisasikan diri melalui pertukaran dan eksplorasi ide dengan orang lain, akan tercipta ruang kebebasan berekspresi dan kesetaraan bagi setiap manusia. Jadi, mari kita saling berbagi gagasan dan berekspresi bersama!.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sudahi Stigmatisasi "Janda Lebih Menggoda" Itu dari Sekarang!

7 Januari 2021   08:15 Diperbarui: 11 Januari 2021   22:21 2868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi stimatisasi pada perempuan. (Sumber: KOMPAS/TOTO SIHONO)

Ungkapan "Perawan memang menawan, tapi janda lebih menggoda" tentu tidak asing lagi di telinga kita. Akibat ungkapan yang tidak jelas asal-usulnya itu, banyak meme dan guyonan yang dilontarkan di media sosial yang berujung pada stigma negatif terhadap janda. 

Bahkan tak jarang, janda diasosiasikan pada hal-hal yang bersifat tidak senonoh, contohnya dalam ungkapan "Goyangan janda lebih menggoda." 

Lebih parah lagi, banyak dijumpai lagu maupun film yang sengaja menunjukkan daya tarik seksual para janda, dan hal ini justru dianggap menarik oleh Sebagian masyarakat. 

Perlu diperhatikan betul, bahwa ungkapan "Janda lebih menggoda" sama sekali bukan merupakan pujian maupun apresiasi terhadap janda. 

Bahkan meskipun ditujukan untuk candaan semata, ungkapan-ungkapan semacam ini menimbulkan efek negatif bagi kehidupan para janda dan anak-anaknya. Oleh karenanya, dapat kita katakan bahwa ungkapan "Janda lebih menggoda" adalah suatu guyonan yang tidak bertanggung jawab.

Ada banyak faktor yang membuat wanita menjadi janda, diantaranya adalah karena kematian pasangannya dan karena perceraian. 

Status janda yang didapat melalui perceraian biasanya didahului dengan perjuangan panjang untuk mempertahankan rumah tangga, dimana seringkali perempuan menjadi korban perselingkuhan, kekerasan, dan melalui hari-hari yang sulit akibat oknum suami yang tidak bertanggung jawab. 

Apalagi dalam kasus perceraian, biasanya seorang janda akan segera menjadi ibu tunggal karena hak asuh anak lebih lazim jatuh kepada ibunya. Kecuali apabila pengasuhan ibu dikhawatirkan merugikan anak atau anak telah cukup umur untuk memilih akan tinggal bersama ayah atau ibunya. 

Tak berbeda jauh dari status janda yang didapat akibat perceraian, status janda akibat kematian sama pedihnya. Secara otomatis, seorang janda harus mengemban tanggung jawab atas anak-anaknya dengan porsi yang lebih besar, bahkan terkadang harus diemban seorang diri. 

Menjadi seorang ibu tunggal bukanlah hal yang mudah. Berperan seorang diri sebagai pencari nafkah, pendidik bagi anak-anaknya, dan pengurus rumah tangga adalah sesuatu yang selayaknya diapresiasi setinggi-tingginya. 

Sayangnya di era sekarang ini, istilah "janda" justru sering dilabeli negatif. Barangkali karena masyarakat kita masih berpikiran bahwa perempuan yang baik dan sempurna adalah perempuan yang menjadi istri dan memiliki anak. 

Hal ini menyebabkan ketika seorang perempuan ditinggalkan oleh suaminya, ia akan menjadi sosok yang mudah dicurigai akan merebut atau menggoda laki-laki atau suami orang.

Sadar atau tidak, candaan dan stigma negatif yang dilontarkan terhadap janda merupakan suatu pelecehan verbal dan berpotensi besar menyebabkan kekerasan seksual.

Selain itu, stigma ini akan sangat merugikan perempuan karena banyak perempuan yang merasa takut dan malu apabila menyandang status janda sehingga lebih memilih bertahan dalam perkawinan yang membuatnya tidak bahagia atau bahkan perkawinan yang diwarnai dengan kekerasan. 

Sumber: photoawards.com. Hak cipta dimiliki oleh fotografer Suzanne Liem dalam
Sumber: photoawards.com. Hak cipta dimiliki oleh fotografer Suzanne Liem dalam "The Widows of Rawagede"

Barangkali sebagian orang akan berpikiran bahwa kemarahan akibat candaan semacam "Janda lebih menggoda" adalah suatu tindakan yang konyol dan tidak asik. 

Namun apabila kita menengok pada realita di lapangan, candaan tersebut menyebabkan para janda merasa malu, rendah diri, dan dibayangi rasa ketakutan akan dilecehkan. 

Nicholas Herriman melakukan penelitian terhadap laki-laki di kawasan desa-desa di Jawa yang mendiskusikan mengenai hasrat mereka pada para janda. 

Hasil dari penelitiannya adalah para lelaki tersebut berpikiran untuk merayu para janda karena janda dianggap berpengalaman secara seksual, kesepian, dan lebih terbuka untuk berhubungan seks, baik secara gratis maupun dibayar.  

Terlepas dari apakah janda tersebut seorang ibu rumah tangga, wanita yang bekerja, maupun pekerja seks komersiil, semuanya akan dilihat dengan anggapan sama. Hal ini menyebabkan efek negatif bagi status sosial para janda.

Nicholas berpendapat, berdasarkan hasil penelitiannya yang termuat dalam jurnal "The Stigmatisation of Widows and Divorcees (Janda) in Indonesian Society" yang ditulis oleh Lyn Parker dan Helen Creese, stigmatisasi ini menyebabkan janda termasuk dalam kalangan masyarakat ekonomi rentan dan mengalami kesulitan kehidupan sosial, terutama bagi mereka yang memiliki anak tanggungan. 

Pada akhirnya, para janda dan anak-anaknya menjalani kehidupan yang sulit akibat fantasi liar oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Para janda berusaha keras menunjukan citra baik mereka. Janda yang sudah memiliki anak akan mendidik anak-anak dan mencari nafkah dengan baik. Janda yang belum memiliki anak juga bekerja keras menghidupi dirinya dan menampakkan reputasi yang baik. 

Namun semua itu tidak ada artinya apabila masyarakat kita masih memiliki stereotip negatif terhadap mereka. 

Tak peduli seberapa teguh dan hebatnya perjuangan seorang janda, tidak akan ada artinya apabila laki-laki masih berfantasi tentang janda dengan melancarkan guyonan-guyonan yang tidak bertanggung jawab, dan perempuan yang sudah menikah terus menerus menyebarkan gosip yang didasari ketakutan bahwa janda akan menggoda suami mereka.

Kehidupan janda jauh lebih mulia dari sekadar stigma negatif, rasa malu, rasa takut, dan fantasi liar. Sudah saatnya masyarakat kita memperbaiki mindset ini dan menyadari, baik bersuami atau tidak, perempuan memiliki kedudukan yang sama dan layak dihormati. 

Apalagi seorang janda yang bekerja dengan baik dan menghidupi anak-anaknya seorang diri, dialah wanita yang patut kita apresiasi setinggi-tingginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun