Di Pati, 13 Agustus 2025, ribuan warga turun ke jalan. Mereka membawa keranda bertuliskan "Keranda Penipu", bendera One Piece berkibar di udara, dan orasi menggema di depan Kantor Bupati. Tuntutannya jelas: Bupati Sudewo mundur.
Di tengah kerumunan itu, ada satu nama yang menonjol: Ahmad Husein, atau akrab dipanggil "Luffy" oleh rekan-rekannya. Ia adalah koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu---sebuah wadah yang mengklaim diri sebagai representasi lintas kelompok masyarakat, mulai dari petani, pedagang kecil, PKL, mahasiswa, hingga mantan pegawai rumah sakit.
Gerakan dari Akar Rumput
Husein bukan pejabat, bukan pula politisi mapan. Ia hadir sebagai penggerak dari bawah. Basis gerakannya---jika mengacu pada laporan lapangan---terbangun dari keresahan warga atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) yang disebut-sebut mencapai 250%.
Posko donasi pun bermunculan. Warga menyumbangkan makanan, air mineral, uang tunai, hingga peralatan aksi. Semua dikoordinasikan tanpa terlihat adanya sponsor dari elit politik. Di sinilah banyak yang mulai menyematkan label "tokoh tanpa pamrih" kepada Husein.
Tanpa Pamrih: Klaim yang Perlu Uji
Meski kesan grassroots begitu kuat, menyebut seseorang "tanpa pamrih" bukan perkara sederhana. Tanpa pamrih berarti berjuang murni demi kepentingan bersama, tanpa sedikit pun mengharap keuntungan materi, jabatan, atau popularitas.
Sejauh penelusuran media arus utama, belum ada bukti eksplisit---baik dalam bentuk wawancara maupun dokumen---yang menegaskan motivasi Husein murni altruistik. Yang tersedia adalah gambaran: ia memimpin orasi, mengorganisir massa, dan menanggung risiko keamanan di tengah potensi kericuhan.
Risiko dan Simbol Perlawanan
Aksi Pati bukan sekadar kumpul-massa-bubaran. Ada gesekan, ada korban sesak napas, dan ada adrenalin yang membumbung.