Mohon tunggu...
Dr Akhmad Aflaha SE MM
Dr Akhmad Aflaha SE MM Mohon Tunggu... Dosen

Akademisi, penulis, dan praktisi pendidikan yang dikenal melalui karya-karyanya di bidang pengembangan karakter, manajemen strategik, dan pemberdayaan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Halal Tapi Tidak Thayyib: Ketika Sedekah Dipaksa di Tempat Ziarah

21 Juli 2025   13:25 Diperbarui: 21 Juli 2025   13:35 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di antara keramaian para peziarah yang datang ke situs makam Wali, seperti di Gunung Jati, Cirebon, ada satu fenomena yang kerap luput dari perhatian: peminta-minta yang memaksa. Mereka berdiri di pintu masuk, lorong ziarah, bahkan di dekat cungkup makam. Kadang menadahkan tangan, kadang mengejar, bahkan ada yang menahan langkah. Mereka memohon, bukan dengan lirih dan sopan, tapi dengan tekanan sosial yang terasa memaksa.

Padahal, sedekah itu mulia. Memberi adalah amalan penuh berkah. Namun bila pemberian itu didorong rasa tidak enak, ketakutan, atau karena “dipaksa”, maka maknanya berubah. Ia mungkin masih halal, tapi tidak lagi thayyib.

Apa Itu Thayyib?

Dalam Al-Qur'an, Allah tidak hanya memerintahkan manusia untuk mengonsumsi dan menggunakan yang halal, tapi juga yang thayyib—artinya: baik, layak, pantas secara adab, etika, dan manfaat.

“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi thayyib dari apa yang ada di bumi…”
(QS. Al-Baqarah: 168)

Jadi, bukan soal apa yang didapat, tapi bagaimana cara mendapatkannya.

Sedekah yang Dipaksa, Adalah Ibadah yang Ternoda

Mungkin memberi kepada mereka tetap dicatat sebagai sedekah. Tapi bayangkan jika sedekah berubah makna karena paksaan. Ini bukan hanya soal niat si pemberi, tapi juga soal akhlak si peminta.

Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa ada kebutuhan, maka ia seperti memakan bara api."
(HR. Muslim)

Apalagi jika pemintaan itu mengganggu pengunjung, menodai kekhusyukan ziarah, bahkan menciptakan trauma bagi anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun