Sejarah panjang sebelum Indonesia Merdeka banyak terjadi pergolakan dan perlawanan dari Pribumi melawan para Penjajah. Banyak pejuang pejuang hebat yang tercatat dalam sejarah Indonesia. Di Yogyakarta sendiri ada Sultan Agung Hanyakrakusuma  dan Pangeran Diponegoro yang terkenal.
Nama Pangeran Diponegoro tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat luas terutama Daerah Istimewa Yogyakarta yang dimana menjadi tempat kelahirannya, di bekas kediamannya kini dibangun sebuah museum sebagai pengingat akan perjuangan perjuangan beliau melawan kejahatan yang dilakukan oleh penjajah Belanda kala itu. Napak Tilas kali ini akan  melihat dari awal mula perjuangan beliau bersama para pengikutnya di Yogyakarta
Museum Monumen Pangeran Diponegoro terletak di Jl HOS Cokroaminoto TR III/430 Tegalrejo Yogyakarta, sekitar 2,5 KM dari pusat Kota Jogja ke arah utara. Bangunan museum dibangun di atas tanah asli yang merupakan kediaman Pangeran Diponegoro semasa kecil.Â
Beliau masih termasuk dalam keluarga besar Kesultanan Yogyakarta pada waktu itu, Â bapaknya adalah Gusti Raden Mas Suraja yang dikemudian hari dikenal sebagai Hamengkubuwono III dan Ibunya merupakan selir yaitu R.A. Mangkarawati berasal dari daerah di Jawa Timur. Â
Beliau pada lahir 11 November 1785. Walaupun keluarga kerajaan tetapi Diponegoro muda tidak ingin tinggal di dalam Kraton, beliau memilih hidup dan tinggal di luar istana dan berbaur dengan masyarakat, di Tegalrejo. Walaupun begitu hubungan dengan Kraton tetap terjaga dengan baik.
Museum Pangeran Diponegoro ini dibangun kembali sebagai pengingat akan sejarah oleh Mayjend TNI Surono yang kemudian dilanjutkan oleh Mayjend TNI Widodo Pangdam VII/Diponegoro dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 9 Agustus 1968.
Letaknya yang cukup strategis membuat tak kesulitan pengunjung untuk menemukan Petilasan yang kini menjadi Museum Monumen Perjuangan ini. Memasuki ke dalam area Museum langsung disambut dengan pohon sawo kecik yang rindang juga meneduhkan, berusia tua dan juga mempunyai makna dan arti yang mendalam, "Sawo" merupakan filosofi dari kalimat 'sawwu shufufakum' yang artinya rapatkan barisanmu dan "Kecik" yang artinya becik atau dalam bahasa Indonesia diartikan bagus/terpuji.
Untuk tiket masuknya ke museum, pengelola tidak mematok harga tiket, hanya mengisi buku tamu dan disediakan tempat sumbangan seikhlasnya bagi yang mau mengisi. Bagian pertama yang saya kunjungi adalah bangunan utama Museum yang menyimpan berbagai barang barang serta persenjataan peninggalan sang Pangeran Diponegoro dan pengikutny
Dipajang pula kereta kuda khas Kraton Yogyakarta merupakan Hibah dari Sri Sultan Hamengkubuwono ke-8 yang terlihat megah. Peralatan dan perlengkapan sehari-hari pada masa dulu juga bisa terlihat disini, ada teko tua, ceret bahkan permainan dhakon serta gelung rambut yang identik dengan kaum hawa serta beberapa koin koin kuno sebagai alat tukar.
Di ujung bagian ruang pamer terdapat lukisan fenomenal. Lukisan yang cukup besar dan menggambarkan bagaimana proses pengepungan rumah sang pangeran dan kemudian beliau melarikan diri lewat pintu belakang dan pada akhirnya kediaman sang Pangeran dibakar habis oleh pihak Belanda.