Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tertular Energi Baik dari Komunitas Kompal, Miniatur Indonesia

15 Agustus 2018   23:06 Diperbarui: 3 November 2020   10:19 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Energi Baik dari Komunitas Baik (dokumentasi Kompal)

Energi baik itu menular. Saya percaya itu. Setidaknya, memang demikian yang selama hampir tiga tahun terakhir. Salah satu energi baik yang berhasil menularkan virus positif ke saya berasal dari orang-orang di sebuah komunitas. Tidak bisa dipungkiri, hampir setiap kita di era milenial sekarang rasanya sulit terlepas dari yang namanya komunitas. 

Menurut wikipedia, komunitas berasal dari bahasa latin yakni "communitas" yang berarti "kesamaan". Secara umum, komunitas merujuk pada kelompok atau sekumpulan orang yang mempunyai kesamaan minat dan berkecimpung di bidang tertentu.

Well, sebetulnya saya tergabung dengan banyak komunitas sih. Antara lain komunitas menulis, komunitas pembaca buku fantasi, komunitas pecinta jejepangan (hal-hal berbau Jepang), komunitas pecinta kucing, komunitas blogger, dsb. Namun ada satu komunitas yang kadar penularan energi baiknya sangat tinggi. Komunitas yang membuat saya begitu betah dan sangat bersyukur menjadi bagian darinya.

 Adalah Kompasianer Palembang (Kompal), yakni salah satu komunitas regional Kompasiana. Awalnya, saya mengira komunitas ini hanya sebuah komunitas kepenulisan biasa. Diisi oleh orang-orang biasa -yang kebetulan saja sama-sama hobi menulis dan dipertemukan lewat platform Kompasiana dan berdomisili di Palembang dan Sumatera Selatan pada umumnya. Namun seiring waktu, saya menyadari bahwa komunitas ini punya nilai lebih dan pada akhirnya menempati sudut istimewa tersendiri di dalam hati. Apa yang membuat komunitas ini sangat berbeda dan spesial dibanding komunitas lain yang saya ikuti? Berikut ulasan lengkapnya :

1. Miniatur Indonesia

Islam, Kristen, Buddha, Penyembah Pohon Merica, Lawyer, Guru, Dokter semua ada di Kompal (dokumentasi Pribadi)
Islam, Kristen, Buddha, Penyembah Pohon Merica, Lawyer, Guru, Dokter semua ada di Kompal (dokumentasi Pribadi)
Keberagaman dalam satu lingkup komunitas adalah hal biasa. Namun di Kompal, dari keberagamannya benar-benar kompleks. Tidak berlebihan kalau saya menyebutnya miniatur Indonesia. Dari segi keyakinan ada yang beragama Islam, Kristen, Buddha, Konghucu, sampai penganut kepercayaan. Suku dan etnisnya juga beragam, termasuk Batak, Jawa, Palembang asli, Tionghoa, Padang, Sunda, dan entah apa lagi.  Kalau bicara soal latar belakang pendidikan dan profesi jelas tak kalah lengkap. Sebut saja dokter, lawyer, dosen, guru, bankir, pengusaha, PNS, freelancer, ibu rumah tangga hingga yang masih bertatus mahasiswa semuanya ada.

 Begitu beragamnya Kompal, hingga memaksa semua membernya satu persepsi dan satu suara jelas sebuah kemustahilan. Jangankan bicara berat-berat seperti jagoan pilpres masing-masing, menentukan sebuah film termasuk bagus atau tidak saja bisa ngoceh berhari-hari di grup WA. Namun justru karena keberagaman seperti inilah yang membuat Kompal pada akhirnya menjadi sangat terbiasa dengan perbedaan. Berdebat, berselisih, keukeuh dengan pendapat masing-masing itu hal wajar, namun sama sekali bukan alasan untuk bertengkar apalagi memaksakan kehendak. Sebaliknya, semakin hari Kompal semakin toleran satu sama lain karena terbiasa bertukar pikiran.

 Dulu terus terang saya suka sebal dengan orang-orang yang punya pola pikir berseberangan. Namun sejak bersama Kompal, saya merasa jauh menghargai orang lain, termasuk mereka yang punya pemikiran berbeda. Tidak harus setuju dan sehati memang, tapi bisa memaklumi dan tak lagi memaksakan kehendak sendiri itu adalah kunci membuat hubungan antar-sesama manusia menjadi jauh, jauh, jauh lebih menyenangkan.

 2. Kekeluargaan Erat

Tradisi Sanjo Lebaran ala Kompal (dokumentasi Pribadi)
Tradisi Sanjo Lebaran ala Kompal (dokumentasi Pribadi)
Di era milenial dimana segalanya serba-maya dan digital, Kompal selalu menyempatkan diri saling bertemu di dunia nyata. Meski tak selalu dalam formasi lengkap mengingat kesibukan masing-masing member yang sulit diprediksi, namun kebersamaan itu selalu terjaga. Kompal tak harus punya agenda khusus nan resmi untuk meet up. Kebanyakan justru pertemuan mendadak yang sama sekali tak direncanakan. Kadang Dokter Posma mendadak iseng menraktir kami setelah dana K-Rewardnya cair. Lain waktu Ko Deddy tiba-tiba ngidam ngirup cuko di warung pempek. Atau Kak Yayan dan keluarga Bikcik Kartika yang seketika ingin nonton film terbaru.

Nobar Si Doel The Movie (dokumentasi Kompal)
Nobar Si Doel The Movie (dokumentasi Kompal)
Yang paling saya tunggu-tunggu tentunya adalah sanjo, atau tradisi saling berkunjung di kediaman masing-masing di setiap momen hari raya. Tidak terkata bahagianya ketika mereka bersedia datang ke kosan saya, bersempit-sempit ria saat Natal tiba. Saya juga ikut rombongan berkunjung ke rumah anggota Kompal yang beragama Islam saat Idul Fitri. Kami juga menyempatkan diri ke rumah Ko Deddy Huang saat hari raya Imlek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun