Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai scriptwriter dan traveler blogger. Penyuka solo traveling, kucing dan nasi goreng.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menangkap Cahaya di Boonpring Sanankerto, Mengurai Asa Hingga Arashiyama

11 November 2022   05:43 Diperbarui: 11 November 2022   05:48 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pablo Fierro/UNSPLASH

Kaki-kaki mereka berjalan pelan, tapi tak bisa meredam suara gemerasak sepatu yang menginjak dedaunan kering. Sejauh mata memandang, hanya rerimbunan bambu yang berdiri anggun di kanan dan kiri seolah menyapa setiap yang datang.

Pria bertopi itu melirik jam tangannya, masih pukul 06.30. Entah sudah berapa jauh dia melangkah dari homestay yang merupakan rumah penduduk Dusun Andeman, Desa Sanankerto, Kecamatan Turen itu. Ya, benak Iwan Tantomi memang dipenuhi tanda tanya. Termasuk kenapa Rudi begitu bersemangat sejak tadi malam saat memintanya bangun pagi hanya untuk menelusuri hutan bambu.

"Berhenti sebentar. Coba lihat itu. Itulah alasan saya ajak ke hutan bambu pagi-pagi. Supaya bisa melihat RoL (Rays of Light),"

Tomi yang baru kali ini berkunjung ke Sanankerto jelas mematuhi permintaan Rudi kendati pikirannya penuh kebingungan. Diikutinya ke arah mana Rudi memandang dan kemudian tatapan itu berubah jadi ketakjuban sampai akhirnya terbelalak, dibarengi dengan mulut yang melongo.

Sumber: Iwan Tantomi
Sumber: Iwan Tantomi

Bagaimana tidak melongo, apa yang dilihat Tomi itu bahkan mampu membuatku terpesona meskipun hanya melalui foto.

Di depan Tomi, di sela-sela pohon bambu, sinar matahari menghunuskan keindahan. Begitu lembut dan hangat saat menembus rumpun bambu, Cahaya-cahaya itu saling beradu tegak lurus dan dramatis, seperti potongan adegan film yang disutradarai langsung oleh Tuhan.

Sebuah kedamaian yang akan begitu diburu oleh para juru foto dan penikmat alam.

Kecantikan alami yang ditawarkan begitu tulus oleh Boonpring.

Boonpring, Sang Pengubah Nasib Desa Terisolir

"Dulu warga di sini itu jadi buruh tani. Anak-anak muda yang udah lulus sekolah langsung memilih pergi ke kota karena emang sulit dapat kerja layak di Sanankerto. Tapi sejak ada Boonpring, mereka menemukan pekerjaan dan malah buka usaha sendiri,"

Tak ada yang menyalahkan betapa bangganya Djamaludin akan kehadiran Boonpring.

Pria yang dalam wawancaranya dengan Petisi pada November 2019 itu menjabat sebagai Kepala Dusun Andeman memang patut senang bagaimana Boonpring mengubah wajah Sanankerto. Ya, wilayah yang dulu begitu terisolasi dan bisa disebut tertinggal kini justru berubah menjadi sebuah wahana ekowisata unggulan di Malang Raya.

Perubahan total yang dialami Sanankerto terjadi saat ditetapkan sebagai Desa Wisata pada tahun 2017 silam. Dengan Boonpring sebagai magnetnya, Sanankerto mampu memberikan penghasilan kepada warganya dan menghentikan arus urbanisasi.

Dalam waktu tiga tahun, Boonpring mampu memangkas angka pengangguran karena banyak anak-anak muda Andaman dan Sanankerto pada umumnya, terlibat menjadi karyawan maupun merintis bisnis seperti warung makan yang menopang kegiatan wisata.

Di awal peresmiannya Boonpring meraup omzet Rp994 juta dengan 12 orang pedagang yang berjualan. Namun dalam waktu tiga tahun tepatnya pada 2019, Boonpring berhasil memperoleh omzet tahunan mencapai Rp4,2 miliar dan telah ada 75 orang pedagang. Dua tahun sejak peresmian, Boonpring menyumbang laba tahunan yang meningkat drastis dari Rp402,9 juta jadi Rp1,4 miliar.

Imbas yang lebih besar pun diperoleh Sanankerto karena Pendapatan Asli Desa tercatat Rp437 juta di tahun 2018, padahal di tahun sebelumnya 'hanya' Rp80,5 juta.

Sumber: Eko Widianto/Mongabay Indonesia
Sumber: Eko Widianto/Mongabay Indonesia

"Tahun 2014 dulu Boonpring cuma ladang yang hanya dikunjungi para pencari rumput. Tapi di tahun 2019 sudah ada lebih dari 200 ribu orang berkunjung setiap tahunnya,"

Kebanggalan lain yang diungkap Mohammad Subur sang Kepala Desa Sanankerto kepada Detik di tahun 2019, menunjukkan bagaimana Boonpring tak cuma sekadar ekowisata yang mampu menyihir para pengunjungnya. Namun lebih dari itu, tempat yang awalnya bernama Taman Wisata Andeman ini memberikan kesempatan untuk hidup lebih baik bagi seluruh masyarakat di dalamnya.

Tak heran kalau Boonpring memang menjadi magnet utama Sanankerto dalam meraih berbagai penghargaan nasional atau lokal. Terpilih sebagai satu dari 50 Desa Wisata Terbaik dalam ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia) 2021 yang digelar Kemenparekraf adalah salah satu prestasi yang berhasil diraih.

Bahkan selama pandemi Covid-19 yang menggerus pariwisata Indonesia, Boonpring tetap mampu mengharumkan namanya. Di mana dalam Upacara Penghargaan RDPE ASEAN ke-5, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kerto Raharjo di Desa Sanankerto yang mengelola Boonpring berhasil memperoleh penghargaan Percepatan Pemulihan dan Penguatan Program ASEAN untuk Pembangunan Pedesaan Berkelanjutan dan Pengentasan Kemiskinan.

Selama kurun waktu enam tahun terakhir sejak didirikan, BUMDes Kerto Raharjo memang mempunyai berbagai unit usaha berkembang, seperti dilansir Kumpas. Tak hanya ekowisata Boonpring, ada juga unit usaha grosir sembako, koperasi karyawan, biokonversi lembah organik, EO (Event Organizer) dan TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle).

Bahkan di dalam Boonpring yang terdapat enam mata air yakni sumber adem, sumber towo, sumber gatel, sumber maron, sumber krecek dan sumber seger mampu menghasilkan sumber listrik mandiri untuk Sanankerto.

Bekerjasama dengan Fakultas Teknik UMM (Universitas Muhammadiyah Malang), sumber air-sumber air di Andeman mampu menggerakkan generator pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Dengan debit air 0,50 meter kubik, sekitar 20 ribu watt listrik mampu dihasilkan untuk aktivitas wisata Boonpring dan lingkungan sekitarnya.

Sebuah bukti bagaimana wilayah terisolir yang terpinggirkan dan terlupakan itu mampu mengubah arah takdirnya dan menjelma menjadi permata berharga Kabupaten Malang.

Evolusi 100 Tahun Andeman Jadi Desa Wisata Unggulan

"Hutan bambu di Boonpring ini hasil tanam leluhur Sanankerto sehingga statusnya jadi hutan desa dan tak boleh sembarangan bambu ditebang. Kalau nama Boonpring itu dari dua kata bahasa Jawa yakni 'boon' (kebon/kebun) dan 'pring' (bambu). Dipilih kebun bukannya hutan karena kan memang bambunya ditanam, bukan tumbuh liar,"

Rudi kembali mengurai cerita yang menjawab rasa penasaran Tomi. Sebagai bagian dari Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Wisata Sanankerto Boonpring, Rudi memang bertugas menyebarluaskan informasi dengan balutan keramahan khas penduduk desa.

Senada dengan penjelasan Rudi, Samsul Arifin selaku Direktur BUMDes Kerto Raharjo kepada Mongabay di tahun 2020 mengungkapkan kalau sumber air Andeman sudah ada sejak masa penjajahan Belanda di tahun 1910 silam. Hanya saja kala itu di sekeliling sumber air Andeman bukanlah hutan bambu melainkan kebun kopi.

Setelah Indonesia merdeka, warga memilih menanam bambu-bambu lokal Malang seperti bambu rampal (Schizostachyum branchyladum), bambu ori (Bambusa arundinacea), bambu apus (Gigantochloa apus), bambu Jawa (Gigantochloa atter) dan bambu petung (Dendrocalamus asper). Tujuan penanaman bambu itu sesuai dengan kearifan lokal yakni menjaga kelestarian sumber air.

Berlanjut di tahun 1978, warga Sanankerto saling bergotong royong membangun embung atau danau buatan sedalam dua meter demi menampung air di sekitar Andeman. Lima tahun kemudian tepatnya di 1983, penanaman beragam jenis bambu dimulai.

Barulah ketika Boonpring diresmikan di tahun 2017, Kepala Desa Subur mengawali penanaman berbagai varietas bambu di Indonesia untuk tujuan budidaya. Mengajak serta Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana selaku ahli bambu dari Universitas Udaya Bali, bambu-bambu unik pun mulai ditanam di Andeman.

Misalnya saya seperti bambu tabah (Gigantochloa niggrociliata) yang khusus konsumsi karena punya tekstur dan cita rasa rebung yang enak hingga bibit bambu impor asal Nepal atau bambu petung mini asal Tasikmalaya yang sangat langka.

Bekerjasama dengan LIPI (Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia), Pemerintah Desa Sanankerto mengembangkan arboretum bambu di Boonpring sampai melibatkan Elizabeth Anita Widjaya selaku pakar taksonomi bambu.

Sumber: Iwan Tantomi
Sumber: Iwan Tantomi

Setidaknya pada tahun 2020, 72 jenis bambu dari berbagai daerah di Tanah Air dibudidayakan di Boonpring. Namun pada Mei 2022, Boonpring sudah mempunyai 115 jenis bambu yang bahkan berasal dari luar negeri seperti Jepang dan China. Ke depannya diharapkan ada lebih dari 200 jenis bambu di Boonpring supaya bisa menjadi museum bambu.

Dengan luas total 36,8 hektar dan tiga hektar di antaranya adalah hamparan bambu, Boonpring kini tak hanya menjadi sumber kehidupan bagi manusia tapi juga tumbuhan dan hewan di sekitarnya.

Berlokasi sekitar 40 kilometer dari pusat Kota Malang, Boonpring menyuguhkan sebuah orkestra alam. Semilir angin yang menggerakkan bambu-bambu bak penari gemulai itu mengundang banyak orang untuk menikmati pesonanya. Ditemani dengan gemericik air, harmoni yang disuguhkan Boonpring begitu menentramkan.

Sebuah alasan kuat kenapa Adira Finance memilih Sanankerto sebagai salah satu unggulan dalam Festival Kreatif Lokal 2022. Kini Sanankerto bergabung bersama Garangsari (Kabupaten Badung), Saung Ciburial (Garut), Karanganyar (Magelang) dan Rejowinangun (Yogyakarta) dalam program Jelajah Desa Wisata.

Menyulut Asa Boonpring Ikuti Jejak Arashiyama

Sumber: Pablo Fierro/UNSPLASH
Sumber: Pablo Fierro/UNSPLASH

"Banyak sekali manfaat Desa Wisata untuk kesejahteraan warga. Seperti membuka peluang usaha dan lapangan kerja. Desa Wisata bisa menciptakan 1,1 juta lapangan kerja di tahun 2022 dan menjadi 4,4 juta pada 2024. Bahkan selama pandemi, kunjungan Desa Wisata meningkat 30%," - Sandiaga Uno, Menparekraf.

Selama wabah corona lalu, ada tiga Desa Wisata yang aku kunjungi yakni Desa Wisata Tikala di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Desa Wisata Bilebante di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Desa Wisata Bahoi di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Di mana ketiganya mampu mengubah perekonomian masyarakatnya.

Tak heran kalau Festival Kreatif Lokal (FKL) memang jadi salah satu upaya Adira Finance memulihkan ekonomi Indonesia. Ada tiga program utama dalam FKL yakni Desa Wisata Kreatif, Festival Pasar Rakyat (FPR) dan Jelajah Desa Wisata Ramah Berkendara. Lewat FKL, pelaku kreatif diharapkan bisa berkembang dan membuat Desa Wisata makin dikenal wisatawan dalam dan luar negeri, demi Indonesia semakin maju.

Dengan ratusan jenis bambu yang ada, Boonpring bisa saja menjadi sepopuler hutan bambu Arashiyama di Kyoto, Jepang sana. Sebagai icon wisata Kyoto, Arashiyama mampu memikat wisatawan dari seluruh dunia untuk berjalan atau bersepeda melintasi eksotisnya jalanan dengan pohon-pohon bambu rapi menjulang dengan cantiknya.

Tertata rapi dan begitu cantik, wisatawan bisa berjalan kaki hingga bersepeda di Arashiyama. Sebuah asa yang mungkin saja bisa terjadi di Boonpring dalam beberapa tahun lagi.

Karena ketika berada di Boonpring, kita seolah masuk ke dunia lain. Dari setiap batang-batang bambu yang berdiri penuh cinta, Boonpring siap menjadi wajah baru Indonesia.

Sumber:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun