Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Saat ini dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta di tunjuk sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Soulmate dan Mawadah wa Rahmah Kehidupan

19 September 2015   00:11 Diperbarui: 19 September 2015   00:26 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa tahun terakhir ini saya melakukan touring di sekitar western australia, dari Esperance, Albany, Denmark, Augusta, Margaret River, Bushelton, Pinjara, Corrow, Kalgoorie, Menzies dan menemukan satu trend yaitu banyak couple yg cukup senior kalau tidak boleh dikatakan Tua, yang terlihat spending time together dimasa tuanya. Saya ndak tahu apakah mereka adalah pasangan suami istri yg didapatkan di pernikahan pertama mereka atau di pernikahan lanjutan (bercerai dan menikah lagi). Pembelajaran yang saya dapat adalah we need soul mate utk bisa menikmati, menjelajahi dan mengarungi kehidupan. Soul mate yang mampu membayangimu kemanapun dirimu pergi. Se-iya se-kata, senasib sepenangungan. Ketika kami mengunjungi danau Ballard di North Menzies, sebuah danau yg memberikan hamparan garam tipis dipermukaan tanahnya yang mana ditengah tengahnya terdapat sebuah gumuk (bukit) dan jalan ke arah gumuk kita akan menemui "thinman", sebuah patung logam simbol laki laki, perempuan dan anak laki lakinya yg spending time di danau itu. Di danau yg unik ini kami menemukan banyak pasangan senior yg menghabiskan waktu di alam bebas, menikmati suasana hening dan gemerlapnya gemintang, berdua. Iya berdua! Saya jadi membayangkan apakah mungkin saya memiliki kesempatan seperti mereka?
saya yakin untuk bisa seperti mereka tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak tahapan tahapan yang diharus dilalui dan ditempuh. Anehnya konsepsi "mawadah wa rahma" banyak saya lihat disini. Disatu sisi saya memahami bagaimana menikah itu sebagai usaha untuk melengkapi "addien" kita, melengkapi pemahaman terhadap fenomena kemanusiaan dan lingkungan sekitar kita. Melengkapi untuk bisa hablummninal alam dan hablum minnas. Namun disisi lain, ketika sosok yang kadang "mengaku" sebagai pasangan kita cenderung "memaksakan" kehendak dan " mau"nya sendiri, akankah membawa kedamain dan ketentraman hati? atau malah membawa kepada suasana " hidup segan, matipun tak mau". Untuk masalah ini sebetulnya para "ambiyak" juga memberikan solusi kog. Ndak usa repot repot.....dahulu kala ketika Nabi Ibrahim mengunjungi Ismail yang beliau tinggalkan untuk beberapa lama di tengah padang pasir dan "hanya" berbekal mata air zamzam. Pada kunjungannya ini beliau mendapati Ismail sudah berkeluarga dan ketika dirumah di"sambut" Istri Ismail. Tiada disangka dan dinyana dalam kunjungannya ini Ibrahim sang Waliyullah memiliki "kesan" negatif terhadap menantunya ini. untuk itu si "Ibrahim" berpesan kepada Ismail yang dititipkan ke istrinya agar "mengganti Pintu". Dari Riwayat memang diketahui bila setelah mendapat pesan sang waliyullah ini Nabi Ismail menceraikan Istrinya dan memperistri seseorang lainya yang pada akhirnya menurunkan Nabiyullah Muhammad SAW.

Pembelajaran dari cerita ini adalah dimungkinkan sekali untuk meredevinisi "soulmate" kita bila prinsip prinsip yang kita percaya tidak bisa selaras dengan harapan hidup. Namun sayang dalam riwayat kisah nabi Ismail membangun bahtera rumah tangganya tidak dijabarkan secara lepas. Maksudnya tidak dijabarkan secara lepas adalah kita tidak pernah tahu sebetapa "galau" Ismail ketika mendapati kenyataan bila pasangan hidupnya adalah ibarat "duri dalam daging" sampai sampai bapaknya menyarakan untuk mengganti "pintu". Kedua, Kita tidak pernah tahu bagaimana bingungnya Ismail dalam menentukan pilihan berikutnya. Jangan jangan pilihannya nanti salah dan mengulang kesalahan yang sama, jangan jangan keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Ketiga, saya sudah membayangkann andai Ismail menemukan "the rigth soulmate" gimana sikap dia ya, apakah Ismail langsung diterima atau dia harus berliku liku untuk mendapatkan pasangan berikutnya yang tepat. Namun dari tiga pertanyaan dari kisah Ismail ini didapat kesimpulan bila for the next partner, Ismail tidak salah pilih.

Kembali ke carita awal disini bahwa hidup dan adventuring alam beda beda tipis lah, sebelas dua belas lah. Ketika kita mendapatkan pasangan yang tepat dalam perjalanan kita akan tergila gila untuk mengulang adventures lagi dan lagi dan lagi dan lagi tanpa bosan dan malah akan merancang pada next travel yang lebih menantang dan not forgetable. Sama halnya bila kita sedang advanturing mendapatkan partner yang kurang "easy going" kurang "fun" kurang "shareable" maka kedepan kita akan "aras-arasen" untuk bertraveling bersama lagi. Kebersamaan yang berulang itulah yang akan membantu saling memahi rasa, memahami asa dan memahami jiwa. Dari kepemahaman ini akan membangun keserasian dalam bertindak serta keselarasan dalam mengoptimalkan langkah.

keselarasan dan keserasian inilah yang dikenal dengan mawadah warahmah kehidupan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun