Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tempong

18 November 2018   14:25 Diperbarui: 18 November 2018   14:49 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Sesuai jadwal kantor. Bahwa hari ini adalah rapat guru. Seluruh guru menyimak apa yang disampaikan kepala sekolah. Baik Guru laki-laki maupun perempuan, kumpul jadi satu. Mendengarkan program baru Kepala Sekolah. Namun, di situ, ada satu guru baru, guru muda, masih perawan, dan cantik. Selama rapat menjadi perhatian semua Bapak-bapak, baik yang sudah berkeluarga atau belum semuanya menaruh perhatian kepadanya. Ketika ada salah satu temannya mengingatkan, kepada Bapak yang lebih tua, supaya menjaga dan menundukkan pandangan. Bapak tua itu menjawab "maaf khilaf." Temannya nyengir memakluminya.

Selesai rapat, semua guru buyar. Keluar dari ruang rapat. Kebetulan Pak Agus duduk dibelakang samping pintu. Ketika Ibu Guru muda itu lewat, tepat samping pintu berjejer lurus dengan Pak Agus, tanpa ba bi bu, seakan ada yang menggerakkan dan bertindak secara otomatis, kebiasaannya muncul. Seketika itu pula terdengar bunyi "bug" dengan mantap. Tanpa dikomando, Ibu Guru Muda itu menjerit. Suaranya terdengar sampai ke kelas sebelah. Semua murid yang mengerjakan tugas di kelas, berhamburan keluar mencari sumber suara. Kepala sekolah yang baru saja melepas lelah di kursinya, langsung tergopoh-gopoh menuju ruang guru. Kaca mata yang barus saja diletakkan itu disambarnya kembali. Bapak-bapak dan ibu Guru yang berada di lokasi kejadian, melongo. Dan semua mata, hampir bersamaan, bergerak secara serentak, menatap tajam Pak Agus yang sedang tersenyum getir. "Maaf, tak sengaja," kata pak Agus malu.

"Ehem." Bapak Kepala Sekolah muncul, dan membuyarkan suasana. Sementara Ibu Guru Muda tadi, nangis sesenggukan di ruang BP sekolah. "Pak Agus, mohon temui saya di ruang kepala," kata Bapak Kepsek. "Ya Pak," jawab Pak Agus. Sementar di tempat lain, Wakil kepala sekolah, mengamankan murid-murid yang terlanjur berhamburan keluar. "Tenang, tenang, tidak ada apa-apa," katanya menjelaskan kepada anak-anak. "Ayo kembali ke kelas lagi."

Merasakan suasana yang kurang bersabat. Pak Agus kirim pesan kepada istrinya, melalui whatsapp. Ia bercerita banyak tentang kejadian tadi. Pada akhirnya, ia meminta kepada istrinya, untuk ikut datang menghadap kepala sekolah, barangkali bisa menerangkan tentang kebiasaannya dan siapa tahu tahu dapat meringankan hukuman.

"Pak Agus, tolong jelaskan alasan Bapak! Mengapa melakukan tindakan asusila kepada guru muda itu. Bapak tahu? Siapa dia?" Tidak pantas seorang Pendidik melakukan hal seperti itu. Guru harus bermoral," tanya Kepala Sekolah.

Pak Agus tahu, ia tidak boleh langsung menjawab pertanyaan itu, ia harus lebih banyak mendengarkan apa yang akan disampaikan kepala sekolah, ceramahnya dan sekaligus sanksinya.

Bapak Kepala sekolah melepas nafas panjang. Kemudian melanjutkan.

"Beliau adalah anak Pengawas yang sengaja ditugaskan di sini, untuk menjadi tempat latihan, dan  sekaligus sebagai contoh bagi-bagi guru di sini. Ia, Bu Rina, guru muda itu, meski masih muda, sudah mendapatkan banyak materi pengajaran dari ayahnya. Ayahnya sendiri yang mendidiknya, untuk menjadi guru yang profesional. Ia menjadi corong bagi kita. Dan sekaligus memberikan nama baik bagi sekolah kita ini. Kalau sudah begini permasalahannya terus bagaimana saya harus menjelaskan kepada ayahnya. Bisa-bisa kita akan mendapatkan marah besar dari sang pengawas. Citra Sekolah kita akan buruk, karena tenaga pendidiknya melakukan tindakan asusila."

Kepala sekolah itu melepas kacamatanya. Kemudian, menutup mata sejenak. Seakan menangung beban yang berat. Lalu memikirkan solusi dari permasalahan ini.

"Kita harus cepat-cepat minta ma'af kepada Bu Rina, sebelum melapor ke ayahnya. Apakah Bapak berani minta maaf?" tanya kepala sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun