Kota Masa Depan Bukan Sekadar Gedung Tinggi: Refleksi dari Surabaya
Membayangkan kota masa depan adalah sebuah refleksi yang menarik sekaligus menantang. Kota bukan hanya sekadar kumpulan bangunan, jalan, dan pusat aktivitas ekonomi, melainkan juga ruang hidup yang memengaruhi kualitas kehidupan masyarakatnya. Kota adalah tempat di mana manusia berinteraksi, bekerja, belajar, berekreasi, dan menumbuhkan identitas sosial-budaya. Karena itu, refleksi mengenai kota masa depan tidak bisa dilepaskan dari pertanyaan mendasar: kota seperti apa yang kita harapkan di masa mendatang, dan bagaimana langkah-langkah nyata yang bisa dilakukan sejak sekarang untuk mewujudkannya?
Kota masa depan idealnya adalah kota yang berkelanjutan, inklusif, adaptif terhadap perubahan zaman, serta mampu menghadirkan kebahagiaan bagi warganya. Ia bukan sekadar pusat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga ruang hidup yang aman, ramah lingkungan, dan mendukung terciptanya keadilan sosial. Untuk memahami gagasan ini secara konkret, penting untuk menengok contoh nyata dari sebuah kota yang sudah berupaya menuju arah tersebut. Surabaya, sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, menjadi salah satu contoh refleksi yang relevan. Perjalanan transformasi Surabaya dalam dua dekade terakhir menunjukkan bahwa membangun kota masa depan bukan sekadar mimpi utopis, melainkan sebuah proses yang bisa diwujudkan melalui komitmen, kepemimpinan yang visioner, dan partisipasi masyarakat.
Surabaya dikenal sebagai kota pahlawan dengan sejarah panjang perjuangan bangsa. Namun, dalam konteks kontemporer, Surabaya juga menjadi laboratorium kebijakan perkotaan yang patut diperhatikan. Di bawah kepemimpinan yang konsisten, kota ini mengalami transformasi besar dalam aspek lingkungan, ruang publik, tata kelola, dan inovasi pelayanan masyarakat. Salah satu keberhasilan Surabaya yang paling menonjol adalah dalam bidang pengelolaan lingkungan. Kota ini dikenal berhasil mengurangi sampah rumah tangga melalui sistem pemilahan sampah dan penguatan bank sampah di tingkat RT/RW. Program ini bukan hanya berdampak pada berkurangnya volume sampah di TPA, tetapi juga membentuk kesadaran kolektif warga akan pentingnya menjaga lingkungan. Taman-taman kota yang dulu jarang ditemui kini hadir di berbagai sudut kota, berfungsi sebagai paru-paru kota sekaligus ruang rekreasi gratis bagi warga. Refleksi dari sini adalah bahwa kota masa depan harus menempatkan isu lingkungan sebagai prioritas utama pembangunan, bukan hanya pelengkap.
Selain itu, tata ruang publik di Surabaya juga patut diapresiasi. Jalur pedestrian diperlebar, fasilitas ramah disabilitas mulai diperhatikan, dan ikon-ikon kota diperindah serta dijadikan ruang interaksi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan kota masa depan tidak selalu identik dengan gedung pencakar langit, melainkan dengan ketersediaan ruang publik inklusif yang memberi kebahagiaan sederhana bagi warga. Refleksi ini menegaskan bahwa ruang publik adalah jantung kota yang mampu memperkuat ikatan sosial.
Namun, Surabaya juga menghadapi tantangan besar, terutama di sektor transportasi. Pertumbuhan kendaraan pribadi terus meningkat sehingga memicu kemacetan. Transportasi publik yang lebih modern dan terintegrasi masih menjadi pekerjaan rumah. Program inovatif seperti Suroboyo Bus, yang memungkinkan penumpang membayar dengan sampah plastik, memang menjadi langkah kreatif, tetapi skalanya masih terbatas. Dari sini kita bisa merefleksikan bahwa kota masa depan harus berinvestasi lebih serius dalam transportasi publik ramah lingkungan agar mobilitas warga lancar sekaligus mengurangi polusi udara.
Surabaya juga menjadi contoh kota yang serius membangun masa depan melalui pendidikan dan kesehatan. Program pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, pembangunan sekolah negeri yang merata, serta penyediaan perpustakaan modern di berbagai kawasan, menunjukkan komitmen kota ini untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di bidang kesehatan, Surabaya dikenal dengan keberhasilan posyandu dan layanan kesehatan gratis di puskesmas. Semua ini menunjukkan bahwa kota masa depan harus memastikan akses setara bagi semua warganya terhadap layanan dasar. Refleksi yang dapat diambil adalah bahwa pembangunan kota tidak boleh hanya terfokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga harus pada penguatan modal manusia.
Salah satu kekuatan utama Surabaya adalah keterlibatan warganya dalam menjaga dan membangun kota. Program kampung tematik, seperti kampung lawas dan kampung wisata, adalah bukti nyata bahwa masyarakat bisa menjadi aktor pembangunan. Dengan gotong royong, masyarakat Surabaya membangun identitas kampungnya masing-masing, memperbaiki lingkungan, dan bahkan menjadikannya destinasi wisata lokal. Hal ini memberi refleksi bahwa kota masa depan adalah kota yang lahir dari kolaborasi pemerintah dan warganya, bukan hanya hasil perencanaan top-down.
Selain pembangunan fisik dan sosial, Surabaya juga berupaya menuju konsep smart city. Pemanfaatan teknologi informasi dalam layanan publik, seperti aplikasi untuk pengaduan warga atau sistem online dalam perizinan, mempermudah interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Kota masa depan memang dituntut untuk adaptif terhadap perkembangan teknologi digital. Namun, refleksi penting dari Surabaya adalah bahwa smart city bukan sekadar soal teknologi, melainkan juga soal keberlanjutan sosial dan partisipasi aktif warga.
Meski banyak kemajuan, Surabaya tetap menghadapi tantangan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi menuntut perencanaan tata ruang lebih adaptif. Persoalan banjir akibat perubahan iklim juga masih menghantui. Selain itu, kesenjangan antara pusat kota dan pinggiran masih terlihat, terutama dalam hal infrastruktur dan akses terhadap layanan publik. Refleksi dari tantangan ini adalah bahwa kota masa depan harus mampu menyeimbangkan antara pusat dan pinggiran agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan.
Selain itu, membayangkan kota masa depan melalui lensa Surabaya juga mengajarkan pentingnya fleksibilitas dalam perencanaan kota. Perubahan iklim, dinamika ekonomi global, dan perkembangan teknologi menuntut kota untuk selalu beradaptasi. Surabaya, misalnya, mulai mengantisipasi dampak perubahan iklim dengan memperkuat sistem drainase dan menanam pohon di kawasan rawan banjir. Langkah ini menunjukkan bahwa kota masa depan tidak bisa statis, tetapi harus lentur menghadapi tantangan baru yang tidak selalu bisa diprediksi.