Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kopi Kita

12 Maret 2020   17:20 Diperbarui: 4 April 2020   23:09 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kucuran suara air kopi terdengar merdu. Kepulan asap mewangi di sekitar tempat ini. Suara denting sendok menyentuh bibir cangkir mengiringi sepasang mata yang saling bertatapan saat bibir kita secara bergantian menyentuh hangatnya kopi di dalam secangkir kopi pagi ini.

Suara seruput terdengar pelan. Rasa puas terukir di bibirmu saat meneguk kopi yang sengaja aku buat dengan sepenuh hati kusus buatmu. Ada cinta di kopi kita pagi ini.

Kopi susu yang selalu aku pilihkan buatmu. Pagi ini kunikmati bersamamu di antara perpaduan antara pahitnya kopi dan manisnya susu. 

Katamu rasa kopi susu pagi ini seperti amarah dan kerinduan yang telah menyatu, aku meraciknya supaya seimbang kusus untukmu. 

Engkau berbisik pelan di telingaku. Ada seribu satu kisah tersembunyi di dalam secangkir kopi susu yang tengah kita cecap bersama pagi ini.

Kubalas bisikan lembutmu, "Jangan takut.  Engkau tidak sendiri, karena aku akan selalu ada untukmu."

Engaku dan aku bagaikan pahitnya kopi dan manisnya susu yang telah menyatu. Sebab aku dan engkau telah menyatu di dalam secangkir kopi rasa susu.

Adsn1919

Catatan: puisi ini juga tayang di secangkirkopibersama.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun