Mohon tunggu...
Apri Andrianto
Apri Andrianto Mohon Tunggu... Administrasi - Publik

Life is the art of drawing without an erase.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Otonomi Daerah dan Desentralisasi Desa, serta Pemberdayaan Masyarakat Desa

13 Agustus 2020   23:36 Diperbarui: 21 Agustus 2020   18:40 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Desentralisasi merupakan sebuah konsep yang mengisyaratkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah ditingkat bawah untuk mengurus wilayahnya sendiri. Desentralisasi bertujuan agar pemerintah dapat lebih meningkatkan efisiensi serta efektifitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat. Artinya desentralisasi menunjukkan sebuah bangunan vertikal dari bentuk kekuasaan negara. 

Di Indonesia dianutnya Desentralisasi kemudian diwujudkan dalam bentuk kebijakan Otonomi Daerah.  Otonomi Daerah pada dasarnya adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hak tersebut diperoleh melalui penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan keadaan dan kemampuan daerah yang bersangkutan. Otonomi Daerah sebagai wujud dari dianutnya asas desentralisasi, diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. 

Karena kewenangan yang diterima oleh Daerah melalui adanya Otonomi Daerah, akan memberikan “kebebasan” kepada Daerah. Dalam hal melakukan berbagai tindakan yang diharapkan akan sesuai dengan kondisi serta aspirasi masyarakat di wilayahnya. Anggapan tersebut disebabkan karena secara logis Pemerintah Daerah lebih dekat kepada masyarakat, sehingga akan lebih tahu apa yang menjadi tuntutan dan keinginan masyarakat.

Pada era Orde Baru pelaksanaan desentralisasi serta demokratisasi kurang berhasil. Ketika memasuki Era Reformasi, maka banyak orang yang percaya bahwa di era ini akan terjadi perubahan kearah yang lebih demokratis di seluruh lapisan serta aspek kehidupan masyarakat. Sebuah era dimana berbagai perubahan besar pada tata kehidupan sosial politik bangsa ini banyak dilakukan. 

Produk Orde Baru yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat yang sedang berubah ini kemudian diganti atau bahkan dihilangkan sama sekali, termasuk berbagai peraturan serta perundang-undangannya. Perubahan-perubahan tersebut dimaksudkan untuk membawa bangsa ini menuju sebuah era masyarakat yang lebih demokratis. Salah satu hal yang juga ikut berubah dalam arus besar ini adalah mengenai kebijakan Otonomi Daerah.

Sebenarnya masalah Otonomi Daerah sudah mendapat perhatian khusus bahkan sebelum periode Orde Baru berkuasa. Tercatat ada beberapa Undang-Undang atau peraturan yang dikeluarkan pemerintah yang menyangkut hal ini. Pada masa Orde Baru sesuai dengan pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, pelaksanaan Otonomi Daerah juga diterapkan akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Semangat demokrasi yang tercermin dalam UU No. 32 Tahun 2004 yakni pada pasal 200 sampai 216, dengan dikembalikannya status desa kepada masyarakat adat, tidak lagi diatur dalam uniformisasi, hingga masyarakat desa selaku masyarakat adat berhak membangun dirinya sendiri, menyelesaikan persoalan mereka sendiri yang bukan mustahil akan berbeda antara satu desa dengan desa lain, antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.

Dalam UU No. 32 Tahun 2004, yang dimaksud desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kasatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesial dan berada di daerah kabupaten. Dengan ketentuan seperti ini, maka desa yang dibentuk didaerah kabupaten memiliki otonomi yang sangat luas, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Kemandirian Pemerintah desa dapat dilihat dari pemilihan kepala desa, yang dipilih langsung oleh penduduk setempat tanpa keterlibatan pihak luar dalam aspek-aspek yang menentukan seperti penetapan calon dan lain sebagainya.

Hasil pemilihan tadi kemudian ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan akan disahkan oleh Bupati. Selain itu kehadiran Badan Permusyawaratan Desa yang berfungsi sebagai Badan legislatif di Desa, juga telah menunjukanbahwa masyarakat Desa memiliki sebuah institusi demokratis yang otonom sebagai representasi dari keinginan seluruh masyarakat Desa, artinya segala hasil dari Lembaga ini merupakan cerminan dari keinginan masyarakat Desa. 

Kehadiran lembaga ini sekaligus juga menunjukkan adanya skema pembagian Pemerintahan Desa menjadi Lembaga Legislatif yakni BPD dan Pihak Eksekutif yakni Kepala Desa. Jadi kedudukan Pemerintahan Desa akan cenderung berimbang dan terdapat sebuah mekanisme Check and Balance dalam pelaksanaannya.

Kewenangan besar yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah, dapat memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai local. Nilai-nilai lokal ini tentu akan sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Masing-masing berbeda karena berbagai faktor yang mempengaruhinya sehingga memunculkan ciri khas masing-masing Daerah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun