Seluk beluk jemalaku kau ubah menjadi mayapada. Kau berdiam dalam tiap sudutnya. Disana, kau betah berlama-lama. Berbincang tentang silam yang muram, atau esok yang penuh harapan. Menanti ujung jemariku tuliskan sebuah cerita. Manapun tak masalah. Masih kau tokoh utamanya. Hingga lahir puisi, seiring arunika membasuh mimpi malam tadi.
Kubuat kolase sederhana tentang bahagia. Langit yang senja dan wajahmu tanpa dura. Perpaduan paling indah mayapada. Sebelum hujan datang, memberi arti bagi kesedihan. Sebelum baskara tiba, kutunda sebentar takdir yang tergesa memberi mala. Biar saja waktu berjalan lambat. Agar bisa kupandangi lekat-lekat. Kolase sederhana tanpa rumit rasa pun cita.
Kasih, engkau menjelma terang. Lebih pendar dari kerlip gemintang. Di palung dalam ingatan, kau patri sebuah kenang... Kita, yang saling berpagutan tanpa nalar.
- Jakarta, 14 Mei 2020 -