Renjana, senja di batas kota guratkan kesumba. Kali ini lebih lama dari biasanya. Mungkin ia ingin bercerita. Lebih banyak tentang suka tanpa sungkawa. Merekah seutas senyum di bibirku yang sudah lama lupa. Tentang rasa-rasa sebelum kamu ada.
Kulihat camar beterbangan menuju pulang. Beradu cepat di selipan gemawan. Tak sabar kembali ke peraduan. Sayang, aku ingin lebih lama tinggal. Memastikan narpati masih memiliki takhta. Yang kokoh tak lekang oleh kala.
Hei! Kita beradu dengan waktu. Siapa yang lebih cepat sampai pada usai. Jika kita ingin usai. Seketika jika menjadi kata yang bersahabat. Berlarian di jemala menanti tempat. Kapan nubuat akan mematri nama kita, sedang Tuhan belum sempat merekat.
Puisi ini, Renjana, belumlah usai. Masih ingin terus merangkai aksara. Membuat tubuh tubuh lain dengan narasi berbeda. Bagaimana aku bisa, sedang kita tak kemana-mana. Hanya menunggu, akankah Tuhan siapkan tempat untuk memadu.
Dan mereka bilang, cinta hanya bisa ke satu.
- Jakarta, 11 November 2019 -