Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lelungit di Bawah Langit Kesumba...

8 April 2019   09:29 Diperbarui: 8 April 2019   09:47 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image: larry stockstill)

Sebuah ode untuk rasa yang jentaka. Bertahan pada daun yang mengalum perlahan. Jatuh di atas bentala, bermandikan sekelebat baskara. Sebelum akhirnya tersedan. Sang netra menutup ronyok tak bernyawa. Di bawah gagahnya langit kesumba, sewaktu senja.....

***

Sejak awal rasa ini adalah santau. Kau adalah kertau. Meracuni atma hingga calar-balar. Liar. Sesuatu yang tak bisa kujelaskan dengan gamblang. Menghabisiku dalam sekejap tatap. Membuat seluruh kata kacau menjadi racau yang nirmakna..... Hei, aku terperangah! Pada sergap mata yang buyarkan nyata. Membawa segulung awan hitam ke dalam dada. Melahirkan bulir-bulir hujan syahdu, menganyam aksara di setubuh rindu. Hingga menjelma sebuah rasa. Sebuah lelungit. Kelak pahit.....

***

Pada kepahitan itu, ketidakmungkinan tunggal bermuara di gelita kedalaman matamu. Sebuah tempat, janabijana, dari segala doa yang kulantun pada langit. Sebuah tempat, palung sepaling legam, pelataran rebah seluruh aksara yang lelah. Pada kepahitan itu, ketidakmungkinan tunggal tetap tinggal tanpa ada rua 'tuk berpulang. 

***

Dentang tiga..... Lamunan buyar seketika. Ada rinai turun dari bumantara. Terjuntai indah, tiap bulir jatuh mencium bentala. Kala waktu sedang megah-megahnya disanjung manusia. Demi sebuah sukacita... atau sungkawa? Ah, di luar rintik masih gemericik. Menggelitik diorama paling ujung ingatan. Tempat hal-hal usang berlabuh... dan karam.

Sehirup nafas kupanjatkan ucap. Tertangkup tangan meminta seikat berkat. Debar jantung menunggu semesta dan malaikat. Mengamini seluruh doa tanpa banyak cakap.

***

Wahai.....Biarlah lahir sebuah ode.Untuk rasa yang jentaka.Untuk sang khayal jemawa.Yang hanya berani membara di jemala.....


- Jakarta, 07 April 2019 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun