Mohon tunggu...
Lidia Rabka
Lidia Rabka Mohon Tunggu... -

It's Only My Opinion

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

UU Pilkada, Satu dari Sekian Korban

2 Oktober 2014   00:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:44 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menulis ini hanya sebagai catatan pribadi saja, bukan untuk apa-apa, apalagi untuk siapa-siapa. Kegemuruhan dan kemarahan dari masyarakat bisa dirasakan pada saat DPR memutuskan untuk meloloskan UU tentang Pilkada dimana Pilkada tidak lagi dilakukan secara langsung akan tetapi melalui mekanisme tidak langsung lewat DPRD.

Banyak kekecewaan, caci makian, bahkan sampai hinaan yang dilayangkan kepada Presiden kita, karena dianggap tidak memperjuangkan hal ini.  Saya bukan orang politik dan tidak mengerti politik.  Akan tetapi yang dapat saya lihat dari kejadian kemarin adalah bahwa menurut pandangan saya pribadi sebuah pertunjukan politik yang dimainkan oleh partai-partai koalisi (sebut saja, akan menjadi oposisi dari pemerintahan selanjutnya).  Sebenarnya ini adalah suatu sinyal atau tanda dimana proses saling menjaga (kalau meminjam istilah politik di luar negeri disebut Check and Balancing) antara pemerintahan dengan DPR.

Dengan kondisi seperti itu, sinyal bahwa oposisi akan memainkan perannya melalui parlemen, dalam hal ini DPR, dengan mengatas namakan penyeimbang pemerintahan.  Apabila pemerintah yang baru dan partai pemenang serta partai koalisi pemerintah tidak segera melakukan lobby lobby politik, maka menurut kaca mata saya pemerintahan 5 tahun ke depan akan menjadi pemerintah yang menarik dan penuh dengan gunjang ganjing.  Betapa tidak, kekuatan koalisi oposisi akan melakukan berbagai cara untuk ber seberangan dengan pemerintah.  Dan melihat jumlah suara mereka yang lebih besar, maka dalam keputusan voting dapat dipastikan hampir selalu mereka akan menang.

Itulah sebabnya diatas saya katakan bahwa UU Pilkada ini sebenarnya adalah "korban" dari pemberian sinyal yang jelas dari partai koalisi oposisi.  Akan banyak lagi produk-produk UU dan kebijakan lainnya yang nanti akan lahir dalam kondisi berlawanan ini.  Memang banyak orang menaruh harapan kepada MK untuk meninjau bahkan mungkin membatalkan produk-produk tersebut.  Akan tetapi waktu dan konsentrasi akan terbuang untuk secara terus menerus mengawal hal tersebut.

Sebenarnya pintu negosiasi bisa saja terbuka ketika ada celah dari kader partai yang ingin merapat ke JK.  Akan tetapi karena tidak adanya kepastian posisi tawar kekuasaan (kursi menteri), maka opsi ini kemudian tidak dijalankan oleh kader-kader tersebut.  Dengan jumlah suara yang cukup bisa diperhitungkan partai tersebut seharusnya bisa menjadi penyeimbang pendukung partai pemerintah baru, sehingga apabila terjadi voting maka kebijakan yang diinginkan pemerintah baru bisa dimenang.  Mudah-mudahan ada peluang lagi untuk renegosiasi.

Dalam kesimpulan, melihat kuatnya keinginan dari partai pemerintah beserta koalisinya untuk melakukan "perubahan" di Indonesia, maka kita doakan mereka bisa bekerja dengan baik dan benar.  Sedangkan kita juga harus berlaku fair kepada partai koalisi oposisi, mereka akan memainkan perannya sebagai penyeimbang, mudah-mudahan power ini tidak dipergunakan secara serampangan, dan bukan ujungnya jadi politik balas dendam.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun