Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seluas Luka Sedalam Cinta "Anak Santri"

8 Desember 2019   10:53 Diperbarui: 8 Desember 2019   11:11 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/jt2tuwpihi3tj7

"Iya nih, gila, tiga tahun, summa cumlaude lagi! Mm.. memangnya kamu udah betulan membuang ingatan tentang siapa tuh..." ucap Rini yang juga sahabatku.

"Ustaz Arif ... !!!" seru mereka serentak.

Mataku seperti ingin terjungkal keluar. Aku memberikan isyarat kepada mereka untuk diam. Aku memang melupakannya, tetapi tidak betul-betul lupa. Cara melupakan seseorang secara mudah adalah berusaha memanjakan diri dengan kesibukan. Aku menjadi was-was ketika setelah ini aku tidak sesibuk dulu dan mungkinkah aku kembali teringat?

"Udahlah paling habis ini kamu langsung diciduk sama perusahaan, toh lulusan terbaik gitu." ucap Rini seolah bisa membaca isi hatiku.

"Yaudah gitu aja terus sampai dikhitbah Mas Ustaz Arif. Eeh.. tapi, dia gimana kabarnya ya Lis? Udah punya anak belum ya?" canda Manda, Rini menahan tawa sampai cegukan.

"Salah pertanyaanya! Tanyanya tu harusnya 'dia udah punya istri belum?' begitu!" ucapku membenarkan. Aku tersenyum pelit karena mereka sepertinya benar-benar berpikir aku sudah melupakannya. Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar, tetapi sejujurnya aku masih belum.


Hari ini adalah salah satu hari yang membahagiakan dalam hidupku. Aku merasa seperti putri kerajaan dengan mahkota toga di atas kepala. Walaupun hanya berwarna hitam, tetapi ada kilauan yang terasa membanggakan. Tanganku yang dipenuhi buket bunga melemas, menjatuhkan semuanya di lantai. Untuk pertama kalinya, ia menatapku tajam. Napasku susah terkendali, mataku kaku berkedip, badanku gemetar. Ia begitu fokus menatapku sambil terus melangkah mendekat. Sampai akhirnya ujung kaki kita saling bertemu. Ia, seseorang yang telah lama aku lupakan, tersenyum begitu manis di hadapanku. "Arif?" ucapku lemas.

"Bruk...!!!"

Aku mencium bau-bau khas balsam yang tercampur minyak kayu putih. Kurasakan pipiku dikecup Ibu lembut. Rini sibuk mengipasiku pelan-pelan.

"Tehnya diminum dulu Lis." pinta Manda. Ibuku langsung mengambil gelas itu dan menyodorkan sedotan ke arahku.  Raut wajah mereka terlihat sekali khawatir. Aku bahkan tidak mengerti apa-apa. Sepertinya kepalaku tertimpa benda berat atau semacamnya.

"Kamu tuh buat kita semua khawatir, Lis. Tiba-tiba pingsan, kalau capai seharusnya kamu istirahat.saja! Segalanya kalau dipaksakan itu nggak baik." kata Rini ketus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun