1. Anak adalah Subjek Perlindungan, Bukan Objek Seksual
  Dalam berbagai hukum nasional maupun konvensi internasional seperti Konvensi Hak Anak (KHA), anak diakui sebagai individu
  yang memiliki hak-hak khusus, termasuk hak atas perlindungan dari segala bentuk eksploitasi seksual. Melihat anak sebagai objek
  fantasi seksual adalah bentuk paling ekstrem dari perampasan martabat dan agensi mereka sebagai manusia.
2. Fantasi Bisa Berujung Aksi Nyata
  Tidak sedikit kasus kekerasan seksual terhadap anak yang bermula dari "fantasi" di ruang maya. Ketika pelaku merasa mendapat
  "validasi" dari grup yang serupa, ia terdorong untuk bertindak di dunia nyata. Artinya, ruang digital bukan hanya mencerminkan
   pikiran pelaku, tetapi juga bisa memperkuat jaringan kejahatan seksual terhadap anak secara terstruktur.
3. Anak Tidak Bisa Memberi Persetujuan
  Segala bentuk relasi seksual antara anak dengan orang dewasa adalah kekerasan, bukan hubungan suka sama suka. Dalam konteks
  inses, situasi menjadi lebih kompleks karena sering melibatkan relasi kuasa ayah, paman, kakek yang menyulitkan anak untuk