Sandikala,
ini ketika waktu dan daya bertiwikrama jadi jarak,
ketika batas gagahi inti,
dan pusat setubuhi tepi dalam rupa veduta**) atau batara kala?
ketika remah-remah wacana berkelindan dalamÂ
sekat-sekat wajah dasamuka.
Sandikala,
titik rentan alihan dari 'terang wicara' ke 'gulita sepi',
titik lupa 'keterberian' yang terhampar di luarÂ
tenun berpendar,
yang diintai, dikepung dan senantiasa digerus
wajah-wajah angkara  dalam tenunan terang wicara yang enggan bersaksi
tentang  pernik-pernik cahaya kesepian terkepung gulita.
Sandikala,
ini ketika narasi telanjangi sejarah,
dan riwayat formasi jelujuri cerita-kisah,
yang terang pun terburai pecah dalam bising celotehÂ
rindukan sarang syahwat tergerah.
Bak batara kala telan 'terang perkara' ke dalam gulita 'sengketa',
bak terbukanya pandora penyulut bara.
Masih jugakah kita bersikukuh dalam keterpakuan dan ilusi andalan pada
'jagad lingkar kecil' shaktinya Laksmana yang mulai terdera luruh?
Masih jugakah tak hendak beranjak sedikit lebih ke tepi?
Inikah keadilan??
*) senjakala
**) Gambar lukisan yang sangat detil
Bekasi, 15 September 2018