Suharto berpikir, “bagaimana bisa ia menangkap atasannya, orang yang paling berjasa atas lengkapnya persenjataan pasukan di Yogyakarta dan dikagumi banyak serdadu Yogya, sementara saya sendiri adalah pengikut Sudarsono” tapi Suharto amat hati-hati ia membalas surat Sukarno “ia akan menangkap Sudarsono bila ada perintah dari Jenderal Sudirman”.
Konflik 3 Juli 1946 ini menjadi amat jelas bagi kita bagaimana menilai kemampuan Suharto dalam manajemen konflik dan mengerti atas situasi, ia mendapatkan pelajaran ‘Bahwa kekuasaan bukanlah selalu orang yang berada di atas posisinya, tapi kekuasaan adalah mereka yang secara realitas memegang kekuatan dan kendali atas keadaan’.
Suharto mengerti saat itu bukan Sukarno yang memegang kendali kekuasaan, tapi Sudirman dan Tan Malaka – soal ini secara jelas diungkapkan banyak sejarawan pada waktu itu tentang pola kekuasaan di Indonesia selama masa revolusi bersenjata 1945-1949. Suharto tak mau melakukan tindakan sebelum tahu jelas sekali situasi dan tak mau bertindak sebelum mengerti siapa yang memegang kendali keadaan.
Inilah yang kemudian menjadikan Suharto selalu memenangkan sejarah, dan ucapan paling fenomenalnya “PKI berada dalam penculikan para Jenderal” di awal Oktober 1965 menunjukkan bahwa memang Suharto memiliki informasi amat lengkap sebelum kejadian dan bukan merupakan spekulasi. Inilah yang membedakan Suharto dengan pelaku sejarah lainnya.
Inilah yang menjelaskan kenapa Sudjiwotedjo mengatakan ‘Siapa Bapak Kandung Suharto?” kekuatan tanpa rasa minder, seperti ketika Suharto disindir oleh Mayjen S Parman sebelum kejadian 1965, “Suharto itu siapa, pendidikannya apa, arep melu-melu ngurus negoro” yang dicatat dalam Buku Subandrio.
Juga beberapa catatan sejarah tentang para Jenderal yang berpendidikan tinggi dan mengejek Suharto apalagi ketika Suharto dengan lihai menggantikan posisi Bung Karno sebagai Presiden RI di tahun-tahun awal kekuasaannya, Suharto selalu menerima banjir ejekan atas dirinya yang kurang berpendidikan dan memiliki masa lalu tak jelas.
Keadaan itu dijawab Suharto dengan tenang termasuk ketika ia mengadakan konferensi pers saat itu di tahun 1974, ramai sekali perdebatan siapa Bapak Kandung sesungguhnya Suharto.
Bahkan Mashuri bekas tetangga Suharto dan mantan Menteri Pendidikan memberikan keterangan bahwa Suharto adalah anak keturunan Cina (seperti yang diungkapkan Elson dalam bukunya).
Saat itu ramai spekulasi bahwa Suharto adalah anak kandung Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, artinya dia adalah adik kandung Sri Sultan Hamengkubuwono IX, ada juga yang menyatakan bahwa ayah kandung Suharto adalah “orang yang memegang payung kuning Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Namun spekulasi-spekulasi itu dijawab tenang oleh Suharto dalam konferensi pers : “Saya adalah anak Petani”......
Ya, Suharto adalah anak petani yang secara politik bisa mengalahkan Sudarsono, DN Aidit, Sukarno, Hatta, Nasution dan seluruh orang besar di negeri ini yang mustahil dikalahkan, secara politik ia hanya dikalahkan oleh umurnya sendiri..............