Pancasila terbangun dari landasan teoritis, yakni dalam kerangka bangun hierarkis filsafat yang terdiri dari tiga tingkatan yang sangat mendasar sekali, dimana tingkatannya adalah :
1. Filsafat merupakan "falsafah" yang berisi butir-butir kebijaksanaan yang tersebar dalam suatu kebudayaan yang disebut filsafat non eksplisit.
2. Suatu filsafat secara tegas memberitahukan posisinya, memaparkan secara jelas asumsi, aksioma dan argumentasinya.
3. Filsafat kritis sebagai sebuah tipe filsafat yang matang, dalam filsafat kreatif orang akan dibuat bebas dari keterikatan terhadap model-model spesifik pemikiran filsafatnya.
Pertanyaannya, mampukah filsafat pancasila di dorong kapasitasnya mencapai kepadaa ketiga tingkatan itu?
Tentu mampu, karena pancasila sebagai nilai-nilai dasar dapat menjadi referensi kritik sosial dan budaya, fungsi ini sangat relevan dengan arus besar reformasi khususnya dalam tampilan pancasila mengeritik dan menunjukan aspek-aspek negatif kondisi sosial budayanya.
Pancasila juga dapat menjadi  sumber inspirasi dan memberi inspirasi untuk membangun suatu tatanan sosial budaya yang memiliki corak yang khas, hal ini erat kaitannya dengan kebutuhan yang urgent dari bangsa ini untuk merumuskan strategi kebudayaan bagi Indonesia baru.
Dalam artian memiliki ciri khas tersendiri dengan kebudayaan yang baik, maju, berkembang pesat dan selaras perkembangannya dengan dunia global dalam bingkai negara yang berdasar pada pancasila dan UUD 1945.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI