Genap Tujuh bulan, aku mengenali sosok sahabat yang memiliki jiwa merdeka dan independen. Sikap dan perilaku sahabatku ini terlihat sangat bersahaja dengan sinar aura yang padat dan bercahaya. Dalam fikirannya yang selalu terbuka tersimpan impian yang tidak mudah dipatahkan siapapun, kecuali atas kehendak-Nya. Keberserahan menjadi senjata pamungkas yang sulit ditebak oleh siapapun, kawan maupun lawan. Sementara keluguannya menjadi cermin setiap orang yang mengenali watak dasarnya sendiri. Sementara, kepentingan pribadinya jauh tersembunyi diketiak solidaritasnya di setiap pergaulan. Yang nampak di depan kelopak matanya hanya kekuasaan Allah yang mengatur dan mengalirkannya melalui kejadian-kejadian.
Perjalanan hidupku bersamanya, tidak mengisyaratkan basa-basi. Ia eksis karena ia ada, bersama jiwa-jiwa yang ikhlas dan istiqomah, serta berkeyakinan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi dibawah kendali Yang Maha Sempurna. Ia sangat mengerti apa yang orang lain inginkan darinya. Dan iapun sangat memahami apa yang tidak bisa orang lain mengerti dari dirinya. Semua yang ada di luar, berawal dari dalam dirinya.
Sebagai manusia biasa ia juga punya marah, ia punya kecewa dan iapun memiliki gelisah, namun ia selalu berusaha menepis sikap dengki dan sikap-sikap lainnya yang mencemari fikiran dan hatinya. Pemahamannya tentang kemarahan, kekecewaan, kegelisahan dan kekuatirannya adalah gangguan yang bersifat sementara. Ketika ia menyadarinya bahwa hal itu merupakan kenegatifan yang harus ia peluk erat-erat, untuk menjadi bagian dari hidupnya, bukan menjadi bagian yang terpisah dari dirinya yang mesti ditolak keberadaannya. Maka kemarahannya, kekecewaannya, kegelisahan dan kekuatirannya menjadi perekat yang kuat untuk saling menghargai dan mencintai. Ini semua tidak lepas dari kalimat yang ia yakini kebenarannya, yakni : 'Laa maujuda Ilallah', tidak ada yang berwujud kecuali Allah Swt.Ia menyadari bahwa setiap manusia selalu merespon apa yang difikirkannya. Ketika ia melihat banyak perilaku kawan-kawannya yang berbeda dari apa yang ia lakukan, maka iapun sadar bahwa sikap dan perilaku kawan-kawannya tersebut berawal dari pikirannya sendiri. Pikiran pragmatis akan melahirkan sikap dan perilaku pragmatis, sedangkan pikiran visioner akan melahirkan sikap dan perilaku visioner pula. Inilah sunatullah dari yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengatur.
Bagi seorang yang memiliki jiwa independen, seperti halnya sahabat saya ini, senantiasa fokus terhadap kebenaran sejati, bukan kebenaran semu yang relatif, apapun yang dilakukan tidak memiliki tendensi khusus kecuali 'Lillahi Ta'ala.' Apalagi berkeinginan mengalahkan. Dalam jiwa independen tidak ada lagi persaingan, sehingga tidak perlu ada yang dikalahkan atau dimenangkan. Yang ada adalah niat untuk menjadi apa dirinya kelak. Dengan demikian, tidak ada ketergesaan dalam dirinya di setiap waktu yang menghimpit, yang nampak adalah berkurangnya waktu yang terbuang percuma, tidak ada penundaan pekerjaan, dan tidak ada kelambatan. Oleh karena itu, kesenangan dan kegembiraan mewarnai setiap ikhtiar yang ia jalani. Seorang yang memiliki jiwa independen hidup bersama Allah Swt, hidup bersama cinta, hidup bersama dinamika makna-makna kehidupan. Melebur bersama jagad semesta.
Energi jiwa independen yang halus dan tulus ini, selalu menyejukkan bagi siapapun di dekatnya. Namun, bagi orang yang hidupnya berbalut kepentingan dunia semata, dengan sendirinya akan lenyap ditelan kepentingannya sendiri, dan seketika itu kehilangan komunikasi personal dengan orang-orang yang memiliki jiwa independen ini. Mengapa hal ini bisa terjadi ?. Karena energi jiwa independen adalah cahaya yang melenyapkan kegelapan. Oleh karena itu, ekspresi yang lahir dari jiwa independen ini adalah manusia yang selalu fokus pada kebenaran; bebas, terbuka dan merdeka; objektif, rasional dan kritis; progresif dan dinamis; demokratis, jujur dan adil. (Berambung)