Mohon tunggu...
Anshar Aminullah
Anshar Aminullah Mohon Tunggu... Pengamat, Peneliti, Akademisi

Membaca dan Minum Kopi sambil memilih menjadi Pendengar yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Horkheimer, Adorno Dan Herbert Marcuse : Tiga Generasi Teoritikus Kritis

30 April 2025   18:02 Diperbarui: 30 April 2025   18:02 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : bulir.id,  wikipedia

         

Bahasa, diskursus, dan kekuasaan di dalam kehidupan masyarakat merupakan sesuatu yang tanpa disadari dimiliki setiap individu. Para ahli masih berdebat mengenai penyebab awal tiga elemen tersebut dalam modernitas.

 Berkembangnya zaman, maka berkembang juga ketiga elemen ini, baik dalam lingkup mikrososial hingga globalisasi. Adanya keterkaitan ketiga ini membuat bahasan ini menjadi menarik sejak zaman dahulu, tidak lepas dari kelompok Frankfurt dengan teori kritis ataupun tokoh postmodern, Michel Foucault. 

Dalam tulisan ini, kami penulis mencoba mengurai penjabaran pembedahan bahasa, diskursus dan kekuasaan dan diuji pada kasus Covid-19.

 Tahun 1923 berdiri Institute for Social Research di bawah pimpinan Max Horkheimer.  Institute ini yang kemudian berkembang sebagai Frankfurt School atau mazhab Frankfurt adalah pusat penelitian interdisipliner yang terkait dengan Universitas Frankfurt di Jerman dan bertanggung jawab atas lintasan teori kritis  dalam   ilmu  sosial kontemporer. 

Bersama Theodor Adorno, Horkheimer memberi mazhab ini orientasi filofosis sebagaimana direfleksikan dalam The Dialectic of Enlightenment. Melalui metode dialektika para teoritisi Frankfurt menganalisis berbagai fenomena sosial.

Tiga generasi teoritikus kritis telah muncul dari  Institut  itu.  Generasi pertama  diwakili  paling  menonjol  pada abad ke-20 oleh Max Horkheimer, Herbert Marcuse dan Theodor  Adorno yang disebut  generasi  kedua  dari  institut  ini diwakili  secara  terpusat  oleh  Jrgen Habermas, yang karyanya telah berfungsi sebagai  titik  fokus  dari  berbagai  teori kritis.(Valdivia & Kellner, 2012)  Generasi  ketiga  dari  Sekolah Frankfurt  diwakili  oleh  Axel  Honneth.

Para teoritisi Frankfurt mengkombinasikan argumen Weber tentang rasionalisasi dan kekecewaan masyarakat dengan teori Marx tentang alienasi dan fetisme komoditas.

 Komoditas, baik produk material maupun budaya, memperdaya   manusia, menghindarkan mereka dari kemampuan berpikir secara mendalam dan membuatnya terpesona. 

Bagaimana dialektika pencerahan sebelum muncul akal modern? umat manusia hidup dalam kegelapan  alam  dan  menyerah pada mitos, lalu pencerahan membebaskan manusia dari mitos dan membangun kedaulatan melalui pengetahuan (Adorno dan Horkheimer 2002:2). 

Sayangnya, Horkheimer dan Adorno melihat adanya sisi   irasional   Pencerahan. Pencerahan yang semula dipandang sebagai kemajuan dari cara pandang mitologis, bertransformasi menjadi mitos itu sendiri yang menghasilkan penindasan dan penguasaan manusia dan alam. 

Sejarah penaklukan alam oleh manusia adalah juga sejarah tentang penaklukan manusia oleh manusia (Horkheimer 1987, 105). Ketika masyarakat mencoba membebaskan diri dari alam dengan mengontrolnya, pada saat yang sama ia meruntuhkan kemanusiaan dan menghancurkannya dasarnya sendiri.

Melalui anti tesis terhadap pencerahan, Adorno dan Horkheimer berharap kesadaran masyarakat dapat tumbuh dan kembali kepada kemandirian akal budi. Pencerahan hanya lengkap ketika individu dan masyarakat merenungkan apa yang ditindas dan melakukan rekonsiliasi.

Lantas bagaimana dengan  munculnya industri budaya? Industri budaya merupakan konsekuensi langsung dari fetisme komoditi dan rasinoalitas ublicyt. Ia menguasai  opini ublic dan memperlemah kesadaran kritis. 

Dia sama seperti public yang mengamankan kesepakatan dengan mencegah orang untuk melihat sesuatu sebagaimana adanya.

Industri budaya membentuk konsensus sosial yang nampak mendalam, penting dan mendasar bagi kehidupan manusia tetapi sesungguhnya dangkal. Ia tidak mendorong upaya untuk mencerna aspek-aspeknya yang manupulatif dan palsu. 

Industri budaya   hanya menegepankan klaim bahwa segala sesuatu adalah sebagaimana adanya. Di sini idelogi kapitalisme menjadi transparan.

Horkhemer dan Adorno memperlihatkan bagaimana produksi komoditi dan fetisisme diperluas dalam ruang budaya. Sebagai lawan dari seni tingkat tinggi borjuis klasik, produk-produk kultural kini dibakukan, dapat dipasarkan dan dapat dipertukarkan. 

Ia menjadi produk yang menciptakan kohesi sosial melalui bentuk-bentuk patologis dari kolektivitas.   Kita menyerahkan diri ke dalam produk-produknya semata-mata karena kebutuhan psikologis.

Dalam pandangan Marcuse, kelas pekerja telah terintegrasi dalam masyarakat kapitalis dan tidak lagi memiliki potensi revolusi. Marcuse mengalihkan harapan revolusi kepada orang buangan, orang luar, intelektual pemberontak yang menurutnya tidak terintegrasi dalam kapitalisme dan mewakili kesadaran paling radikal. 

Marcuse mengatakan bahwa peradaban ublicy maju mengandung harmoni yang mengerikan antara kebebasan dan tekanan, produksi dan penghancuran, pertumbuhan dan kemunduran (Marcuse 1964: 124).  

Dalam karyanya Eros and Civilization, Marcuse melihat bahwa kohesi sosial dipertahankan melalui tekanan public serta kebutuhan dan rangsangan estetik. Ia juga menegaskan dalam Dialectic of Enlightenment bahwa "produktifitas dan potensi pertumbuhan sistem ini menstabilkan masyarakat dan mengandung dominasi" (Marcuse 196: xvi).

 Mengikuti Freud ia mengatakan bahwa sejarah manusia adalah sejarah tentang represi dan bahwa prinsip-prinsip realitas memodifikasi perilaku kita: kepuasan langsung menjadi kepuasan tertunda, kesenangan ditekan, kegembiraan, permainan, penerimaan dan ketiadaan represi diganti dengan kerja, produktivitas dan keamanan (Marcuse 1969:30).

Artikel ini adalah tulisan bersama:

ANSHAR AMINULLAH, IMAM KHOMAENI HAYATULLAH, MITA ROSALIZA, WILFRID VALIANCE

Referensi

  • Couch, D. L., Robinson, P., & Komesaroff, P. A. (2020). Covid-19 Extending Surveillance and the Panopticon. Journal of Bioethical Inquiry Pty Ltd. 2020, 1-6.
  • Joseph, Jonathan (Ed.) (1988). Social theory a Reader.  United Kingdom. Edinburgh University Press.
  • Jones, P., & Bradbury, L. (2018). Introducing Social Theory. United Kingdom: Polity Press.
  • Foucault, Michel. (2012). Arkeologi Pengetahuan. Yogyakarta : IRCisoD

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun