Â
Kapitalisme mau tak mau akan tetap memerlukan urbanisasi guna menyerap nilai lebih yang dibawa oleh para migran, buruh dan karyawan.Â
Hukum "coercive laws of competition" dengan kata lain persaingan antar pemilik perusahaan di perkotaan menyerap setiap individu untuk menjadi kaum urban yang baru dengan nilai tenaga kerja yang tetap murah demi menghasilkan produksi yang tetap massif sehingga menghasilkan nilai lebih khususnya bagi para pengusaha dan boss perusahaan di wilayah perkotaan.Â
David Harvey mengungkapkan  argumennya bahwa urbanisasi selalu muncul menjadi fenomena klas, karena pertumbuhan kota pasti dihasilkan dari "surplus value" (nilai lebih) para pekerja yang menghidupkan ekonomi kota.Â
Pertumbuhan kota erat kaitannya dengan isu klas mengingat distribusi kekayaaan yang semakin terekstraksi dengan kaum elit, persis ketika rezim kesejahteraan dan kekuasaan berpusat pada oligarki keagamaan pada zaman pertengahan.
Beberapa anasir yang menjadi ciri tata kehidupan kota diambilnya dari kelas sosial-ekonomi yang paling rendah seperti desorganisasi sosial sedang anasir-anasir lain diambilnya dari sifat-sifat elit kota seperti rasionalitas dan ini semua kemudian dihimpun menjadi satu generalisasi tentang tata kehidupan kota.Â
Akan tetapi Wirth adalah salah seorang sosiolog yang pertama-tama berusaha menyusun sebuah model dari tata kehidupan kota dalam bukunya Urbanism as a way of life. Ia berusaha menyusunnya dalam bentuk sejumlah pendirian, yang berhubungan yang satu dengan yang lain, yang secara demikian itu harus merupakan suatu teori tentang urbanisme.Â
Pendirian-pendiriannya itu disimpulkannya dari ciri-ciri kota, yang dapat ditemukan. Pendirian-pendirian itu sebagian didasarkan atas dan didukung oleh sejumlah besar data penelitian, meskipun masih perlu diadakan verifikasi lebih lanjut."Â
Dengan cara pendekatannya itu Wirth jelas mengikuti jejak ahli-ahli sosiologi klasik seperti Maine, Tonnies, Duirkheim, dan Weber, yang ingin menyusun tipe ideal dari masyarakat modern dan pramodern. Ditempatkannya terutama masyarakat yang sudah mengalami modernisasi akibat revolusi industri berlawanan dengan masyarakat pedesaan.Â
Dengan semakin besarnya urbanisasi masyarakat, timbullah perbedaan-perbedaan pada sifat-sifat manusia dan orde sosialnya. "Dengan memandang masyarakat industri-perkotaan dan masyarakat rakyat pedesaan sebagai tipe-tipe ideal dari masyarakat, kita dapat memperoleh perspektif untuk mengadakan analisa dari model dasar pergaulan manusia seperti yang terdapat dalam kebudayaan dewasa ini".
Untuk keperluan sosiologi ia berpendapat, bahwa kota itu dapat didefinisikan sebagai: tempat pemukiman yang relatif besar, berpenduduk padat dan permanen dari individu-individu yang secara sosial heterogen.Â
Itulah varniabel-variabel darimana hipotesanya disimpulkan. Semakin besar, semakin padat dan heterogen penduduknya, semakin jelaslah ciri-ciri yang dianggapnya berkaitan dengan masyarakat kota akan nampak. Kelihatannya ia mgin begitu saja menghubungkan urbanisme dengan masyarakat kota, entah itu kota industri entah kota praindustri.Â
Akan tetapi pada hemat kami Sjoberg telah menunjukkan dengan meyakinkan, bahwa untuk menentukan ciri-ciri tata kehidupan kota perlu mengadakan perbedaan antara kota industri dan kota pra industri.Â
Ciri-ciri urbanisme juga dapat nampak pada kota praindustri, tanpa adanya ciri-ciri yang dikemukakan oleh Wirth, setidak-tidaknya banyak dari ciri-ciri tersebut tidak ada. Pada hemat kami industrialisme juga harus disebut sebagai ciri.Â
Meskipun demikian, demi lengkapnya, di sini akan kami uraikan sedikit tentang teori Wirth. Dengan bertolak dari heterogenitas, besarnya dan kepadatan penduduknya, Wirth sampai kepada sejumlah pendirian tentang sifat-sifat hubungan sosial dalam konteks kekotaan. Yang terpenting hendak kami sebutkan di sini:Â
Banyaknya relasi orang kota, mengakibatkan tidak mungkin adanya kontak di antara pribadi-pribadi yang lengkap. Pada masyarakat yang besar terjadi sebuah segmentasi dari hubungan-hubungan antarmanusia.Â
 Orang kota harus melindungi diri sendiri agar tidak terjadi terlalu banyak hubungan-hubungan yang sifatnya pribadi, mengingat konsekwensi-konsekwensinya untuk waktu dan tenaga yang ada padanya. Ia juga harus melindungi diri terhadap relasi-relasi yang potensial tidak baik baginya.Â
Karena orang lain itu tidak dikenal, maka juga tidak diketahui sampai berapa jauh ia membahayakan keamanan atau cara hidupnya, sampai berapa jauh ia membahayakan (sub)-kebudayaannya. Akibatnya ialah, bahwa banyak kontak ditandai oleh semacam reserve, acuh tak acuh, atau kecurigaan.
Aspek ketiga, yang berkaitan dengan sifat hubungan-hubungan itu ialah kegunaan yang dapat dipetik dari banyak relasi. Kontak itu tidak diadakan atau timbul, karena orang ingin saling berhubungan atau saling bertemu. Kebanyakan hubungan itu digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan sendiri.Â
Wirth masih mengemukakan akibat lain dari relasi sosial. Dapat dikatakan ada semacam emansipasi atau kebebasan bagi individu untuk menghindar dari pengawasan kelompok kecil atas kesukaan dan emosinya.Â
Akan tetapi sikap" demikian itu menyebabkan orang tidak bebas lagi dalam melakukan perbuatan, orang tidak bebas lagi menerapkan moral yang spontan diakuinya, sedang itu semua termasuk dalam kehidupan masyarakat yang sudah terintegrasikan.Â
Ini mengandung bahaya akan timbulnya semacam keadaan tanpa norma, Situasi- Situasi anomi, di mana relasi-relasi kurang didasarkan 'atas norma-norma yang diterima oleh masing-masing.Â
Daftar Acuan
Harvey, David.2012 Rebel Cities : From the Right to the City to the Urban Revolution. London : British Library Cataloguing in Publication DataÂ
Kadir, Hatib.Rebel Cities: Kota sebagai Pusat Ketidakpuasan Politik. Diakses pada 23 November 2020 pukul 21.30, dari https://econanthro.wordpress.com/2020/01/05/rebel-cities-kota-sebagai-pusat-ketidakpuasan-politik-2/.
Schoorl, JW. 1981.Modernisasi "Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Berkembang". Jakarta : Gramedia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI