Mohon tunggu...
Annissa Damayanti
Annissa Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

baru belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dramaturgi Pemuda di Tengah Pandemi Covid-19

7 November 2020   08:29 Diperbarui: 7 November 2020   08:32 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

World Health Organization (WHO) menetapkan Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 sebagai sebuah ancaman pandemi, dimana virus tersebut terjadi hampir di seluruh dunia yang memiliki dampak cukup besar pada semua sektor kehidupan. Indonesia termasuk salah satu negara yang terjangkit Coronavirus Disease tersebut.

Pada awal bulan Maret 2020, Presiden Joko Widodo memberi pengumuman bahwa terkonfirmasi satu kasus virus tersebut di Indonesia, yaitu tepatnya di daerah Depok, Jawa Barat. Kasus positif ini memang baru terkonfirmasi di Indonesia pada tahun 2020, meskipun virusnya sudah ada sejak 2019. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran dari beragam kalangan, khususnya masyarakat. Kekhawatiran masyarakat pun semakin sangat terasa dengan melihat lonjakan kasus yang cukup cepat di Indonesia.

Kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di Indonesia, dan lonjakannya yang cukup cepat mendorong pemerintah untuk melakukan berbagai langkah strategis sebagai bentuk percepatan penanangan COVID-19. Salah satu kebijakan strategis yang dilakukan oleh pemerintah adalah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dilakukan di berbagai kota atau kabupaten di Indonesia.

Pembatasan Sosial Berskala Besar atau dikenal dengan PSBB ini berisikan pembatasan dalam berbagai sektor seperti aktivitas sosial, ekonomi, keagamaan, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Pemerintah juga menyemarakan perilaku disiplin 3M yang termasuk dalam kampanye #ingatpesanibu demi menekan lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia. Penerapan 3M dapat dilakukan dengan menjalankan perilaku disiplin yaitu :

  • Memakai masker
  • Mencuci tangan
  • Menjaga jarak dan menghindari kerumunan

Penerapan 3M seperti yang sudah dipaparkan diatas, selain harus menggunakan masker agar droplet saat berbicara dengan orag lain tidak terpercik, mencuci tangan agar virus dan kuman-kuman tidak gampang menyerang, masyarakat juga harus selalu menjaga jarak dan menghindari kerumunan atau dikenal juga dengan physical distancing, dimana jika kita tidak melakukan ini tidak menutup kemungkinan coronavirus disease dapat menjangkit tubuh kita.

Berbicara mengenai menjaga jarak dan menghindari kerumunan, identik dengan gambaran "kumpul-kumpul" atau "nongkrong" yang biasa dilakukan oleh pemuda. Terdapat berbagai alasan pemuda melakukan kegiatan ini, seperti karena rasa nyaman ketika berkumpul atau berinteraksi dengan orang lain, ataupun sebagai media aktualisasi diri. Awal mula diberlakukannya PSBB total pada bulan Maret, kegiatan "kumpul-kumpul" atau "nongkrong" sudah jarang ditemukan. Dimana hal ini dilakukan untuk menekan angka positif COVID-19 agar tidak terus bertambah.

Selain gambaran "kumpul-kumpul" atau "nongkrong", menurut Tufik Abdulla (1974) pemuda adalah generasi baru dalam sebuah komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. "Agent of Change" lekat dengan diri pemuda, karena pemuda memiliki beberapa karakteristik yang dapat mendorong menuju perubahan seperti karakteristik altruistik dan resistensial. Di masa pandemi saat ini, pemuda Indonesia diharapkan mampu menujukan sebuah effort dan etos nya.

Effort yang dapat dilakukan pemuda agar tercapai nya suatu perubahan ke arah yang lebih baik yaitu dengan membuat perubahan atau gebrakan agar masyarakat saling bekerja sama untuk selalu mematuhi protokol kesehatan, demi kasus positif COVID-19 tidak terus bertambah. Seperti dengan selalu mengingatkan untuk tidak lupa dengan kampanye #ingatpesanibu agar terus melaksanakan 3M, hal ini dapat disosialisasikan melalui sosial media, yang dimana pemuda saat ini sudah akrab dengan sosial media tersebut.  

Melihat kondisi saat ini, sejak diberlakukannya masa "New Normal" beberapa caffe atau tempat nongkrong sudah dapat beroperasi kembali, dengan catatan jam operasional yang diberlakukan tidak sama dengan sebelum pandemi, kapasitas yang berkunjung pun dibatasi, serta selalu menjalankan protokol kesehatan. 

Di balik beroperasinya kembali caffe sebagai tempat nongkrong, terdapat pemuda yang berkumpul kembali, seraya merayakan kebebasan di tengah "new normal" ini. Meskipun pemuda memahami bahwa dirinya sebagai "agent of change" di tengah pandemi, namun tetap saja para pemuda memiliki rasa "rindu" akan suasana atau kegiatan yang identik dengan dirinya yaitu "kumpul-kumpul" atau "nongkrong" bersama.

Jika dilihat dari kacamata teori dramaturgi Erving Goffman, manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain. Teori ini muncul dari ketegangan yang terjadi antara "I dan Me" (gagasan Mead). Ada kesenjangan antara diri kita dan diri kita yang tersosioalisasi. Konsep "I" merujuk pada apa adanya dan konsep "me" merujuk pada diri orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun