Mohon tunggu...
Annisa Nurul Koesmarini
Annisa Nurul Koesmarini Mohon Tunggu... Wirausaha - Do Good, Feel Good

Saya Senang Membaca-Menulis-Menonton-Berbisnis Jika membaca diibarat menemukan harta karun. Maka menulis seperti menjaga harta karun itu tetap abadi. Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya - Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mempersiapkan Bonus Demografi Agar Harapan Bisa Menjadi Kenyataan

22 September 2016   00:10 Diperbarui: 22 September 2016   01:13 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mempersiapkan Bonus Demografi (Sumber gambar: http://www.slideshare.net/Mohammad_Nuh/papapran-kemdikbud-jumpa-pers-akhir-tahun-2013)

Mengutip sekilas dari tulisan saya di kompasiana tentang bonus demografi di kompasiana sebelumnya ini, bonus demografi bisa menjadi berkah dan musibah diibaratkan seperti pedang bermata dua. Bonus demografi menjadi anugerah jika usia produktif ini berkualitas dan terserap lapangan kerja sehingga punya tabungan yang dapat digunakan untuk investasi pembangunan ekonomi jangka panjang. Namun, berkah ini bisa berbalik menjadi musibah, jika usia produktif ini tidak berkualitas dan tidak berproduktivitas. Bonus demografi ini bisa menjadi bencana dan berakibat fatal jika tidak dipersiapkan dengan baik kedatangannya sehingga dapat menjadi beban negara.

By the way, apa sih bonus demografi itu? Jika disimpulkan dalam satu kalimat, bonus demografi  adalah kondisi ledakan penduduk usia kerja dalam struktur umur masyarakat di suatu wilayah atau di suatu negara. Lebih detilnya lagi bonus demografi adalah kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif (15 tahun - 65 tahun) di suatu wilayah atau di suatu negara lebih besar dari jumlah penduduk usia yang tidak produktif ( usia < 14 tahun dan usia > 65 tahun). 

Seperti yang tengah terjadi di Indonesia saat ini. Itu artinya, proporsi penduduk yang produktif (yang bekerja) lebih besar dari yang tidak produktif (tidak bekerja), sehingga tingkat kebergantungan penduduk tidak produktif (anak-anak dan lansia) kepada penduduk yang produktif menjadi sangat rendah, karena setiap satu keluarga minimal bisa membantu keluarganya sendiri sehingga negara bisa menyimpan banyak devisa (saving) jika kondisi ini terus berlanjut.

Pada kesempatan kali ini, izinkan saya untuk coba kulik satu persatu-satu apa positif dan negatifnya bonus demografi di Indonesia. Negatifnya, jika tidak tersedia lapangan kerja yang cukup bagi anak-anak usia muda yang relatif memiliki energi berlimpah ini, pasti berimbas pada kesenjangan sosial yang bisa berujung pada meningkatnya tindak kriminal dan anarki seperti pencurian, perampokan, ataupun bisa juga melebar kepada penyalahgunaan narkotika dan perdagangan anak (human trafficking) untuk diekploitasi untuk menjadi pekerja seks komersial. Itu baru dari sisi ketiadaan lapangan kerja yang memadai saja lho. 

Nah, bagaimana kalau lapangan kerjanya ada, tapi sumber daya manusianya (SDM) yang nggak kompeten, apalagi ditambah era globalisasi yang membuat dunia semakin tidak ada batasnya (no boundaries), sehingga serbuan para pekerja asing yang relatif lebih terampil (skillful) menjadi hal yang tidak bisa dihindari, kita mesti menghadapinya.

Sekarang kita lihat sisi negatifnya dari sisi kesehatan  kalau sumber daya manusia yang menjadi bonus demografi ini tidak dipersiapkan dengan baik dalam hal kesehatan (baik kesehatan fisik, kesehatan pikiran maupun kesehatan jiwanya, orang Barat menyebutnya body-mind-soul), bisa kita bayangkan banyak anak-anak muda yang kurang baik pertumbuhan badannya, kurang bisa belajar lebih lama, karena mereka kelaparan, kurang bisa bertahan (low endurance) di lapangan sepak bola selama 2 x 45 menit karena gizinya kalah jauh dengan anak-anak lainnya (bahkan diantara anak-anak Asia lainnya seperti Thailand dan Korea Selatan), itu contoh kecil untuk kesehatan fisik. 


Dari kesehatan pikiran kita bisa ambil contoh kecil, jika bonus demografi ini failed in planning, bisa jadi banyak anak muda ini (terutama yang belum menikah) yang melakukan penyimpangan secara seksual seperti seks pra-nikah karena tiap hari disuguhi dengan berbagai macam tontonan konten pornografi, bisa juga mereka melakukan penyalahgunaan obat narkotika. Dari kesehatan jiwa (soul), jika bonus demografi ini kurang siap dalam menghadapi lika liku kehidupan yang disangat dinamis sekali dan tidak selalu mulus. Ketika jalan itu mulus dan cenderung instan, bonus demografi yang kurang matang ini bisa saja terkena penyakit tinggi hati (sombong) dan cenderung meremehkan orang lain yang menurutnya tidak setara dengannya. 

Ketika liku itu berombak, mereka menghadapi kegagalan, tidak siap, kesehatan jiwanya tidak dilatih dengan baik, akhirnya tindakan bunuh diri bisa saja terlintas di pikirannya atau bahkan yang paling parah, tindakan ingin menghabisi nyawa orang lain. Dia lupa bahwa tindakan membunuh satu orang itu sama dengan membunuh seluruh umat manusia, dan tindakannya pasti mendapatkan konsekuensinya, baik itu di dunia (penjara) maupun di hari pengadilan dihadapan Tuhan nanti. 

Wah, banyak juga ya kalau dilihat lagi tentang efek negatif yang bisa kita alami kalau bonus demografi ini tidak dipersiapkan dengan baik mulai dari sekarang. Bosan dengan yang negatif, sekarang kita coba beralih ke efek positif jika bonus demografi ini berhasil kita persiapkan menjadi sumber daya manusia yang baik dan kompeten.

Kabar positif yang pertama jika bonus demografi di Indonesia ini ter-planning dengan baik secara bersama-sama (kerja sama dari semua orang tua, masyarakat, sekolah dan universitas, pemerintah) dan menjadi berkah, ada kemungkinan besar kita bisa menyamai negara Jepang.

Kekuatan Bonus Demografi Indonesia (sumber gambar: indonesiasetara.org)
Kekuatan Bonus Demografi Indonesia (sumber gambar: indonesiasetara.org)
Tentu banyak pekerjaan rumah yang mesti dilakukan agar tumbuh lebih cepat dari Jepang. PR yang pertama yaitu menciptakan pasar tenaga kerja yang dapat menyerap seluruh angkatan kerja di dalam negeri. Tenaga kerja atau human capital yang dibutuhkan ini tentunya harus yang terdidik dan terampil. Disini tentu kita membahas cara-cara untuk meningkatkan mutu/kualitas pendidikan di Indonesia. Sehingga kuantitas penduduk usia produktif yang banyak bisa setara dengan kualitasnya.

Berbicara pendidikan berarti berbicara tentang topik bahasan yang sangat luas, tidak hanya sekedar wajib belajar pendidikan selama 12 tahun, memberikan beasiswa kepada yang membutuhkan atau meningkatkan sarana dan prasarana di setiap sekolah, namun ini juga mencakup pendidikan sejak dini, pendidikan akhlak atau pendidikan budi pekerti dan peningkatan berbagai macam keterampilan (skills), misalkan saja keterampilan akan bertahan hidup (survival), kita bisa belajar dari Gerakan Pramuka dengan berbagai Saka (satuan karya) yang beragam (ada Saka Bahari, Saka Bhayangkara, dan lainnya) serta Komunitas Pencita Alam, keterampilan merawat dan memberikan pertolongan pertama pada orang yang kecelakaan bisa kita pelajari dengan ikut organisasi PMR (Palang Merah Remaja), keterampilan berwirausaha (entrepreneurship, social entrepreneurship, intrapreneurship atau semangat kewirausaahaan yang diterapkan dalam lingkup institusi tempat kerja kita di kantor), bisa kita pelajari dengan bergabung menjadi anggota koperasi di sekolah atau di kantor, belajar dari pengusaha-pengusaha yang telah sukses sebelumnya dalam seminar-seminar, pelatihan kewirausahaan, pelatihan UMKM, membantu menjualkan barang punya orang lain sebelum akhirnya nanti kita punya produk sendiri, ikut komunitas bisnis di kampus atau di kota Anda, dan bisa juga dengan memulai bisnis atau usaha patungan bersama teman-teman sevisi dan satu frekuensi dengan kita bisa menjadi alternatif untuk mulai melatih jiwa kemandirian dan jiwa entrepreneurship kita sehingga kita tidak bergantung dari Pemerintah saja dalam menyediakan lapangan pekerjaan namun kita juga ikut membantu dengan menciptakan lapangan pekerjaan.

Kemudian kita juga bisa mempelajari keterampilan mengelola keuangan. Belajar keterampilan ini mudah saja bisa kita mulai dengan menjadi bendahara kelas, bendahara organisasi kampus, belajar di seminar keuangan, belajar jadi agen asuransi, belajar sebagai anak rantau atau anak kost dalam mengelola uang yang minim dari orang tua, belajar mengelola uang dari bisnis sendiri, dan lain-lain. 

Pekerjaan rumah kedua yaitu meningkatkan kesadaran generasi produktif ini untuk menabung dan berinvestasi. Karena dengan meningkatnya jumlah tabungan (private saving) dan investasi (investment) setiap individu di Indonesia, tentu akan berpengaruh besar dalam memberikan kontribusi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kita bisa belajar memulai untuk memulai membeli emas batangan Logam Mulia (LM) Antam untuk hedging (lindung nilai) asset kita. Kita juga bisa memulai untuk membeli saham pertama kita di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan masih banyak aksi nyata lainnya yang bisa kita lakukan tanpa harus menunggu Pemerintah.

Pekerjaan rumah berikutnya yaitu program KB (Keluarga Berencana) harus tetap berjalan. Pemerintah (dalam hal ini diwakilkan oleh BKKBN), perlu memainkan peran BKKBN secara lebih intens. Saya melihat dengan digandengnya Kompasianer dalam menyebarluaskan informasi tentang efek positif dan negatif dari bonus demografi ini adalah salah satu langkah nyata yang baik untuk mengingatkan agar bersama-sama kita mewujudkan generasi Indonesia yang berakhlak mulia, kompeten dan terencana.

Akhir kata, mari kita sama-sama berdoa dan berusaha agar kita mampu melewati momentum  bonus demografi ini dan di tahun 2030 Indonesia menjadi negara maju bukan menjadi harapan lagi, namun sudah menjadi sebuah kenyataan. Aamiin.

Fb

Twitter: @nisabolelebo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun