Mohon tunggu...
Anies Indah Hariyanti
Anies Indah Hariyanti Mohon Tunggu... Dosen - Seorang perempuan yang suka ngajar, nulis, dan bisnis.

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Ketika Suami Tak Gengsi Cuci Piring

5 Oktober 2021   15:38 Diperbarui: 5 Oktober 2021   15:40 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gemricik suara air terdengar dari balik dinding kamar. 

Suara itu tidak asing bagi saya. Sumber suara saya yakin berasal dari kran air dapur. Tapi saya penasaran, kenapa suara air kran mengalir jam sembilan malam begini. 

Saya pun bangkit dari tempat tidur. Bergegas menuju ke dapur. Rupaya ada sosok laki-laki yang sedang berdiri disana. 

Terlihat tangannya memegang busa yang dipenuhi sabun. 

Dia tengah mencuci piring dan gelas kotor sisa makan malam kami, saya, suami, dan satu anak kami. Kedatangan saya rupanya tidak Ia sadari. 

Bahkan saya sempat menjepret aktivitasnya secara diam-diam. Sampai saat saya mengangetkannya dengan menepuk ringan lengannya.

“Bi, ngapain cuci malem-malem?” tanyaku.

Dia pun seperti terkejut “Eh ada kamu Mi” jawabnya sambil memberikan senyum manisnya. “Lah besok pagi kan bisa Bi? Biar aku saja yang nyuci, lagian ini juga sudah malem.” Tapi ia jawab “Gapapa Mi, Abi risih liat piring-piring kotor, Abi juga belum ngantuk, jadi cuci piring aja, kan jadi bisa ringanin pekerjaan kamu”.

Duuhh gimana tidak meleleh hati saya mendengar perkatannya. “Ya udah Bi, makasih yaaa”. Cucian piring dan gelas pun bersih lima menit kemudian olehnya.

Pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi di dalam rumah tangga kami semenjak menikah tahun 2011. Melihat suami melakukan pekerjaan yang notabene merupakan pekerjaan standar dan kewajiban yang dilakukan oleh saya sebagai sebagai seorang istri

Tidak hanya cuci piring, namun suami kerap membantu mencuci baju, menjemur, hingga menyetrika. Termasuk menyapu, mengepel lantai, menggoreng telur, masak mie instan, membuat air minum, bahkan memandikan anak saat masih balita.

Saya sebagai ibu pekerja tentu sangat terbantu dengan apa yang sudah dilakukannya. Saya melihatnya suami ikhlas dan tidak gengsi, seperti tidak ada beban. Ini yang membuat saya semakin sayang padanya.

Sedari awal pernikahan kami, kesetaraan dalam rumah tangga sudah diterapkan. 

Tidak ada pengkotakan mengenai tugas masing-masing sebagai suami maupun istri. 

Tidak ada kesaklekan tugas suami yang hanya mencari nafkah dan istri yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, menyapu, dan mendidik anak. Kami saling bekerjasama dalam melakukannya. 

Saya bekerja sebagai pengajar dengan seizin suami untuk membantu perekonomian rumah tangga, sedangkan suami membantu pekerjaan saya sebagai ibu rumah tangga.

Kesetaraan dalam Perkawinan

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Sedangkan dasar hukum perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam tertuang dalam Pasal 2 dan 3 yang berbunyi “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.

Perkawinan harus dilandasi dengan kasih sayang yang merupakan pokok pondasi. 

Di dalam menjalankan sebuah perkawinan diperlukan kerjasama dan hubungan yang baik antar keduanya sehingga tercipta bahtera rumah tangga yang harmonis, rukun dan hahagia. 

Hubungan antara suami istri merupakan hubungan sejajar / horisontal bukan hubungan vertikal, sehingga tidak ada pihak yang dominan. Semua pihak dalam keadaan setara dan sederajat.

Kesetaraan berasal dari kata turunan ‘tara’. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan ‘tara’ sebagai yang sama, baik tingkatan maupun kedudukan. KBBI menyamakan kata ‘tara’ dengan imbangan. 

Kesetaraan mengakar pada setara yang maksudnya adalah sejajar, sama tingginya, sama rendahnya, sama tingkatannya, sama kedudukannya, sama kualitasnya, sebanding, sepadan, dan seimbang. 

Dalam konteks perkawinan, suami istri memiliki kesetaraan dalam berbagai hal diantaranya sebagai berikut:

Kesetaraan dalam beribadah kepada Allah SWT

Semenjak seorang laki-laki dan seorang perempuan terikat dalam sebuah ikatan pernikahan, tidaklah mengubah kedudukan mereka sebagai manusia ciptaan Allah SWT. Masing-masing harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang hamba. Mereka setara dalam menjalankan ibadah kepada Tuhannya.

Kesetaraan dalam hak dan kewajiban

Dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Kedudukan suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. 

Suami memiliki kewajiban uutuk melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 

Sedangkan  istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Dalam perkawinan seorang suami berhak untuk mendapatkan pelayanan dari istrinya, dan memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah lahir dan batin kepada istrinya. 

Nafkah lahir adalah materi berupa pangan, sandang, serta papan sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan nafkah batin berupa kenikmatan seksualitas, kenyamanan, ketenteraman, dan perlindungan. Keduanya harus seimbang dan sepadan dalam mendapatkan hak dan melakukan kewajibannya masing-masing.

Kesetaran dalam mengasuh dan mendidik anak

Anak merupakan buah hati dari sebuah perkawinan antara suami dan istri. Ia adalah anugerah dari Allah SWT yang harus dibesarkan, diasuh, dan didik dengan penuh kasih sayang. 

Dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak diperlukan kerjasama antara kedua orang tuanya. 

Bukan hanya dibebankan kepada salah satu pihak saja. Ayah/suami selain berkewajiban utama untuk membiayai pendidikannya, ia juga memiliki kewajiban yang sama dengan istri untuk mengasuh anak mereka. Memberikan contoh yang baik serta membersamai  dalam proses belajar sang anak.

Kesetaraan dalam membuat keputusan

Dalam  sebuah rumah tangga pasti akan menemui sebuah kondisi dimana harus mengambil keputusan akan suatu hal. 

Mulai dari hal kecil hingga suatu yang besar. Sebagai contoh, dalam pengambilan keputusan memilih tempat tinggal/rumah yang akan mereka tempati,  perabotan tumah, kendaraan, sekolah anak, hingga hal kecil memutuskan menu makanan yang akan mereka makan. 

Kesetaraan dalam pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam hal ini. Artinya suami istri memiliki hak yang sama untuk memberikan pendapat sebelum keputusan itu diambil. 

Pengambilan keputusan diperoleh dengan cara musyawarah, sehingga pada ujungnya akan mendapatkan keputusan yang paling baik dan paling tepat untuk rumah tangga mereka.

Kesetaraan hak dan kewajiban suami dan istri harus bisa dijalankan dengan baik dan seimbang. 

Suami istri harus tahu serta sadar atas kedudukan masing-masing. 

Suami dan istri merupakan mitra yang saling menghormati, menyayangi, bekerjasama, dan mendukung satu sama lain sehingga tujuan dari perkawinan untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan, kemyamanan, serta rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah  akan terwujud.*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun