Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke III PDIP diselenggarakan di Bali, pada 23-25 Februari 2018. Pada momen tersebut, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri secara resmi mendeklarasikan Joko Widodo untuk menjadi Calon Presiden (Capres) pada Pemilihan Presiden 2019 nanti.
Dalam acara tersebut, selain Presiden sejumlah pejabat negara juga hadir. Beberapa Menteri di Kabinet Kerja, seperti Yasonna Laoly, Tjahjo Kumolo, Pramono Anung, dan Puan Maharani juga hadir, termasuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan.
Ternyata, kehadiran beberapa pejabat negara itu menuai kritik dari beberapa pihak, salah satunya oleh Ketua Departemen Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum DPP Partai Demokrat, Andi Arief.
Melalui akun twitternya, Andi Arief mengatakan bahwa Pemilu Presiden 2019 tidak akan demokratis. Pasalnya, Kepala BIN hadir dalam Rakernas PDI-P tersebut.
Ia menuduh Kepala BIN berpolitik saat ini. Dia juga membandingkan dengan pemecatan Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dianggap karena persoalan politik juga.
Hal tersebut tentu saja bisa dinilai sebagai pendapat yang ngawur dan mengada-ada. Kritik dari Andi Arief itu lebih sebagai tuduhan yang tendensius, daripada kritik yang sehat. Dan yang pasti tuduhannya itu tidak sesuai dengan konteksnya.
Pasalnya, kehadiran Kepala BIN di acara tersebut bukan karena undangan PDIP. Budi Gunawan turut menyertai Presiden Jokowi pada acara itu karena kapasitasnya sebagai Kepala BIN.
Sudah menjadi Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi) untuk melalukan deteksi dini tehadap munculnya potensi ancaman terhadap Presiden Jokowi. Mengingat Bali selama ini seringkali menjadi target sasaran terorisme.
Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh Budi Gunawan itu sudah sesuai dengan mandat Undang-Undang. Bukan sebagaimana yang dituduhkan oleh Andi Arief.
Upaya penyudutan yang dilakukan oleh Andi Arief tersebut sebenarnya tidak masuk akal. Selain itu juga sebagai bentuk penyesatan informasi kepada publik.
Apalagi tuduhannya yang membandingkan Kepala BIN tersebut dengan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang dianggap mendapat perlakuan beda. Padahal sebenarnya konteks peristiwanya tidak seperti tuduhan Andi Arief.