Mohon tunggu...
Annisa Aprilia
Annisa Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - penname : Nakaito

Manusia tidak akan hidup tanpa kegagalan. Maka dari itu, persiapkan diri kita untuk menelan pahit kegagalan yang menunggu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Full Moon Mystery

13 Juni 2022   10:31 Diperbarui: 13 Juni 2022   10:45 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

    "Hanna?" Sang ibu bertanya heran dengan kehadiran tiba-tiba sang putri di tempatnya.

    "Ibu!" Gadis itu senang. Tanpa mempedulikan rasa takut dan tatapan datar orang-orang, ia menubruk tubuh hangat milik sang ibunda.

"Tidak apa-apa, nak." Si gadis menyamankan dirinya pada pelukan sang ibunda, hingga dirinya merasa hirau akan genangan darah yang kini menjadi pijakannya.

    "Ibu Hanna takut." Dia mengadu pada sang ibu. Mulutnya terus mengoceh atas kejadian yang dialaminya malam ini.

"Tidak apa-apa. Hanna jangan takut, ibu ada di sini." Si gadis semakin menenggelamkan wajahnya pada pelukan sama ibunda, mencari rasa nyaman pelipur seram yang tadi dilaluinya.

"Tidak apa-apa, sayang." Sang ibunda terus berucap kalimat yang sama, memberikan keyakinan pada putrinya untuk menenangkan dirinya. Tangan lembutnya mengelus kepala sang putri dengan penuh kasih. Setelah dirasa sang putri nyaman, mulutnya kembali melontarkan alunan mistis yang sempat terhenti.

Orang-orang pun kembali membentuk tarian anggun sebagai persembahan.

Keadaan kembali hening, hanya menyisakan lantunan mistis yang menggusur tubuh mereka pada tarian. Gadis itu juga terlihat menikmati suasana. Perasaan takut yang sedari menggebu kini hilang, terhanyut pada alunan yang dilantunkan oleh ibunya. Lama-kelamaan suaranya tanpa sadar ikut melantunkan lagu mistis yang tak pernah ia hafal.

Orang-orang merasa takjub padanya. Bahkan ibunya sampai tersenyum senang kala mendengar alunan kecil dari mulut putrinya. Dengan perasaan bangga, ibunya mengelus puncak kepalanya.

Keduanya terus melantunkan alunan mistis pengiring tarian anggun. Hingga pukul tiga dini hari mereka menghentikan nyanyian dan tarian. Pada saat bersamaan mereka berkumpul, membentuk sebuah lingkaran yang bagian tengahnya telah terisi oleh simbol-simbol asing. Mereka saling melontarkan mantra yang tak dipahami si gadis. Setelah pembacaan mantera selesai, beberapa orang dengan pakaian yang juga serba hitam datang membawa nampan berisi minuman berwarna merah.

"Diminum ya, nak." Sang ayah yang sedari tadi menari kini memangku gadisnya. Gelas berisi cairan merah yang digenggamnya ia arahkan pada sang putri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun