Mohon tunggu...
Annisa Nur Rahmah
Annisa Nur Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kewenangan Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyyah di Nanggroe Aceh Darussalam

4 Oktober 2025   07:19 Diperbarui: 4 Oktober 2025   07:19 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang dimaksud dengan kewenangan dalam bidang mu‘āmalah meliputi hukum kebendaan dan perikatan, seperti jual beli, hutang piutang; qirādh (permodalan); musāqah, muzāra‘ah, mukhābarah (bagi hasil pertanian); wakīlah (kuasa), syirkah (perkongsian); ‘āriyah (pinjam meminjam), hajru (penyitaan harta), syuf’ah (hak langgeh) dan rahnu (gadai).

Selain itu, dalam bidang mu’āmalah juga mencakup: ihyā al-mawāt (pembukaan lahan), ma’din (tambang), luqathah (barang temuan), ijārah (sewa menyewa), takāful (penjaminan) perbankan, perburuhan, harta rampasan, waqf, shadaqah, hadiah, zakat, infāq, dan ekonomi syari’ah. 

Dalam hal ini kewenangan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara dalam bidang mu‘āmalah merupakan kewenangan Mahkamah Syar’iyah yang diatur dengan Qanun Provinsi Aceh Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam juga melaksanakan Tugas Pokok dan kewenangan Peradilan Agama. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, tugas pokok dan kewenangan Peradilan Agama adalah menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya di antara orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, infaq, sedekah dan ekonomi Syariat.

     3. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara dalam bidang jināyāt

Yang dimaksud dengan kewenangan dalam bidang jināyāt adalah: 1) ḥudūd, meliputi zina, menuduh berzina (qadhaf), mencuri, merampok, minuman keras (miras) narkotika psikotropika dan zat adiktif (Napza), murtad dan pemberontakan (baghy); 2) qishāsh/diyat yang meliputi pembunuhan dan penganiayaan; 3) ta‘zīr yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran syariat selain hudūd dan qishāsh/diyat seperti maisir, khalwat, serta meninggalkan shalat fardhu dan puasa Ramadhan.

Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara dalam bidang jināyāt merupakan fokus yang penulis teliti pada putusan Mahkamah Syar’iyyah Langsa pada perkara Nomor 20/JN/2012/Ms-Langsa.

Di samping tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah juga mempunyai tugas-tugas lain yaitu bertugas memberikan itsbāt kesaksian rukyah hilāl dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah (Pasal 52A Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006). Kewenangan Mahkamah Syar’iyah diatur dalam Qanun Provinsi Aceh Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam Pasal 49 yaitu: Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama dalam bidang: ahwāl al-syakhshiyah; mu‘āmalah; dan jināyah. Dalam Pasal 50 dijelaskan (1) Mahkamah Syar’iyah Provinsi bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara yang menjadi kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam tingkat banding. (2) Mahkamah Syar’iyah Provinsi juga bertugas dan berwenang mengadili dalam tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan antar Mahkamah Syar’iyah di Nanggroe Aceh Darussalam.

Pelaksanaan Syariat Islam lainnya yang sangat spesifik di Provinsi Aceh adalah pelaksanaan hukuman cambuk. Bagi mereka yang terbukti melanggar qanun tentang maisir, khamar (minuman keras), dan berduaan dengan pasangan lain jenis (bukan suami isteri) dikenakan hukuman cambuk. Semua itu telah diatur dalam Qanun Nomor 12 Tahun 2003, Qanun Nomor 13 Tahun 2003, Qanun Nomor 14 Tahun 2003, dan Qanun Nomor 7 Tahun 2004.

Sebagai bagian dari sistem peradilan Indonesia, Mahkamah Syar’iyah tidak terlepas dari dua kompetensi dasar, yaitu wewenang Peradilan Agama dan sebagian wewenang Peradilan Umum. Kolaborasi kedua wewenang tersebut bisa dijelaskan secara rincinya sebagai berikut:

     1). Pelaksanaan wewenang Mahkamah Syar’iyah yang menyangkut seluruh wewenang Peradilan Agama.

Undang-Undang Pemerintahan Aceh memberi kewenangan untuk membentuk Mahkamah Syar’iyah sebagai badan peradilan yang akan melaksanakan syari’at Islam. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus dan keistimewaan di bidang kehidupan beragama (Syariat Islam), pemerintah Provinsi Aceh telah membentuk beberapa lembaga pendukung seperti Dinas Syari’at Islam Provinsi, Dinas Syari’at Kabupaten, Wilayatul Hisbah dan beberapa lembaga lain terkait dengan pelaksanaan syari’at Islam seperti Badan Pembinaan Dayah atau Badan Dayah yang ada di tingkat Provinsi dan Kabupaten. Pemerintah Aceh juga mengesahkan beberapa Peraturan Daerah/Qanun terkait dengan pelaksanaan wewenang Mahkamah Syar’iyah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun