Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar, Seperti Apa Sih?

23 September 2012   13:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:51 17758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"Berbahasa Indonesia lah dengan baik dan benar".

Kalimat ini sudah sering kali kita baca, dengar, atau tulis. Terkesan sepele dan hanya sekadar formalitas. Tapi kalau diresapi benar-benar, sungguh dalam maknanya.

Apa sebenarnya maksud dari kalimat pertama di atas?

Bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi antar sesama manusia tentunya bertujuan agar dapat dimengerti oleh manusia lainnya. Meskipun berbicara dalam satu bahasa yang sama, dalam hal ini bahasa Indonesia, namun ragam bahasa yang dipakai tidaklah sama. Masing-masing kelompok menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Pemanfaatan ragam bahasa yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa inilah yang disebut berbahasa yang baik. Dapat dikatakan, berbahasa yang baik adalah berbahasa yang sesuai konteks.

Sementara berbahasa yang benar adalah jika pemakaian bahasa -dalam hal ini bahasa Indonesia- mengikuti kaidah yang dibakukan. Bahasa yang baik dan tepat sasaran tidak selalu menggunakan kaidah baku ini. Misalnya, pemakaian bahasa Indonesia untuk percakapan sehari-hari tentu berbeda dengan pemakaian bahasa Indonesia dalam sebuah pidato formal.

Pengertian kalimat tersebut tentu juga mencakup bahasa tulisan. Meski mengaku suka menulis, tapi akan berkurang maknanya ketika kita tak benar-benar memahami dan menggunakan kaidah penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Cobalah membuat satu tulisan dengan kata-kata yang disusun secara serampangan. Sungguh akan terasa tak enak dibaca.

Meski isi tulisan mungkin berisi, namun alih-alih memberi manfaat dan kesan bagi pembaca, tulisan kita hanya dibaca sekilas lalu ditinggalkan. Pembaca ingin buru-buru saja mengakhiri bacaannya, menangkap intinya saja, lalu ya sudah. Jika beberapa kali pembaca menemukan kesemrawutan berbahasa itu di tulisan kita, maka bukan tak mungkin pembaca akan benar-benar meninggalkan tulisan kita untuk seterusnya. "Capek bacanya", mungkin itu yang dirasakan.

Saya bersyukur ketika masa-masa penulisan skripsi dulu, saya dibimbing oleh dua orang dosen yang sangat memerhatikan kaidah penulisan bahasa Indonesia dalam lingkup karya ilmiah. Beliau berdua ketat sekali soal penulisan ini. Salah sedikit, bahkan satu huruf atau tanda baca saja, akan langsung dikoreksi. Istilah asing yang lupa dimiringkan -dengan italic- atau hanya sekadar kata "yang", "di" yang tak tepat penggunaannya, tak segan-segan mereka beri tanda merah. Mereka ternyata benar-benar memerhatikan karya tulis mahasiswanya. Bukan asal koreksi. Lebih dari itu, mereka menuntut kesempurnaan sebuah karya. Meski itu "hanya" sebuah skripsi. Dari pengalaman itu, saya benar-benar belajar tentang pentingnya kesempurnaan dalam menghasilkan sebuah karya tulis. Saya jadi cenderung perfeksionis kalau soal berbahasa tulis ini.

Untungnya, saya memang suka menulis dan senang kata-kata. Jadi koreksi-koreksi yang saya terima dari dua dosen saya itu justru menambah pengetahuan saya tentang penulisan dalam koridor bahasa Indonesia yang baik dan benar. Semua koreksi itu saya anggap ilmu yang memerkaya kecintaan saya akan bahasa Indonesia. Kebiasaan dikoreksi itu lambat laun juga membuat saya jadi si pengoreksi. Sedikit saja kesalahan berbahasa yang saya tangkap, akan coba saya koreksi sepanjang yang saya tahu.

Satu huruf yang kurang, salah, atau satu kata dan kalimat yang tak tepat penulisannya, akan membuat saya gatal untuk mengoreksi. Masalah kata-kata baku dan tidak baku, imbuhan yang tak tepat pakai, sampai penulisan kata-kata yang huruf awalnya luruh jika dimulai oleh "K", "P", "S", "T". Tak jarang, teman-teman dan keluarga yang tahu tentang kebiasaan saya ini menjuluki saya sebagai "guru Bahasa Indonesia". Hahaha... Jadinya, saya sering dimintai pendapat tentang suatu kata atau tulisan tertentu. Tak apalah. Menjadi "guru Bahasa Indonesia" tentu asyik juga. Hehehe...

Sering saat saya sedang menonton televisi dengan suami, saya menemukan ada kata yang dirasa kurang tepat atau kurang pas yang tertulis di news ticker atau yang dilafalkan pembaca berita dan presenter sebuah acara. Lalu kami akan mendiskusikannya. Bukan secara formal tentunya. Hehehe... Atau sambil jalan lalu melihat plang Apotek yang masih ditulis "Apotik", Antre yang ditulis dengan "Antri" atau Praktik yang masih banyak ditulis dengan "Praktek". Itu pun pernah jadi bahan obrolan. Tapi itu sudah menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi saya. Dari hal-hal kecil tersebut saya jadi merasa terlatih untuk lebih baik berbahasa. Lama kelamaan, suami saya juga jadi ikut-ikutan perfeksionis dalam berbahasa. Akhir-akhir ini, malah saya yang sering dikoreksi. Hehehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun