Mohon tunggu...
Anne Tobing
Anne Tobing Mohon Tunggu... Proses Belajar

Menulis dengan bahasa yang ringan saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melayani, Panggilan atau Ambisi?

6 Mei 2025   20:39 Diperbarui: 7 Mei 2025   18:37 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pelayanan. (Sumber: Pixabay/ddzphoto)

Maka secara berkala diadakan pemilihan untuk memilih pelayan yang baru. Di masa lalu, banyak orang enggan dicalonkan karena merasa tidak layak. 

Menjadi pelayan rumah ibadah kala itu identik dengan hidup sederhana dan penuh keteladanan. Mereka melayani bukan karena ingin dikenal, melainkan karena panggilan iman.

Kata panggilan dalam bahasa Inggris disebut vocation, yang menurut Cambridge Dictionary berarti "pekerjaan yang dirasa cocok dan membuat seseorang rela mendedikasikan waktu serta energinya untuk itu." 

Pelayan yang melayani karena panggilan memiliki kesadaran bahwa tanggung jawabnya bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Tuhan. 

Prinsip kejujuran, ketulusan, dan kebenaran menjadi dasar dalam setiap tindakan. Mereka tidak takut menyuarakan yang benar, meskipun itu berarti harus bersikap tegas kepada orang-orang dekat sekalipun.

Melayani sesama (Sumber: sesawi.net)
Melayani sesama (Sumber: sesawi.net)

Namun, tidak semua orang melayani karena panggilan. Ada juga yang termotivasi oleh ambisi.

Ambisi, menurut Cambridge Dictionary, adalah keinginan kuat untuk mencapai sesuatu yang spesifik. Bagi sebagian orang, menjadi pelayan di rumah ibadah berarti meraih kehormatan sosial, dianggap suci, dan disegani. 

Maka, tak sedikit yang ingin divalidasi dengan gelar dan jabatan, bahkan sampai melakukan pendekatan-pendekatan personal demi mendapat dukungan. 

Praktik-praktik ini mengingatkan kita pada proses politik di dunia sekuler: membangun kelompok dominan, menjanjikan posisi, atau mencari dukungan demi terpilih.

Kita pun bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dicari? Apakah uang? Kuasa? Ataukah sekadar status? Pelayanan yang seharusnya suci justru dikotori oleh permainan yang tidak sehat. Ini menyisakan keprihatinan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun