Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Friday Ideas-15) Mal Indonesia Pintar, Cara Mudah Membasmi "Tikus-tikus" Pendidikan

27 Mei 2016   15:21 Diperbarui: 27 Mei 2016   17:04 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Online Mall, sumber gambar : mmallo2n.my

Seperti yang kita telah ketahui, anggaran Pendidikan memiliki porsi yang terbesar di dalam APBN, yaitu 20% dari APBN atau sekitar 419 Trilyun di tahun 2016. Anggaran 20% ini sudah mulai direalisasikan sejak tahun 2008, dan hasilnya?

Indonesia masuk 10 besar kualitas sistem pendidikan terbaik di dunia versi OECD, 10 besar terbawah maksudnya, hahaha...

Bukan bermaksud mempermalukan bangsa sendiri, tetapi memang kita perlu belajar malu, karena kita kurang tahu malu, apalagi para koruptornya yang tidak tahu malu.

Lalu kemana anggaran yang 20% sejak 2008 hingga sekarang sudah 7 tahun lebih? Ke KPK, ketangkap KPK maksudnya, itupun hanya sebagian kecil yang ketahuan.

Darimana tahu? Logika sederhana, di DKI Jakarta dimana kantor KPK berdiri megah bersama ratusan personelnya berkeliaran saja, ternyata tetap anggaran pendidikan yang dikorupsi, contoh : kasus UPS berharga @6 milyar yang mangkrak karena tidak jelas peruntukannya.

Bisa dibayangkan di provinsi dan kota lain dimana kantor KPK tidak ada? Pesta pora!

Belum lagi ada isu tentang ada partai yang minta bagian berapa persen dari semua proyek pendidikan, wow, bener-benar "pesta pora" di tengah kebodohan masyarakatnya.

Solusinya sederhana :

Mal Indonesia Pintar = Sentralisasi proyek dan pengadaan barang dengan e-katalog yang terbuka dan bisa dilihat siapa saja

Apa yang terjadi selama ini adalah proyek dan proyek, proyek program pendidikan, proyek pengadaan barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Sekolah minta genset, dikasih UPS, sekolah minta alat peraga, dikasih komputer (padahal tidak ada listrik), akhirnya mangkrak semua menjadi besi tua yang dijual kiloan.

Potong semua jalur pengadaan barang dan program pendidikan, sekolah bisa mengajukan kebutuhan langsung ke pemerintah pusat maupun daerah secara online :

  • jelas siapa yang mengajukan
  • jelas siapa yang mensurvey/konfirmasi kebutuhan (pemda misalnya)
  • jelas siapa yang menerima dan menyetujui pengajuan
  • jelas siapa yang membeli, beli dimana, harga berapa dan siapa yang mengirim
  • jelas siapa yang menerima barang dan difungsikan
  • masyarakat bisa mencari dan melihat dengan jelas progress pengadaan barang/program di sekolah masing-masing melalui situs.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun