Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka(64)

5 Februari 2015   12:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:48 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423090480782906032

“He..he..he.. tentu saja keduanya Kakang. Pertama, Aku setuju Kakang Rekajaya secepatnya menemui Emban Khandeg Wilis dan sampaikan pesanku kepada Dinda Dewi. Katakan agar Dinda Dewi menjelaskan siapa diriku yang sebenarnya kepada Kanjeng Adipati. Kakang Rakajaya dan Emban Khandeg Wilis menjadi rantai penghubung aku dengan Dinda Dewi dan Kanjeng Adipati. Kedua, aku setuju Emban Khandeg Wilis jadi istri Kakang.”

“Terimakasih Raden,” kata Rekajaya, ”kapan sebaiknya hamba  berangkat ke Kadipaten Pasirluhur? Besok atau lusa?” Wajah Rekajaya tampak cerah dan gembira sekali, matanya berbinar-binar seakan-akan sudah tidak sabar lagi karena ingin segera menemui Emban Khandeg Wilis.

“Ya, besok atau paling lambat lusa, kita lihat saja perkembangan  keadaan  dan akibatnya dari  perkelaihan di lapangan Pangebatan siang tadi. Nitipraja jelas tewas. Tetapi  Silihwarna? Masih tanda tanya.”

Tiba-tiba  si Mercu yang berkeliaran kesana-kemari berlari-lari mendekat sambil berkokok beberapa kali, seolah-olah hendak memberitahu ada orang datang. Si Mercu tampak gelisah sekali.

“Hem, mereka mengejar kita, Kakang,”  kata Raden Kamandaka yang membaca situasi dengan memperhatikan si Mercu yang tampak gelisah.

Dan benar saja, di pinggir hutan, terdengar suara Tumenggung Silihwarna berteriak-teriak memanggil Raden Kamandaka. Rupanya Tumenggung Silihwarna sudah sadar dari pingsannya.

“Hai, Kamandaka! Ini aku Silihwarna. Ayo keluar jika berani. Lawanlah aku dalam duel satu lawan satu. Jika engkau bisa mengalahkan aku, seluruh prajurit yang mengepungmu, bersedia menyerah kepadamu,” teriak Tumenggung Silihwarna dari sebuah tanah lapang yang ada di pinggir hutan.

Tanpa membuang waktu, Raden Kamandaka berjalan keluar dari dalam hutan, menemui Tumenggung Silihwarna.

“Hem, Silihwarna. Lihatlah matahari sudah condong ke barat. Tidak lama lagi matahari akan  memasuki senja. Aku sebenarnya sedang tidak kober melayani kamu sekarang ini. Bagaimana kalau besok pagi saja?  Kalau besok, aku pasti kober melayani tantangan kamu dengan tawaran yang menarik itu,”.

Tumenggung Silihwarna yang cerdas itu, mengira Raden Kamandaka masih terluka, sehingga dia menduga Raden Kamandaka tidak siap bertanding saat itu juga. Karena itu, dia menolak tawaran Raden Kamandaka untuk menundanya sampai besok.

“Kamandaka, kober atau tidak kober, hadapi aku sekarang saja. Ayolah, keluarkan seluruh jurus-jurus andalanmu!” tantang Tumenggung Silihwarna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun