Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka(64)

5 Februari 2015   12:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:48 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SERI 64

Kini Raden Kamandaka berdiri dengan memutar-mutarkan senjata kujang yang ada di tangannya, hingga seperti baling-baling yang berkilat-kilat manakala tertimpa cahaya matahari. Tentu saja tak ada seorang pun yang berani mendekat. Raden Kamandaka lalu mengeluarkan ancaman kepada para prajurit yang mengepungnya.

“Beri aku jalan keluar meninggalkan tempat ini, atau aku bunuh kalian semua?”  kata Raden Kamandaka seraya menunjukkan jalan yang harus ditinggalkan oleh para pengepungnya. Prajurit pengepung yang ditunjuk, tanpa banyak bicara menyingkir ketakutan sambil membukakan jalan bagi Raden Kamandaka keluar dari kepungan.

Raden Kamandaka bergegas meninggalkan tanah lapang Desa Pangebatan diiringi  Rekajaya yang berjalan mengikutinya sambil membawa si Mercu. Raden Kamandaka berjalan ke arah hulu Sungai Logawa menuju timur laut. Dari kejauhan tampak  sejumlah prajurit Kadipaten Pasirluhur mengikutinya sekedar untuk mengetahui kemana Raden Kamandaka akan pergi sambil menunggu bantuan tambahan prajurit dari Kadipaten yang bersenjata lengkap.

Raden Kamandaka berpikir tidak akan pulang ke Kaliwedi, sebab khawatir akan terjadi bentrok antara penduduk Kaliwedi yang setia kepada dirinya dengan prajurit Kadipaten Pasirluhur yang akan menangkapnya.

Matahari sudah bergerak menuruni puncak langit, ketika Raden Kamandaka dan Rekajaya sampai di sebuah hutan kecil yang ada di sisi barat Sungai Banjaran.  Mereka berdua cepat masuk ke dalam hutan, mencari tempat yang rindang dan teduh, lalu beristirahat untuk mengobati lambung kanan Raden Kamandaka yang terluka dan masih mengeluarkan darah. Si Mercu dilepaskan di padang rumput untuk mencari sendiri makanan di sela-sela tanaman perdu yang banyak tumbuh di situ.

“Kakang Rekajaya, tahu nggak daun-daun atau batang tumbuh-tumbuhan yang bisa menyembuhkan luka?” tanya Raden Kamandaka sambil menekan luka di lambung kanannya agar darah tidak terus menetes. Mereka berdua duduk di atas rumput hijau yang tumbuh di bawah pohon pinus.

“Banyak Raden, ada simbukan, sirih, batang lumbu, bluluk, daun petai china,daun pace dan lainnya lagi, bisa menyembuhkan luka,” jawab Rekajaya.

“Dari mana Kakang tahu  tumbuh-tumbuhan penyembuah luka itu?”

“He..he..he.., Kakak hamba Nyai Kertisara sebenarnya ahli membuat ramuan jamu. Dulu ketika Kakang Kertisara masih hidup, Mbakyu sering membuatnya dan hamba sering membantu meraciknya, Raden.”

“Kalau begitu coba Kakang carikan di sekitar sini, barang kali ada. Tapi bukakan dulu ikatan selendang sutra yang melilit pinggang ini. Simpulnya  ada di sebelah kiri. Aku khawatir selendang sutra kuning terkena tetesan darah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun