Mohon tunggu...
Ankiq Taofiqurohman
Ankiq Taofiqurohman Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Orang gunung penyuka laut dan penganut teori konspirasi. Mencoba menulis untuk terapi kegamangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hujan Batu di Negeri Orang

23 Maret 2019   09:45 Diperbarui: 25 Maret 2019   14:59 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : travel.kompas.id

Dapat menuntut ilmu, bekerja atau tinggal di negara maju adalah mimpi dan pencapaian sebagian orang,terutama para pemuda di negeri ini. Gemerlap negara-negara maju macam di Benua Eropa, Amerika Utara atau Australia dan tak lupa juga negara Asia seperti Jepang dan Korea Selatan, mampu menghipnotis minat para pemuda untuk berharap tinggal disana. 

Wajar kiranya itu semua diharapkan, standar kualitas hidup yang tinggi, negara yang stabil, teknologi dan pendidikan yang maju atau masyarakat yang teratur tentu menjadi pesona tersendiri. 

Pesona tersebut menjadi daya tarik untuk memulai sebuah harapan di negara-negara maju. Tidak ada yang salah dengan mimpi dan harapan tersebut, manusia pasti mempunyai nafsu untuk terus mencari kehidupan yang lebih baik.

Warga negara Indonesia tidak dapat melenggang dengan bebas masuk ke negara-negara maju. Pengajuan visa adalah birokrasi pertama untuk mencapai negara tujuan dan bisa membuat kita frustasi, walau mungkin tidak seribet klaim BPJS, tapi bagi orang yang tidak biasa akan terasa ribet. 

Wawancara dan penyediaan deposit keuangan, jika tidak disiapkan dengan baik, bisa menggugurkan pengajuan visa kita. Pernah di tahun-tahun setelah peristiwa penabrakan gedung WTC atau peristiwa 9/11, sesorang dengan nama kearab-araban akan terasa begitu sulit untuk masuk ke negara-negara Eropa atau Amerika utara, tapi sekarang kondisi ini tidak serumit 17 tahun yang lalu.

Setelah mendapatkan visa, langkah selanjutnya adalah terbang ke negara yang dimaksud. Waktu tempuh paling lama adalah ke Amerika Utara. Perjalanan kurang lebih 14-24 jam dalam pesawat sangatlah membosankan dan melelahkan, namun hal itu mau-tak mau harus dilalui. 

Jika harus transit, bersiaplah untuk sabar menunggu dan jika banyak barang yang dibawa mestilah ekstra waspada memantau semuanya, agar hal buruk tidak terjadi.

Tiba di tanah asing yang dituju adalah sebuah awal untuk beradaptasi. Penyesuai waktu dan jet lag bisa jadi hal yang menggangu diawal-awal tiba. Lidah orang Indonesia tentu mempunyai cita rasa yang berbeda dengan mayoritas negara-negara maju. 

Diawal-awal adaptasi, perut pun akan berontak dengan asupan yang terasa asing. Penting kiranya untuk mempersiapkan dan memperhatikan masalah asupan, karena kondisi tubuh yang tidak fit dipastikan akan membuyarkan sebagian rencana.

Ada kalanya negara yang dituju bukanlah negara dengan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar umum, dan bahkan sebagian masyarakatnya tidak mau menutur kata dalam bahasa Inggris, walau sebenarnya mereka bisa. 

Disinilah perlunya memahami bahasa masyarakatnya,sebab terkadang pem-buly-an lewat bahasa kerap terjadi. Sindiran dan mungkin penghinaan pada pendatang diuraikan lewat lelucon yang hanya dipahami oleh mereka. Tidaklah enak saat yang lain tertawa, sedangkan kita tidak.

Di negara-negara dengan ras kaukasoid yang dominan, rasisme adalah mimpi burung bagi perantau. Islamfobia masih ada walau tidak semasiv 10 tahun lalu. Hinaan dan ejekan serta usiran dari mereka bisa datang kapan saja saat kita memang sedang tidak beruntung. Kita sebagai bangsa yang berbudaya lebih baik mengacuhkan saja dengan senyuman, toh mereka akan heran dengan sikap kita.

Dengan budaya dan masyarakat yang berbeda, para perantau bisa mengalami gegar budaya diawal waktu. Pakaian terbuka, minuman keras dan pergaulan bebas bisa menyebabkan seseorang bagai kuda lepas dari kandangnya. Perilaku buruk disana sudah barang tentu jangan dipelihara dan dibawa kesini nantinya. 

Beberapa negara majupun masih memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi, sebagi contoh Amerika, dengan budaya western nya, senjata api bisa menyalak kapan saja tanpa pandang bulu.

Sebagai penduduk tropis, cuaca yang kita miliki adalah berkah yang tinggi. Musim salju mungkin akan ditunggu bagi orang-orang dari wilayah tropis, namun jika rasa dingin itu sudah dirasakan barulah kita akan faham mengapa orang-orang bule menjajah kita. Apalagi jika ditambah kita sakit gigi atau radang sendi, dijamin cuaca di Indonesia bagai penawar racun yang manis.

Kesiapan fisik dan mental adalah modal awal untuk beradaptasi pada lingkungan yang sangat berbeda. Adaptasi sangat diperlukan. Sebagaimana hukum alam, mahluk yang dapat beradaptasi dialah yang selamat. Jika tak kuat mental, rasa rindu akan sanak famili dan budaya yang telah mendarah daging akan semakin menyiksa dalam perantauan. Namun pengalaman hidup di negeri orang dapat menjadi pengasah mental dihari kelak.

Jadi manakah yang lebih baik, hujan batu di negeri orang ataukah tak hujan emas di negeri sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun