Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Para Pemimpin ASEAN Harus Mengupayakan Laut China Selatan yang Damai dan Stabil dengan Satu Suara

9 November 2022   20:47 Diperbarui: 11 November 2022   07:54 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dari Kementerian Pertahanan Filipina memperlihatkan jalur baru pantai di Pulau Thitu di area sengketa Laut China Selatan, awal Juni 2020.| REUTERS/PHILIPPINES' DEPARTMENT OF NATIO via Kompas.id

Sejak tahun 2013, China telah mengadopsi kebijakan yang semakin tegas di LCS. Ia telah memulai proyek reklamasi besar-besaran untuk membangun pulau buatan (beberapa di antaranya telah diubah menjadi pangkalan militer), menyusup ke ZEE Vietnam, Filipina, Malaysia dan Indonesia, serta mengganggu para nelayan lokal.

Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) memutuskan bahwa hak historis China dan klaimnya berdasarkan peta Sembilan Garis Putus adalah ilegal dan tidak sejalan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS).

Filipina membawa China ke PCA. China dan semua penuntut lainnya, kecuali Taiwan, menandatangani dan meratifikasi UNCLOS. Namun, China menolak putusan PCA, menyebutnya tidak valid.

Teka-teki LCS telah menjadi proksi bagi persaingan China-AS. AS menanggapi intimidasi China terhadap negara-negara LCS lainnya dengan mengerahkan kekuatan angkatan lautnya sendiri dalam banyak kesempatan berdasarkan "kebebasan navigasi". Negara-negara lain, seperti Inggris dan Prancis, juga telah melakukan operasi kebebasan navigasi di LCS.

Kapal Amerika Serikat USS Decatur dan Kapal China Lanzhou hampir bertabrakan di Laut China Selatan. | Sumber: Angkatan Laut Amerika Serikat
Kapal Amerika Serikat USS Decatur dan Kapal China Lanzhou hampir bertabrakan di Laut China Selatan. | Sumber: Angkatan Laut Amerika Serikat

Tindakan agresif China telah menimbulkan ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan regional. ASEAN berhasil menandatangani Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan (DOC) dengan China pada tahun 2002 untuk mengurangi ketegangan. Namun, DOC tersebut tidak mengikat secara hukum dan menjadi tidak efektif karena perilaku agresif China. 

Dengan terpilihnya kembali Xi Jinping untuk masa jabatan ketiga sebagai Presiden China, ketegasan China di LCS yang disengketakan diprediksi akan meningkat pesat.

Pembicaraan COC

Negara-negara ASEAN saat ini sedang merundingkan Kode Etik (COC) dengan China.

Pada tahun 2018, baik China maupun ASEAN menyepakati satu konsep teks negosiasi untuk COC sebagai dasar negosiasi. Seharusnya sudah selesai pada tahun 2021, tetapi kemajuannya terhambat akibat pandemi COVID-19. Negara-negara ASEAN meminta pertemuan fisik tatap muka untuk merundingkan COC.

Vietnam, Filipina, Malaysia dan Indonesia telah menyerukan COC yang mengikat secara hukum dengan China di LCS, tetapi ini tidak dapat diterima oleh China. Ia mungkin mencoba untuk melemahkan kontennya dan menunda perjanjian COC.

Kepercayaan terhadap China dalam ASEAN dan dunia mulai berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun