Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ambisi Hegemonik China Mengubah Teman Menjadi Musuh

30 September 2020   15:36 Diperbarui: 3 Oktober 2020   17:06 1793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal perang HMA Adelaide, Sydney, Anzac, Huon, Gascoyne dan Yarra dari Australia meninggalkan Pelabuhan Sydney dalam sebuah formasi saat latihan gabungan baru baru ini. Untuk melawan dominasi China, Australia akan meningkatkan kapasitas pertahanan dengan biaya AS$187 miliar. | Sumber: Australia's Department of Defence/Leading Seaman Jarrod Mulvihill

Taiwan, yang diklaim China sebagai provinsi pemberontak, telah menjadi masalah besar bagi China. Taiwan adalah negara demokratis dan ingin mempertahankan kemerdeka, yang tidak disukai China.

Dari sisi domestik, China telah menghadapi pemberontakan internal dari orang Tibet, Uighur dan Mongol sejak lama.

Di sisi eksternal, sentimen anti-China, terutama pasca pandemi COVID-19, berkembang pesat di Eropa. Legislator dari 16 negara anggota Uni Eropa (UE) baru-baru ini mendirikan Aliansi Antar Parlemen untuk China.

Para pembuat undang-undang ini menggambarkan diri mereka sendiri sebagai "sekelompok pembuat undang-undang lintas partai internasional yang bekerja untuk mereformasi cara pendekatan demokrasi terhadap China".

Kelompok ini baru-baru ini meminta semua anggota UE untuk merundingkan kembali perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong.

China, yang diuntungkan dari globalisasi dan perdagangan bebas, menghadapi tekanan global atas hak asasi manusia, demokrasi, kebebasan beragama dan penghormatan terhadap hukum internasional.

Perusahaan teknologi China, yang telah beroperasi dengan bebas di seluruh dunia selama beberapa waktu, telah diawasi dengan ketat.

India telah memberlakukan larangan pada lebih dari 50 aplikasi China. AS juga melakukan hal yang sama. Inggris dan AS telah mengecualikan perusahaan China Huawei dari jaringan 5G mereka. Perancis juga berencana untuk memberlakukan beberapa pembatasan pada Huawei di jaringan telekomunikasinya.

Kini seluruh dunia sedang menghadapi musuh bersama COVID-19 dan inilah saatnya semua negara bekerja sama untuk mengatasi masalah ini. Tetapi China bergerak ke arah yang berbeda dan menunjukkan perilaku yang berbeda.

Tindakan China di Laut Natuna Indonesia, Laut China Selatan, Laut China Timur, Ladakh, Taiwan dan Hong Kong jelas menunjukkan ambisi hegemonik. Waktunya telah tiba bagi China untuk mengubah perilakunya, menghormati hukum internasional, melunakkan retorika, mengubah prajurit serigala menjadi utusan perdamaian dan menyelesaikan perselisihan melalui negosiasi berdasarkan hukum internasional.

Oleh Veeramalla Anjaiah
Penulis adalah seorang wartawan senior tinggal di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun