Mohon tunggu...
Anis Kurniawan
Anis Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis, berjumpa dan berkolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesta Makna dan Berkah Sepuluh Muharam

20 September 2018   21:52 Diperbarui: 21 September 2018   00:30 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu (saya memanggilnya: Emmaq) telah berpesan via telepon sejak dua hari lalu: "kamis lusa belilah perlengkapan rumah tangga: timba, gelas,  wajan dan sejenisnya. Sebisa mungkin yah, bila tak sempat, beli garam sajalah," kata Emmaq serius.

Di siang terik hari ini (Kamis: 10 Muharam) saat melintas depan pasar senggol di bilangan Cendrawasih kota Makassar,  saya tercengang melihat keramaian di suatu toko yang menjual alat rumah tangga. Barang jualan dipajang hingga ke pelataran toko.  Gelas-gelas putih, panci, dan segala rupa. Seperti kata Emmaq, ini hari istimewa untuk membeli barang-barang keperluan dapur.

Demi memastikan seperti apa hirup-pikuknya, saya mampir sejenak.  Tak lebih dari lima menit. Saya melihat orang-orang bergairah  memborong belanjaan dari yang sekadar membeli parut dan cangkir, hingga yang membeli segalanya.  

Jalan raya cukup sesak sebab jumlah pembeli terus bertambah. Apalagi  barang dagangan itu sengaja ditumpuk secara massif dan para pembeli diberi kebebasan memilih sendiri sesuai keinginannya.  Suasana ini berlangsung sangat meriah dan penuh khidmat.  Sepuluh Muharam,  sebuah hari pengharapan. 

img-20180920-231947-jpg-5ba3bb0dc112fe1b433d25f4.jpg
img-20180920-231947-jpg-5ba3bb0dc112fe1b433d25f4.jpg
Tradisi membeli perlengkapan dapur hanyalah satu diantara banyak kebiasaan lainnya. Di beberapa daerah momen bulan Muharam alias bulan suro dijuluki bulan keramat.  Konon, akan banyak kejadian-kejadian mistis, sehingga ada yang menganjurkan untuk serba waspada saat beraktivitas utamanya berkendara.

Maka,  ada pula yang merayakannya dengan membuat acara 'makan-makan' alias syukuran keluarga. Doa-doa dipanjatkan disertai harapan akan kehidupan yang lebih baik.

Apa pun itu, hari ini adalah momen penuh makna.  Orang Bugis-Makassar meyakini bahwa ada pesan tersirat di balik benda-benda yang dibeli di momen sepuluh Muharam. Pisau dan benda-benda tajam sejenisnya agar urusan duniawi semakin lancar.  Timba sebagai simbol kelancaran rezeki yang melimpah. Makna-makna dibalik perlengkapan dapur diyakini membawa perubahan dan kebaikan-kebaikan.

Oleh sebagian orang, kepercayaan  yang sudah membudaya di atas hanyalah mitos-mitos yang dipelihara.  Bahkan boleh jadi dianggap bid'ah bagi kelompok tertentu. Tetapi, sebagai sebuah budaya yang dibangun di atas pondasi keyakinan, kebiasaan semacam ini layak diapresiasi sebagai sebuah momentum istimewa.  

Sebuah hari dimana benda-benda dipersonifikasikan dengan makna-makna.  Sudah sepatutnya kita berlakon seperti ini. Belajar memaknai sebagai sarana menjadi manusia paripurna. 

Kata Robert Stanton (pemikir sastra), pengalaman berkaitan dengan dua dimensi: satu dimensi adalah fakta dan makna pada dimensi lainnya.  

Kehidupan ini berlalu begitu cepat dan tak kuasa oleh waktu. Hal-hal yang sifatnya faktual akan terseret oleh waktu. Sebagian diselamatkan oleh ingatan karena menjadi sejarah dan masa lalu. Tak ada yang tersisa sedikit pun. Pada akhirnya semua yang berlalu hanya menjadi kenangan.  

Kenangan atau bahkan sejarah hanya menjadi bagian dari drama kehidupan. Bila tak memaknainya sebagai sebuah pengetahuan dan pengalaman,  kenangan akan seumpama kotoran manusia yang tidaklah penting mengetahui bagaimana wujudnya saat telah keluar. 

Maka, makna adalah lapisan terpenting dari suatu gerak waktu. Makna harus direbut dan dikecup agar kita dapat memahami pesan tentang sesuatu di balik peristiwa atau di balik benda-benda yang bergerak dan semua tentang semesta ini. 

img-20180920-234349-jpg-5ba3bd53ab12ae7d580503d3.jpg
img-20180920-234349-jpg-5ba3bd53ab12ae7d580503d3.jpg
Emmaq menelpon saya jelang sore: "apakah sudah membeli sesuatu yang saya sampaikan dua hari lalu? " Saya tersenyum. Menjawab dengan kalimat pendek "mungkin ibunya Alin (istri saya) sudah atau akan membeli sebentar Maq!" nada suara saya ringan tak berdaya.  Sebab,  saya yakin hari ini saya tak membeli parut atau cangkir.  Garam di rumah juga saya yakin masih banyak. Saya hanya ingin membeli makna.

Tentang mengapa Emmaq meminta saya mengikuti kebiasaannya di sepuluh Muharam? Dan mengapa orang-orang menyerbu toko peralatan rumah tangga.  Semua karena makna di baliknya betapa semua benda-benda yang ada dalam semesta, bahkan yang seringkali telantar di dapur alias di bagian belakang rumah kita memiliki makna-makna filosofis. Kita perlu belajar pada makna-makna seperti anjuran Robert Stanton, dan itu tidak saja di momen sepuluh Muharam seperti hari ini--bila perlu setiap detiknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun