Mohon tunggu...
Ani Shabrina
Ani Shabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Prof. K.H Saefuddin Zuhri Purwokerto

Mahasiswa Hukum. Hobi menulis. Semangat meraih mimpi, berfikir positif, dan selalu bersyukur dalam hal apapun.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Nyangku, Tradisi Adat Warga Panjalu Ciamis

7 Maret 2024   12:55 Diperbarui: 7 Maret 2024   17:12 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses pelaksanaan Nyangku di Desa/Kecamatan Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Senin, 09 Oktober 2023. */Kabar Priangan/Endang SB

Nyangku  merupakan sebuah tradisi upacara adat warga Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat untuk membersihkan benda-benda pusaka peninggalan para leluhur mereka. Upacara adat ini biasa dilaksanakan pada minggu ke-empat di Bulan Rabiul Awal.

Istilah Nyangku sendiri berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata "yanko"  yang artinya membersihkan. Namun, karena terpengaruh dari lingkungan dan bahasa setempat pelafalannya berubah menjadi nyangku. Dalam bahasa Sunda nyangku merupakan singkatan dari kata "nyaangan laku" yang artinya menerangi perilaku.

Tujuan dilaksanakannya upacara adat ini adalah untuk menghormati peninggalan pusaka para leluhur sebagai ungkapan terima kasih atas jasa-jasanya beliau para leluhur Panjalu yang telah mendirikan negara dan menyebarkan agama Islam di wilayah Galuh, Ciamis, khususnya di Kecamatan Panjalu. lnti dari tradisi ini adalah untuk membersihkan dan merawat pusaka-pusaka peninggalan Prabu Borosngora dan keturunannya. Bagi masyarakat setempat, tradisi ini juga digunakan sebagai waktu untuk berintrospeksi diri dari perbuatan yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma adat.

Prosesi upacara adat Nyangku diawali dengan dikeluarkannya benda-benda pusaka dari Pasucian Bumi Alit, Kemudia benda-benda pusaka tersebut kemudian diarak oleh para keturunan dari raja Panjalu dan warga terpilih, mereka mengenakan pakaian muslim dan pakaian adat Sunda. Mereka berjalan kaki dari Bumi Alit (rumah penyimpanan benda pusaka) menuju Situ Lengkong. Yang menjadi ciri khas ketika perjalanan yaitu para warga Panjalu maupun sekitarnya membawa benda-benda pusaka tersebut dengan ditutupi kain.

Dengan diiringi musik rebana dan bacaan shalawat para pembawa pusaka menuju pulau di Situ Lengkong atau yang biasa disebut dengan Nusa Gede untuk berziarah ke makan raja Panjalu. Setelah itu benda-benda pusaka tersebut kembali diarak ke Taman Borosngora (Alun-alun Panjalu) untuk dibawa ke panggung utama tempat digelarnya pencucian benda pusaka.

Benda-benda pusaka tersebut dibersihkan dengan air dari 9 sumber mata air yang dikeramatkan oleh warga kecamatan Panjalu. Sumber mata air tersebut berasal dari sumber mata air gunung bitung, mata air gunung sawal, mata air cipanjalu, mata air situ lengkong, mata air kapunduhan, mata air ciater, mata air gunung tilu, mata air cilimus, dan mata air ciomas. 

Ada banyak benda pusaka peninggalan raja Panjalu yang dibersihkan, Namun yang diperlihatkan secara simbolis ke masyarakat hanya tiga, yakni Pedang Zulfikar, Kujang Panjalu dan Keris Stok Komando. Langkah terakhir dalam upacara adat ini yaitu mengolesi benda-benda pusaka dengan minyak khusus yang kemudian dibungkus dengan kain berwarna putih dan disimpan kembali ke Pasucian Bumi Alit.

Sampai saat ini, ritual upacara adat Nyangku menjadi suatu tradisi dan kebudayaan kebanggaan masyarakat Panjalu yang masih terus dilestarikan. Dengan adanya tradisi ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat maupun sekitarnya untuk terus mengenang jasa-jasa para leluhur mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun